Kabar Baru| 06 April 2021
Hutan Primer Tropis Berkurang 12%
UNIVERSITAS Maryland Amerika Serikat dan World Resources Institute (WRI) merilis data terbaru kehilangan tutupan luas hutan primer. Dalam rilis Global Forest Watch pada 31 Maret 2021, dua lembaga tersebut mengumumkan bahwa hutan primer tropis berkurang 12% atau 12,2 juta hektare pada 2020 dibanding 2019.
Artinya, dalam setahun, hutan primer tropis berkurang seluas kira-kira tiga kali luas negara Belanda. Kehilangan hutan sebanyak itu membuat emisi karbon terlepas ke atmosfer sebanyak kira-kira emisi yang dilepas oleh 570 juta mobil.
Universitas Maryland dan WRI menghitung tutupan hutan (tree cover loss). Menurut Mikaela Weisse dan Elizabeth Goldman yang menulis rilis data itu, kehilangan tutupan hutan tidak sama dengan deforestasi. Tutupan hutan, menurut mereka, merujuk pada hutan tanaman dan hutan alam yang berkurang luas tajuknya akibat penyebab alamiah dan manusia, termasuk kebakaran.
Data kehilangan tutupan hutan yang disajikan WRI tak menghitung luas reforestasi sehingga angka-angka yang diumumkan dalam rilis itu bukan tutupan hutan bersih (net), seperti pada deforestasi net yang memperhitungkan penanaman kembali. Alasan WRI adalah kehilangan tutupan hutan primer tropis memungkinkan mereka menyoroti kehilangan hutan dalam jangka panjang yang tidak bisa kembali dalam hal menyerap karbon dan penyimpan keragaman hayati.
Meski secara global hutan tropis berkurang, kabar baik datang dari Asia. Indonesia dan Malaysia adalah dua negara yang menurun tingkat kehilangan hutannya. Indonesia bahkan dipuji berhasil mempertahankan, dan terus mengurangi, tutupan hutan dalam empat tahun terakhir. “Prestasi terbesar selama kami memantau hutan secara global,” tulis WRI.
Menurut mereka, pemerintah Indonesia berhasil menurunkan kehilangan tutupan hutan karena bisa menekan angka kebakaran hutan. Moratorium pembukaan perkebunan baru kelapa sawit, terutama di areal rawa gambut, turun menekan angka berkurangnya tutupan hutan.
Restorasi gambut, dan kini ditambah mangrove, turut serta mendorong turunnya kehilangan hutan tropis Indonesia. Reforma agraria dan perhutanan sosial disebut secara khusus sebagai program pemerintah yang berhasil menekan kehilangan hutan, terutama karena mencegah perambahan dengan memberikan hak mengelola hutan bagi masyarakat sekitar hutan untuk menaikkan taraf hidup mereka.
Karena berangkat dari pengertian yang berbeda, angka kehilangan tutupan hutan versi WRI beda dengan data yang diumumkan pemerintah Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengumumkan bahwa kehilangan hutan bruto (hanya menghitung berkurangnya tutupan hutan tanpa memasukkan reforestasi) seluas 119.000 hektare periode Juni 2019-Juli 2020. Angka ini menurun sebanyak 75% dibanding periode pemantauan 2018-2019.
Sementara WRI seluas 270.057 hektare pada 2020, berkurang 16,56% dibanding 2019. Menurut WRI, perbedaan tersebut akibat metodologi dan periode pemantauan yang berbeda dalam melihat hilangnya tutupan hutan.
Untuk menghitung kehilangan tutupan hutan, KLHK menghitung kehilangan hutan pada areal di atas 6,25 hektare. Sementara Universitas Maryland menghitung hingga areal 0,1 hektare dengan kerapatan tajuk di atas 30%. Perbedaan0,1 hektare hingga 6,25 hektare yang tak dihitung KLHK seluas 123.000 hektare. “Dengan hanya menggunakan hilangnya tutupan hutan alam, data KLHK menunjukkan penurunan sebesar 38%,” kata WRI.
Kehilangan terbanyak hutan primer berada di Kongo dan Brasil. Dalam setahun, hutan Amazon Brasil hilang 1,5 juta hektare atau naik 15% dibanding tahun 2019. Penyebab utama kehilangan hutan Amazon Brasil adalah kebakaran. Para petani dan pemilik konsesi membakar hutan untuk mengubahnya jadi lahan pertanian dan peternakan.
Api hutan Brasil lebih banyak di areal rawa gambut. Menurut WRI, pada 2020 setidaknya 30% hutan gambut Amazon Brasil hangus terbakar. Api juga melahap hutan lindung dan memerangkap permukiman masyarakat adat Guato serta membunuh ribuan hewan, termasuk jaguar.
Sama seperti Brasil, hutan di kawasan Kongo—meliputi Gabon, Gunea, Afrika Tengah, dan Kongo—juga hilang dalam luas yang signifikan. Di Kongo saja, tahun lalu luas hutan yang hilang 490.000 hektare. Penyebabnya juga adalah api, dalam pembersihan lahan untuk pertanian dan perkebunan.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :