Kabar Baru| 24 Februari 2021
Polusi Batu Bara Membunuh 10,2 Juta Orang Setahun
POLUSI adalah pembunuh yang tak terlihat. Ia menyatu dengan udara yang kita hirup, masuk ke dalam darah, menyelinap ke dalam aorta lalu merusak organ dan menyebabkan pelbagai penyakit. Pelan namun pasti, racun dan zat kimia dalam polusi menghancurkan sel-sel manusia dan membunuhnya.
Studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Environmental Research nomor 195 edisi April 2021 menunjukkan pada 2012 sebanyak 10,2 juta orang tewas akibat menghirup polusi udara dari pembakaran batu bara dan minyak bumi, seperlimanya adalah bayi di bawah lima tahun. Empat peneliti dari University College London, Harvard, Birmingham, Leicester, menghitung data kematian selama 2012-2018 dan menghubungkannya dengan penyebab serta polusi udara.
Jumlah kematian terbanyak berasal dari Cina, sebanyak 3,9 juta, lalu India, 2,5 juta. Kematian gigantik itu berhubungan dengan PM2,5 atau particulate matter, polutan yang lebih kecil dari 2,5 mikrometer. Para peneliti memilah data kematian yang berhubungan dengan kerusakan saluran pernapasan, organ yang paling dirusak oleh PM2,5. Polutan ini berasal dari polusi pembakaran energi kotor, terutama batu bara dan minyak.
Cina dan India adalah dua negara besar yang tingkat polusinya paling parah di dunia. Tingkat kematian paling banyak berada di perkotaan dan negara-negara industri. Menurut laporan PBB, pada 2012, konsumsi energi batu bara di Beijing saja mencapai 60 juta ton dan terus naik menjadi 70 juta ton pada 2017.
Cina kemudian mereformasi struktur pemakaian energi. Mereka menghancurkan pembangkit-pembangkit industri batu bara dan pemakaiannya untuk perumahan dengan gas. Pemerintah Cina memberikan insnetif pajak bagi kendaraan yang memakai energi terbarukan dari listrik yang bersumber dari angin dan matahari. Insentif pajak melalui diskon harga mendorong penduduk membeli mobil ramah lingkungan.
Hasilnya, tingkat polusi kota-kota di Cina menurun. Para peneliti empat universitas menemukan bahwa selama enam tahun reformasi energi Cina telah menurunkan angka kematian sebanyak 2,4 juta. Sehingga angka kematian global pada 2018 akibat polusi udara turun menjadi 7,8 juta jiwa.
Namun, jumlah kematian yang turun itu masih relatif besar karena gabungan kematian akibat pemakaian tembakau dan malaria sekaligus. Menurut jurnal Lancet pada 2019, tingkat kematian tahunan akibat polusi udara sebanyak 4,2 juta orang.
Cina dan negara-negara Eropa telah menelurkan janji menurunkan emisi dan menuju nol pada 2060. Inggris 2050 serta negara-negara Uni Eropa pada 2030. Caranya dengan mengganti sumber energi batu bara dan minyak dengan energi terbarukan seperti angin dan matahari. Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia memiliki program pembangunan rendah karbon 2020-2024. Namun, emisi yang bisa diturunkan empat tahun ke depan hanya 600 juta ton setara CO2. Padahal, Indonesia memiliki target menurunkan emisi sebanyak 800-1,1 Giga ton pada 2030. Target ini pun terancam tak tercapai mengingat pemerintah sudah menerbitkan UU Cipta Kerja yang memberikan insentif kepada industri batu bara.
Dengan royalti 0%, industri batu bara mendapatkan keistimewaan sebagai industri primadona hingga 2024. Pengerukan batu bara dan panas bumi menjadi program prioritas nasional bahkan mengalahkan proteksi hutan lindung. Batu bara akan diubah menjadi gas yang produksi emisinya lima kali dari produksi gas alam cair yang hendak digantikannya.
UU Cipta Kerja tak memberikan insentif yang sama bagi industri energi terbarukan. Omnibus law ini malah mencerabut bauran energi terbarukan dalam produksi energi dalam rencana umum energi daerah. Padahal, sumber energi terbarukan berada di daerah yang dihela oleh pemerintah daerah.
Dengan kebijakan seperti itu, udara Indonesia akan kotor dan kemungkinan tingkat kematian akan meningkat. Menurut Global Alliance on Health and Pollution, polusi di Indonesia menyebabkan 232.974 kematian per tahun. Sebanyak 123.753 akibat polusi udara. Menurut studi Rumah Sakit Persahabatan dan Dharmais Jakarta, 4% penyakit paru-paru diakibatkan oleh polusi udara.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) polusi udara berkontribusi pada 24% total kematian global dan 25% kematian yang berhubungan dengan penyakit jantung. Sementara polusi udara paling banyak berasal dari pembakaran energi kotor.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :