Kabar Baru| 26 Mei 2021
Jangan Sampai Covid yang Menghentikan Krisis Iklim
EMISI gas rumah kaca global turun 7% pada 2020 dibanding 2019 atau 4,13 miliar ton akibat pandemi covid-19. Produksi emisi karbon pada 2019 sebanyak 59,1 miliar ton. Angka ini merupakan rekor baru produksi emisi dalam satu tahun.
Pandemi covid-19 yang dimulai di Cina pada November 2019 merembet ke banyak negara. Indonesia mendeteksi kasus pertama infeksi virus corona pada 2 Maret 2021. Pandemi memaksa banyak negara menghentikan aktivitas penduduknya melalui karantina wilayah.
Transportasi dan pabrik berhenti, mobilisasi manusia stop, dan aktivitas ekonomi lain tak berfungsi. Berhentinya aktivitas manusia tersebut mengurangi jumlah emisi karbon pada 2020.
Meski begitu, angka sebanyak 7% dari pengurangan emisi itu berasal dari emisi gas rumah kaca non CO2. “Sehingga total emisi karbon tetap naik di atmosfer,” tulis laporan Emission Gap Report 2020 oleh Program Lingkungan PBB.
Penurunan produksi emisi sebesar itu merupakan rencana seluruh negara untuk menekan suhu bumi tak naik melebihi 1,50 Celsius pada 2030. Caranya melalui pengurangan emisi karbon hingga 51% dibanding level 2010—angkanya menjadi 63% jika Amerika Serikat yang sempat keluar dari Perjanjian Paris masuk kembali setelah Joe Biden naik menjadi presiden.
Cara tersebut tertuang dalam Perjanjian Paris 2015 di konferensi iklim yang meliputi 126 pihak (negara, perusahaan, lembaga keuangan). Mereka berjanji mengurangi produksi emisinya dalam proposal yang mereka ajukan. Janji menurunkan emisi itu disebut national determined contribution (NDC) atau kontribusi nasional yang ditetapkan.
Indonesia berjanji menurunkan 29% emisi pada 2030 dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan orang lain. Karena tahun lalu ada komitmen pemerintah Norwegia membeli karbon Indonesia sebesar Rp 813 miliar dan Global Climate Fund sebesar Rp 1,5 triliun, angka yang harus dicapai Indonesia sebanyak 41% atau 1,1 miliar ton.
Tahun 2020 menjadi tahun penanda revisi NDC dan program menurunkan emisi tersebut mulai berjalan dengan pantauan internasional. Selama 10 tahun hingga 2030 dunia harus menurunkan rata-rata 7,6% emisi per tahun untuk mencapai batas emisi aman menekan suhu 1,5C sebesar 25 miliar ton.
Artinya, cita-cita global menurunkan emisi hampir tercapai berkat bantuan virus corona. Dampak virus corona jauh lebih dahsyat ketimbang krisis keuangan 2008 yang hanya mampu menurunkan emisi 1,2% yang bersumber dari emisi konsumsi energi untuk transportasi.
Menurut laporan PBB 2020 itu, meski turun, pengurangan emisi oleh dampak pandemi tak berpengaruh signifikan terhadap penghadangan laju suhu bumi. Cara paling efektif adalah semua negara kembali ke janji mereka mewujudkan karbon netral atau net-zero emissions (nol-bersih emisi) pada 2050.
Tanpa kesungguhan mencapai target ini, suhu bumi akan tembus 3-4C yang melahirkan pelbagai bencana iklim: banjir, rob, suhu ekstrem, badai, kekeringan...
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :