SUDAH lama para ahli menghubungkan ongkos ekonomi akibat perubahan iklim. Misalnya, William Nordhaus, pemenang Nobel ekonomi 2018. Ia membuat model matematika untuk mencegah dampak buruk pemanasan global.
Kini relasi perubahan iklim meluas ke banyak cabang. Frank C. Errickson, dari Sekolah Publik dan Hubungan Internasional Universitas Princeton Amerika, menulis di jurnal Nature edisi 21 April 2021 tentang biaya sosial mengurangi gas metana. Metana atau CH4 adalah satu dari enam gas rumah kaca yang koefisien pemanasan globalnya sebesar 25 kali dibanding karbon diokasida (CO2)
Artinya, tiap 1 ton metana sama dengan 25 ton gas karbon dioksida dalam memicu pemanasan global. Gas tertinggi adalah sulfur heksafluorida sebanyak 23.900. Metana atau CH4 kini sedang menjadi sorotan karena jumlahnya sedang naik akibat meluasnya peternakan di banyak negara.
Menurut Global Monitoring Laboratory, jumlah metana di atmosfer pada Desember 2020 mencapai 1.892,3 part per billion, naik 18,7 part per billion dibanding Desember 2019. Artinya, jika kita mengerat satu kotak udara di atmosfer yang berisi 1 miliar molekul, 1.892,3 di antaranya adalah metana.
Meskipun sedikit, karena koefisien pemanasan globalnya tinggi, metana menjadi penyebab emisi gas rumah kaca yang efektif. Karena itu tiap negara berusaha menurunkan jumlahnya atau mencegah pelepasannya ke atmosfer. Tahun 2019, jumlah gas metana yang terlontar ke atmosfer sebanyak 36,44 miliar ton, hampir sama dengan produksi karbon dioksida tahunan sebanyak 37 miliar ton.
Pertanyaannya, berapa biaya yang terenggut untuk mengurangi tiap ton metana?
Menurut perhitungan Errickson tiap negara punya beban sosial berbeda-beda dalam mengurangi metana. Beban sosial metana adalah kerugian, yang dinyatakan sebagai nilai moneter saat ini, dari kerusakan perubahan iklim di masa depan akibat pelepasan satu ton metana ke atmosfer.
Satuannya memakai mata uang per ton. Besarannya tergantung pada perjalanan waktu dari efek tambahan pada iklim yang memiliki dampak terhadap kesejahteraan manusia dan perbandingan perubahan kesejahteraan generasi saat ini.
Errickson memakai model penilaian terintegrasi (IAM), program komputer yang menyimulasikan efek emisi gas rumah kaca pada iklim dan kesejahteraan manusia saat ini dan pada abad-abad mendatang.
Dari simulasi itu Amerika Serikat memiliki potensi kehilangan pendapatan terbanyak, yakni US$ 8.290 per ton metana, dibanding negara dan wilayah lain. Paling kecil Afrika, sebesar US$ 134 per ton metana. Artinya, Amerika harus menyediakan anggaran US$ 8.290 tiap kali berusaha mencegah atau mengurangi 1 ton metana menguap ke atmosfer.
Sementara rata-rata secara global, dunia harus kehilangan penghasilan akibat mitigasi perubahan iklim dengan mengurangi metana dari atmosfer sebesar US$ 933 per ton. Maka, jika seluruh metana global tahunan akan dihapus dari atmosfer, kita butuh US$ 34 triliun atau Rp 493.000 triliun. Tahun lalu produk domestik bruto global sebesar US$ 88 triliun.
Dengan kebutuhan biaya hampir separuh PDB global, mengurangi gas rumah kaca di atmosfer adalah pekerjaan yang membutuhkan biaya besar. Sementara ada enam jenis gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Metana menjadi gas rumah kaca nomor 5 terkuat memicu krisis iklim.
Karena terintegrasi, menurut Errickson, perhitungan biaya sosial itu telah memasukkan keuntungan yang dihasilkan dari pertumbuhan ekonomi karena memproduksi metana. Misalnya, perdagangan dari peternakan senilai 3% dari PDB global. Di negara-negara Asia Selatan, peternakan menopang 40% ekonomi tiap negara.
Menurut Badan Pangan PBB (FAO), 26% lahan non-es terpakai untuk penggembalaan ternak dan 33% lahan pertanian untuk produksi pakan ternak. Akibatnya, peternakan menyumbang 7% total emisi global per tahun, melalui fermentasi enterik (fermentasi di tubuh hewan; biasanya kambing, sapi, domba, kerbau) dan pupuk kendang.
Tingkat pertumbuhan ternak ruminansia (kambing, sapi, domba, kerbau) sebesar 5,5% per tahun dengan emisi gas metana dari fermentasi enteriknya sebesar 5,35% atau 0,001 Gigaton per tahun. Artinya gas metana dari fermentasi ternak ruminansia Indonesia sebesar 0,025 Gigaton setara CO2 per tahun.
Dengan menyandarkan pada perhitungan US$ 933 per ton, Indonesia harus menyediakan anggaran US$ 0,93 miliar atau Rp 13,3 triliun, 0,0008% dari PDB tahun 2020, untuk mengurangi metana per tahun.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :