Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 07 Maret 2021

Jadi Rimbawan Tak Menggiurkan Lagi

Krisis iklim membuat profesi rimbawan tak menggiurkan lagi. 5 pekerjaan paling menjanjikan dengan gaji tinggi.

Pengukuran pohon di Yogyakarta (Foto: Rifky Fauzan)

ADA anekdot di kalangan mahasiswa Fakultas Kehutanan tahun 1990-an. Saat menjalani masa orientasi, ketika ditanya mengapa memilih kuliah di fakultas ini dan bercita-cita menjadi rimbawan, jawaban umum adalah “menjadi orang kaya”. 

Strategi teknokratik Orde Baru menghela ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya alam membuat industri berbasis hutan menjadi penopang pembangunan. Nilai hutan dihitung berdasarkan nilai kayu di pasar. Jika harga 1 meter kubik kayu Meranti Rp 5 juta, dan Anda punya 100.000 hektare konsesi hutan alam yang didominasi jenis kayu ini, Anda bisa jadi konglomerat.

Pemerintah Soeharto mendelegasikan cara mengelola hutan kepada perusahaan agar menghasilkan pendapatan, pajak, dan menetes menjadi kesejahteraan melalui pembukaan lapangan pekerjaan. Pada 1991, jumlah perusahaan hak pengusahaan hutan (HPH) sebanyak 567 dengan luas konsesi mencapai 60,48 juta hektare. Artinya, tiap perusahaan mengelola rata-rata 106.000 hektare.

Praktis, industri kehutanan menjadi andalan negara untuk menggerakkan ekonomi. Orang paling kaya tahun 1980-1990 adalah mereka yang memiliki HPH atau usaha-usaha yang berbasis pengerukan sumber daya alam. Hasilnya, ketimpangan. Alih-alih menetes menjadi kesejahteraan, penghasilan dari eksploitasi itu berputar di sebagian kecil lapisan masyarakat.

Ketimpangan itu meledak di pertengahan 1990. Krisis ekonomi dan moneter mendorong penggulingan kekuasaan 32 tahun Orde Baru. Ekonomi berbasis sumber daya alam surut. Sektor kehutanan ikut melorot. Masyarakat yang tadinya menjadi penonton mengokupasi kawasan-kawasan hutan, merambah, dan mendirikan perkebunan-perkebunan yang melahirkan konflik sosial yang jadi masalah pelik hari ini. 

Kampanye pemanasan global dan krisis iklim, sementara itu, kian meluas. Seruan-seruan untuk menghentikan eksploitasi hutan membuat industri kehutanan memasuki masa sulit. Selain karena pembatasan, negara-negara pembeli kayu Indonesia juga mensyaratkan aspek legalitas dan kelestarian karena tuntutan menghentikan deforestasi yang menjadi biang krisis iklim.

Rimbawan menjadi profesi tertuduh dalam kerusakan alam itu. Nilai hutan setelah degradasi menjadi kecil, selain dalih untuk memasifkan konversi lahan. Dalam perkiraan IPB University, nilai hutan kini hanya Rp 400 per meter persegi per tahun. Ketika menjadi perkebunan kelapa sawit, nilainya menjadi Rp 3.800, apalagi jika jadi perumahan melonjak jadi Rp 40.000.

Deforestasi pun tak terbendung. Anak-anak muda yang kian mudah mengakses informasi pun tak lagi meminati bekerja di sektor kehutanan. Menurut Wakil Rektor IPB University Dodik Ridho Nurrohmat, dua departemen di Fakultas Kehutanan IPB selalu menjadi dua jurusan paling tak diminati setelah tahun 2000. “Mahasiswa yang masuk ke fakultas ini pun merasa telah salah masuk jurusan,” katanya.

Dunia usaha juga berubah dalam menyerap lulusan sekolah rimbawan. Presiden Direktur Daemeter Consulting Aisyah Sileuw bercerita di awal 1990, alumnus Fakultas Kehutanan seolah hanya punya dua pilihan pekerjaan: menjadi pegawai negeri di Departemen Kehutanan atau bekerja di HPH. “Seolah tak ada pilihan ketiga,” katanya dalam webinarDi Balik Perubahan Nama Fakultas Kehutanan IPB” pada 6 Maret 2021.

Perubahan isu kehutanan dan lingkungan akibat gencarnya kampanye krisis iklim membuat paradigma pengelolaan hutan juga bergeser. Hutan tak lagi dipandang semata kayu, tapi ekosistem berlapis-lapis dengan nilai paling banyak berupa jasa lingkungan bagi seluruh mahluk hidup. Perhutanan sosial kini jadi tulang punggung menyejahterakan masyarakat sekitar hutan.

Akibatnya, tuntutan terhadap ilmu pengetahuan untuk menopangnya tak lagi berkutat dalam manajemen kayu atau blok tebangan. Perhutanan sosial tak hanya membutuhkan ahli silvikultur tapi mereka yang memahami komunikasi bahkan sarjana yang piawai dalam resolusi konflik.

Perubahan mendadak dalam politik Indonesia pada Reformasi 1998 membuat dunia pendidikan Indonesia tak siap dengan perkembangan yang cepat itu. Ketika Indonesia sedang menikmati bonanza kayu, tuntutan pasar berbalik arah. Konferensi Tingkat Tinggi Iklim di Brasil 1992 melahirkan perubahan drastis dalam kebijakan-kebijakan kehutanan dan lingkungan

Dunia internasional yang kian menyadari industrialisasi selama dua abad melahirkan krisis iklim memaksa pasar juga ikut berubah. Kini juru bicara iklim semacam Greta Thunberg kian mendorong perubahan signifikan dalam proteksi lingkungan.

Problem-problem itu, antara lain, yang membuat Fakultas Kehutanan IPB berganti nama menjadi Fakultas Kehutanan dan Lingkungan. Di bawah nama baru, aspek perlindungan lingkungan akan menjadi napas baru dalam mata kuliah mengelola hutan, yang tak lagi mengandalkan semata kayu.

Lalu, apa profesi yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan yang paling diinginkan masyarakat dan populer karena memiliki jaminan karier serta penghasilan menggiurkan?

Sekali waktu, Aisyah Sileuw mendapatkan klien perusahaan yang hendak meneliti gambut. Syaratnya, selain mengerti gambut tropis, peneliti itu juga mesti memahami dinamika dan konteks politik Indonesia. “Kami mencari, tidak menemukan,” katanya.

Menurut Aisyah, di dunia ini hanya ada empat ahli gambut tropis dengan kualifikasi seperti itu. Tiga dari Belanda, satu dari Amerika. “Sedih juga mengapa kita yang memiliki gambut begitu luas tak ada ahlinya di dalam negeri,” katanya. Karena butuh, Aisyah mengontak para ahli itu. Tarifnya: US$ 5.000 per hari.

Situs Best College Reviews, lembaga independen pemantau kampus, mengurutkan lima profesi hijau paling menjanjikan di era krisis iklim. Urutan ini berdasarkan dinamika dan tuntutan industri yang makin peduli lingkungan.

Google atau Microsoft memberi ruang pekerjaan sarjana berbasis lingkungan lebih besar dibanding profesi lain. Dengan kewajiban menurunkan emisi, industri memerlukan ahli lingkungan dalam setiap keputusan perusahaan untuk menopang asas kelestarian bumi.

Ilmuwan lingkungan 

Ia meneliti cara-cara melindungi lingkungan dari pencemaran dan penyalahgunaan. Ilmuwan lingkungan, dibatasi sebagai konservasionis, mengumpulkan dan menganalisis sampel tanah, makanan, air, atau biologi untuk menghasilkan laporan komprehensif mengenai dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan. Ia mengusulkan solusi untuk masalah potensial yang dihadapi lingkungan. Sebagian besar ilmuwan mendapat tugas merancang strategi dan menghasilkan mekanisme berbeda untuk memulihkan lingkungan yang tercemar. Yang lain menyiapkan laporan dan presentasi untuk menjelaskan temuan mereka kepada pemerintah, pemangku kepentingan, dan publik. Seorang ilmuwan lingkungan mendapatkan gaji rata-rata US$ 67.460 per tahun. Tingkat pertumbuhan serapan profesi ini kira-kira 11% pada 2024.

Ahli hidrologi 

Seorang ahli hidrologi menggunakan kompetensinya untuk memecahkan masalah terkait kualitas dan ketersediaan air. Dia mengukur jumlah racun dalam air dan sifat lain yang dapat menurunkan kualitasnya. Dia mengumpulkan sampel dan membawanya ke laboratorium untuk analisis lengkap. Ahli hidrologi modern memakai model komputer untuk meramalkan persediaan air di masa depan dan mengidentifikasi kemungkinan faktor yang bisa menyebabkan polusi. Ia juga menyiapkan laporan dan presentasi hasil penelitiannya. Sebagian besar ahli hidrologi bekerja di lapangan, mengumpulkan sampel dan menganalisisnya. Seorang ahli hidrologi mendapatkan gaji rata-rata US$ 79.550 per tahun. Proyeksi serapan profesi ini tumbuh 7% dalam 10 tahun ke depan.

Insinyur lingkungan

Insinyur lingkungan membantu kliennya untuk menjalankan tugasnya tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Ia membantu mereka memahami prosedur dasar yang meminimalkan emisi karbon dan zat beracun lainnya ke atmosfer. Dia juga membantu klien untuk mengetahui bagaimana proyek mereka dapat menyebabkan polusi dan membahayakan satwa liar. Seorang insinyur lingkungan mendapatkan gaji pokok US$ 84.560 per tahun. Pertumbuhan profesi ini dalam 10 tahun ke depan kemungkinan 12%.

Ahli meteorologi

Ahli meteorologi mempelajari cuaca, menyiapkan laporan dan menyajikannya kepada industri atau publik. Dia mencatat jumlah total curah hujan dan kecepatan angin setiap hari. Kadang-kadang dia menghitung berbagai variabel dan menentukan bagaimana mereka berubah selama periode waktu tertentu, seperti ratusan tahun. Kebanyakan dari mereka bekerja di stasiun cuaca nasional dan membantu memprediksi perubahan cuaca harian. Seorang ahli meteorologi bergaji rata-rata US$ 89.820 per tahun. Ini berarti US$ 43,18 per jam. Pertumbuhan kebutuhan profesi ini diperkirakan 9% dalam satu dekade ke depan.

Pengacara lingkungan

Hukum lingkungan kian populer. Lulusannya bisa bekerja dengan kelompok atau organisasi pemerintah untuk menangani masalah hukum terkait pelanggaran kode etik lingkungan. Pengacara juga bisa mewakili perusahaan yang perlu mematuhi peraturan lingkungan yang ditetapkan oleh lembaga perlindungan. Gaji rata-rata seorang pengacara lingkungan per tahun US$ 115.820. Ini berarti US$ 55,69 per jam. Menurut Forbes, permintaan jasa di bidang hukum lingkungan diperkirakan akan meningkat secara signifikan pada 2024 dengan pertumbuhan 6%.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain