Kabar Baru| 30 Maret 2021
Listrik Indonesia Melawan Tren Global
JIKA Undang-Undang (UU) Cipta Kerja hendak mendatangkan investasi dengan memberi insentif pada eksploitasi energi kotor, pemerintah Indonesia keliru memakai caranya. Tren global tengah beralih ke energi baru dan terbarukan. Seperti terlihat dalam laporan Global Electricity Review 2021 Global Trends yang diterbitkan Ember Coal to Clean Energy Policy, lembaga kajian energi dari Inggris.
Laporan tahunan ini menganalisis data ketenagalistrikan dari setiap negara untuk memberikan pandangan akurat mengenai transisi ketenagalistrikan pada 2020. Laporan ini menggabungkan data pembangkitan listrik yang menggunakan bahan bakar berdasarkan negara sejak 2000 dan khusus menyoroti kebijakan energi Indonesia(laporannya ada di sini).
Ada 68 negara penghasil 90% listrik dunia yang memiliki data tahunan lengkap hingga 2020 dan menjadi dasar perkiraan perubahan produksi listrik di seluruh dunia. Negara lainnya memiliki data lengkap hingga 2019. Negara-negara G20, yang merupakan penghasil 84% listrik dunia, mendapatkan analisis mendalam. Seluruh data tersebut bisa dilihat dan diunduh secara gratis di situs Ember.
Menurut laporan tersebut Indonesia melawan tren global dalam penyediaan listrik bersih. Dengan makin tergantung pada batu bara, transisi listrik Indonesia makin tertinggal dibanding negara lain, bahkan dibanding negara-negara anggota G-20. “Semakin bergantungnya Indonesia pada batu bara untuk kebutuhan listrik juga bertentangan dengan tren global yang mengejar masa depan ketenagalistrikan rendah karbon,” kata Muyi Yang, analis senior kebijakan ketenagalistrikan Ember.
Pangsa pasar listrik Indonesia naik 7% selama empat tahun hingga 2019 menjadi 60% atau 283 triliun watt jam dari 221 triliun watt jam pada 2015. Seluruh listrik itu, sebanyak 99,08% dipasok oleh pembangkit tenaga uap yang memakai batu bara sebagai bahan bakarnya. Hanya 0,2% yang memakai tenaga angin dan surya.
Kecilnya sumber listrik terbarukan itu menunjukkan Indonesia tertinggal dari tren global. Energi angin dan surya negara anggota G-20 telah lebih dari 5%. India, misalnya, sudah memproduksi listrik dari angin dan surya sebanyak 8,9%, Cina 9,5%, Jepang 10,1%, Brasil 10,6%, Amerika Serikat 11,6%, dan Turki 12,0%. Secara global pasokan energi surya dan angin sebanyak 10%.
Padahal pangsa listrik energi terbarukan Indonesia lumayan ada. Pada 2011, permintaan listrik energi baru dan terbarukan hanya 11%, tahun 2020 naik menjadi 17%. Listrik dari minyak dan gas turun dari 36% ke 23%. Tapi listrik batu bara malah naik 53% pada 2011 menjadi 60% tahun lalu. Kenaikan tertinggi dalam lima tahun terakhir sebanyak 44%.
Dengan kenaikan pasokan batu bara sebanyak itu, Indonesia menjadi negara G-20 yang memakai batu bara terbanyak dibanding negara lain yang terus menguranginya hingga di bawah 40%.
Energi terbarukan di Indonesia, sementara itu, menurun tahun lalu yang hanya 187,5 megawatt pada akhir 2020. Padahal selama dua kuartal pertama tambahan listrik energi terbarukan mencapai 530 megawatt.
Pandemi virus corona sempat memangkas pasokan listrik akibat pembatasan sosial berskala besar. Namun, konsumsi listrik pulih kembali pada kuartal ketiga seiring pelonggaran PSBB. Hingga akhir 2020, PLN memasok 0,6% listrik lebih tinggi dibanding 2019.
Angka-angka ini menunjukkan bagaimana kebijakan Indonesia dalam sektor energi. Alih-alih menambah kapasitas energi terbarukan dengan memberikan insentif pada industrinya, pemerintah lebih senang menambah batu bara dengan memberikan insentif royalti 0% bagi pengerukannya. Jumlah PLTU juga akan ditambah sebagai pangsa pasar batu bara.
Selain untuk PLTU, batu bara juga akan dijadikan gas. Dalam proyek strategis nasional, pemerintah bersiap membangun industri pengolahnya di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Padahal gasifikasi batu bara menghasilkan emisi 5 kali lipat lebih tinggi dibanding produksi gas yang hendak digantikannya.
Pembangunan rendah karbon mendapat tantangan berat oleh kebijakan pemerintah sendiri. Selain proyek infrastruktur yang membutuhkan semen, proyek-proyek pembangkit listrik tak mendorong energi terbarukan. UU Cipta Kerjacenderung merayakan penambahan energi kotor.
Jika tren global menuju energi bersih dan Indonesia berjalan ke arah sebaliknya, investor mana yang berminat menanamkan modalnya di Indonesia?
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :