MENJADI pemulung membuat Rowi hidup tak menentu. Untuk tambahan kebutuhan hidup sekeluarga, penduduk Kampung Sawah di Rumpin Bogor, Jawa Barat, ini menyelinap masuk ke Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) yang dikelola Badan Pendidikan dan Latihan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
KHDTK Badan Diklat seluas 150 hektare. Rowi masuk ke sana dan menanam singkong. Tentu saja apa yang dilakukan laki-laki 37 tahun ini ilegal. Hingga kemudian penyuluh Badan Diklat memergokinya dan mengajak Rowi masuk skema kerja sama kawasan hutan bersama masyarakat.
Pada Desember 2018, Badan Diklat membuat program pemberdayaan masyarakat sekitar KHDTK untuk memanfaatkan hutan tersebut bagi keperluan hidup masyarakat seperti Rowi. Maka tahun itu dibuat kelompok tani. Hingga Februari 2020 sudah ada lima kelompok tani hutan (KTH) yang bergabung.
Ada dua desa yang terlibat. Rowi bergabung dengan satu-satunya KTH Kampung Sawah yang diberi nama KTH Lebak Sawo. KTH ini berdiri pada Februari 2019. Empat KTH lain dari Desa Rumpin, yakni KTH Babakan Setu, Lio Maju, Barokah Hijau dan Rumpin Indah.
Saya bertemu mereka pada 15 Maret 2021, ditemani dua penyuluh Badan Diklat yang telaten memberikan pemahaman tentang mengelola kawasan hutan, Rina Ekawati dan Ivan Maulana. Keduanya dibantu oleh tiga orang dari Bakti Rimbawan, program Kementerian Kehutanan menempatkan tenaga terampil di instansi kehutanan.
Ivan menjelaskan dengan kerja sama pengelolaan hutan ini penduduk desa seperti Rowi tak perlu lagi menyelinap masuk kawasan hutan. Dengan menjadi anggota KTH ia dan penduduk lain menjadi sah dalam memanfaatkan komoditas hutan di dalamnya. “Mang Rowi sekarang sudah pandai mengoperasikan mesin,” kata Ivan.
Mesin yang disebut Ivan itu adalah mesin pemerah minyak serei wangi. Anggota KTH memakai serei wangi sebagai tanaman sela di antara pohon hutan seperti mahoni, buah-buahan dan tanaman pertanian seperti singkong, kacang, dan jagung. Di KTH Lebak Sawo ada 29 anggotanya, 16 di antaranya perempuan. Rowi kini menjabat wakil ketua KTH.
Di KTH Rumpin Indah lahan yang mereka kelola seluas 2 hektare. Ada 16 petani laki-laki dan 7 perempuan. KTH Rumpin Indah berdiri pada Februari 2020. Mereka juga menerapkan pola agroforestri.
Mereka menanam agroforestri cabai, jagung manis, terong, dan kunyit di antara tanaman tahunan seperti kecapi, kenari, jengkol, petai. Pohon ini menjadi strata dua karena berada di bawah tanaman kayu keras seperti mahoni. Dengan memakai agroforestri, kata Ivan, penduduk dengan sendirinya turut memelihara pohon-pohon hutan itu.
Silam, seorang petani anggota KTH Rumpin Indah, berkisah sebelum menjadi anggota KTH ia menjadi buruh bangunan di Jakarta. Jika tak sedang mendapat proyek, Silam pulang ke kampungnya tapi menganggur. Sebelum 2018, terlarang masuk kawasan hutan apalagi memanfaatkannya. “Penghasilan keluarga bisa terbantu," kata laki-laki 67 tahun ini.
Pemberdayaan masyarakat ini bisa menolong masyarakat ketika pandemi virus corona. Silam tak bisa ke Jakarta karena tak ada proyek. Namun, di awal pandemi pada April 2020, masyarakat panen kacang tanah di areal garapannya. Sekali panen tiap penduduk bisa menghasilkan 4,5 ton kacang tanah. Pemborong membelinya Rp 8-10 ribu per kilogram.
Sementara serei wangi tiap KTH menghasilkan 3-4,5 ton dalam sekali panen. Panen sereh wangi adalah tiga bulan sekali. Dengan pola kemitraan yang digagas Badan Diklat, pengusaha yang membeli serei wangi petani senilai Rp 500 per kilogram. Belum lagi pisang, jahe, dan umbi-umbian ketika musim panen.
Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan tak hanya menjaga hutan tapi juga menyejahterakan. Nama program pemberdayaan Badan Diklat KLHK ini “leuwung hejo masyarakat ngejo”, hutan lestari, masyarakat menanak nasi.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Board Kawal Borneo Community Foundation dan anggota The Climate Reality Leaders of Indonesia.
Topik :