Kabar Baru| 13 Juni 2021
Asal-Usul Virus Corona: Benarkah Dibuat di Laboratorium?
HANYA karena misteri penularan virus corona covid-19 belum terang benar, teori bahwa virus ini lepas dari laboratorium Institut Virologi Wuhan terus bergema. Para ilmuwan berdebat dengan menyodorkan kemungkinan-kemungkinan yang mendukung asumsi pabrikasi virus ini.
Sebagian besar ilmuwan virus meyakini bahwa corona tumbuh dan menular secara alamiah. Ia berasal dari kelelawar sepatu kuda (Rhinolophus affinis) seperti temuan di provinsi Yunan, tenggara Cina, pada 2013. Gen virus corona yang bersarang di hewan ini memiliki 96% kemiripan dengan SARS-Cov-2 yang sedang menjadi pandemi global saat ini. Dibanding tikus, kelelawar adalah hewan paling banyak mengandung virus di tubuhnya.
Masalahnya, bagaimana virus yang bersarang di tubuh kelelawar kemudian loncat dan menginfeksi manusia, belum jelas benar. Sebanyak 34 ilmuwan yang diutus Badan Kesehatan Dunia (WHO) ke Wuhan pada akhir Januari 2021, belum menemukan secara pasti jalur penularan virus ini.
Ada yang menduga hewan perantara perpindahan virus ini adalah tenggiling. Hewan nokturnal pemakan semut ini dijual bebas di pasar hewan Huanan untuk dikonsumsi karena orang Cina percaya organ tenggiling memberikan kekuatan dan daya tahan. Obat tradisional Cina umumnya berbahan baku organ tubuh tenggiling.
Para ilmuwan, seperti mereka laporkan kepada WHO, memeriksa 170 orang pertama yang terinfeksi virus ini di Wuhan yang berhasil sembuh. Mereka adalah penduduk yang bersentuhan dengan hewan hidup maupun mati di pasar Huanan lalu mengalami gejala covid. Tapi, dari 170 orang itu, ada 17 orang yang positif covid tak bersentuhan dengan Huanan karena baru tiba dari luar negeri.
Dari sekuensi virus pada tubuh orang-orang tersebut, para ilmuwan menemukan delapan kemiripan dengan virus yang ditemukan di hewan di pasar Huanan. Namun, beberapa sekuensi genom virus ini juga terhubung ke jenis virus lain yang berasal dari luar pasar Huanan. Karena itu, para ahli WHO tersebut untuk sementara menyimpulkan, virus sudah menyebar sebelum pandemi pada Desember 2019 namun belum terpantau.
Para ahli itu juga memeriksa sampel yang dikumpulkan peneliti Cina di Institut Virologi Wuhan. Sebanyak 1.000 sampel itu berasal dari kios, toilet, tempat sampah, hewan, termasuk tikus dan kucing. Orang-orang yang berinteraksi dengan semua benda dan hewan tersebut ketika dites terbukti memiliki virus corona di tubuhnya.
Mereka yang positif terinfeksi corona adalah pedagang yang menjual hewan laut, ternak, dan unggas. Para peneliti juga mengambil sampel dari 188 hewan dari 18 spesies di pasar Huanan. Tapi ketika dites, seluruh hewan tersebut negatif virus corona.
Temuan sementara itu mendorong WHO menerjunkan tim kedua untuk menyelidiki semua klaim dan hipotesis tersebut. Namun, hingga kini investigasi lanjutan tersebut belum jelas. Pada 26 Mei 2021 Presiden Joe Biden menugaskan Komunitas Intelijen Amerika Serikat menyelidiki asal-usul virus corona dan melaporkan apa pun hasilnya dalam 90 hari.
Uni Eropa, Jepang, dan Australia turut serta menyerukan penyelidikan independen untuk menyelidiki virus itu. Sementara pemerintah Cina juga balik meminta pemeriksaan diarahkan ke negara-negara lain.
Penolakan pemerintah Cina membuka data virus dan infeksi di awal pandemi menebalkan kecurigaan bahwa virus dibuat di laboratorium Institut Virus Wuhan. Sebuah laporan independen menulis bahwa pemerintah Cina juga tak berterus terang tentang pandemi SARS pertama pada 2002-2004 untuk mencocokkan virus ini dengan jenis yang beredar sekarang.
Kemungkinan bahwa virus diproduksi di laboratorium lalu menginfeksi manusia pernah terjadi pada 2004 tapi tak sampai menjadi pandemi. Waktu itu dua peneliti virus di Beijing terinfeksi virus yang mereka teliti lalu menular kepada tujuh peneliti lain.
Selain menular secara alamiah, para peneliti juga bisa tertular oleh virus buatan mereka sendiri. Pembuatan virus melalui rekayasa genetika biasanya dipakai untuk membuat model penularan. Dalam kasus virus corona covid-19, asal-usulnya belum jelas hingga kini—meskipun satu fakta tak terbantahkan bahwa infeksi pertama terjadi di Wuhan, lokasi lembaga penelitian virus tersebut.
Kecurigaan bahwa virus diproduksi di laboratorium menjadi lemah karena belum ada kepastian hewan perantara penularan dari kelelawar. Dalam pandemi SARS pertama, para peneliti menemukan bahwa hewan perantara virus ini adalah musang. Penemuan tersebut berlangsung selama 14 tahun.
Virus-virus lain penyebab pandemi, seperti Ebola, bahkan hingga kini belum jelas mata rantai penularannya. Para peneliti harus menemukan hewan inang sebelum mereka mati untuk menyimpulkan sumber penularannya. Gen virus yang mereka temukan pada air liur hewan mati juga acap berpacu dengan waktu sebelum infeksinya berhenti.
Peneliti Cina telah memeriksa 80.000 hewan liar dan peliharaan untuk mencari inang dan hewan perantara virus corona covid-19. Namun, pemeriksaan antibodi pada hewan-hewan tersebut seluruhnya dilaporkan negatif.
Dengan segala ketidakjelasan itu, juga tak terbukanya pemerintah Cina membuka data pandemi, membuat misteri virus corona belum bisa diketahui hingga kini. Debat asal-usul virus corona pun belum akan berhenti.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :