Kabar Baru| 21 Maret 2021
Peran Hutan Mencegah Pemanasan Global
DUNIA memperingati Hari Hutan Internasional atau The International Day of Forests tiap 21 Maret. PBB menetapkan tanggal ini dalam sidang umum pada 28 November 2012. Tujuannya: mengingatkan pentingnya hutan sebagai benteng terakhir mencegah bumi dari bencana pemanasan global atau krisis iklim.
Dalam pemanasan global, hutan berperan seperti spons dalam ember yang diisi air. Bill Gates, dalam buku terbarunya How to Avoid Climate Disaster, mengutip para ahli untuk mengilustrasikan proses pemanasan global yang kompleks.
Menurut Bill Gates, bumi seperti ember yang terus menerus diisi oleh air berupa emisi karbon. Emisi adalah hasil pembakaran energi dan aktivitas mahluk hidup di bumi. Manusia atau hewan bernapas saja menghasilkan emisi berupa karbon dioksida (CO2). Ditambah lagi emisi dari pembakaran untuk menghasilkan energi atau barang untuk kebutuhan kita plus benda-benda yang secara alamiah melontarkan gas ke udara.
Di Forest Digest, istilah emisi mengacu pada enam jenis gas rumah kaca yang mengotori atmosfer untuk membedakannya dari karbon dioksida. CO2 adalah salah satu gas rumah kaca yang paling bertahan lama dan jumlahnya paling banyak di selubung planet bumi. Karena itu ia menjadi satuan dalam menghitung konsentrasinya. Maka kita mengenal kata “setara” tiap kali menyebut satuan emisi. Saat ini, jumlah emisi global rata-rata 51 miliar ton setara CO2.
Jumlah emisi tersebut sudah dua kali lipat jumlah emisi yang diizinkan jika kita ingin terhindar dari puncak pemanasan global. Menurut para ahli di IPCC, panel ilmuwan di PBB yang memantau pemanasan global, kenaikan suhu bumi agar tak mencapai puncak pemanasan global sebesar 1,50 Celsius pada 2050 dan 2C pada 2100.
Kenaikan suhu tersebut dibandingkan dengan suhu masa praindustri 1800-1850 yang rata-rata sekitar 12C. Agar suhu bumi tak melonjak sebesar itu, jumlah emisi karbon mesti ditekan antara 25-30 miliar ton setara CO2 per tahun. Bisakah? Para ahli mengatakan bisa. Bill Gates bahkan optimistis kita bisa mencapai nol emisi suatu hari kelak. Nol emisi berarti jumlah produksi emisi karbon dan yang diserap oleh ekosistem bumi sama. Karena itu emisi karbon mengacu kepada emisi yang belum menguap ke atmosfer. Emisi karbon yang tak terserap ekosistem bumi menjadi emisi gas rumah kaca. Emisi inilah yang menjadi pemicu pemanasan global.
Sebab, seperti ember yang diisi air, jumlah emisi akan membeludak dan meluber melampaui tinggi permukaannya. Itulah masa puncak pemanasan global. Bentuknya berupa bencana klimatologi seperti topan atau banjir, rob, hingga suhu ekstrem. Jika itu terjadi, mahluk hidup yang menopang bumi bergerak secara alamiah dalam menghasilkan oksigen akan terganggu.
Manusia, sementara itu, akan bergejolak. Suhu ekstrem diperkirakan mencapai lebih dari 40C di bagian bumi selatan. Akibatnya akan terjadi migrasi besar-besaran. David Attenborrough, dalam Life on Our Planet, bahkan memperkirakan akan terjadi perang dunia mengingat tiap-tiap orang akan menerobos perbatasan negara untuk mencari perlindungan dari suhu ekstrem yang membuat panen pangan gagal sehingga mengakibatkan kelaparan massal.
Keyakinan Bill Gates, juga Attenborrough, bahwa manusia bisa menghindarkan diri dari puncak pemanasan global adalah dengan mengurangi jumlah emisi sampai batas yang terkecil. Gates menganjurkan inovasi dan teknologi, seperti mengubah energi kotor seperti minyak dan batu bara ke energi bersih seperti angin dan matahari, mengurangi makan daging untuk mencegah pembabatan hutan bagi peternakan.
Hutan adalah penyerap alamiah emisi karbon. Setelah manusia berinovasi, emisi karbon yang terlontar karena proses alamiah mahluk hidup bisa diserap oleh pohon. PBB menganjurkan kita menanam sebanyak mungkin pohon karena itulah cara paling mudah mencegah pemanasan global. Sebab kenaikan emisi berbanding lurus dengan kehilangan rimba belantara di bumi dan berkebalikan dengan jumlah penduduk.
Artinya, makin bertambah manusia, hutan makin hilang karena diubah menjadi peternakan, pertanian, perkebunan, hingga permukiman. Akibatnya, bertambahnya jumlah emisi karbon yang dihasilkan manusia yang bertambah membuat konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer juga naik. Tahun 2020 menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah dengan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer mencapai angka tertinggi sebesar 414,2 part per million.
Konsentrasi karbon di atmosfer berlangsung dalam jangka lama dan pelan-pelan. Usia bumi 5 miliar tahun. Manusia menghuni bumi sekitar 100.000 tahun. Kenaikan konsentrasi gas rumah kaca terjadi hanya dalam tiga abad terakhir. Sebab selama 10.000 tahun sebelumnya konsentrasi gas rumah kaca stabil sebesar 280 ppm. Artinya lagi, karbon yang terperangkap di sana bertahan 10.000 tahun.
Akumulasi karbon di atmosfer membuat atmosfer kehilangan kemampuan menyerap panas. Sumber panas di bumi berasal dari matahari untuk fotosintesis dan panas dari bumi yang berasal dari pembakaran dan aktivitas. Karena tak mampu menyerapnya, panas itu kembali ke bumi dan menaikkan suhu. Selama 10.000 tahun, pantulan panas ke bumi membuat planet ini tak membeku. Tapi kini panasnya tak hanya menahan beku, tapi memanggang.
Menurut PBB, salah satu cara menurunkan emisi adalah menyiapkan penyerapnya, yakni pohon. Setiap tahun 13 juta hektare hutan akibat dibalak atau dikonversi. Luas ini setara dengan luas negara Inggris. Deforestasi sebanyak itu membuat 12-18% emisi tak terserap. Angka ini setara dengan emisi karbon global yang dilontarkan oleh alat transportasi di dunia.
Sebaliknya, pohon menghasilkan oksigen yang dibutuhkan mahluk hidup. Jika kita menanam satu pohon, dalam lima tahun kita telah menyambung nyawa ratusan manusia. Jadi mari menanam pohon di Hari Hutan Internasional atau The International Day of Forests ini. Tak hanya bermanfaat buat manusia tapi juga menyelamatkan bumi dari kehancuran akibat pemanasan global.
Ikuti percakapan tentang pemanasan global di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :