Kabar Baru| 14 Juli 2021
Varian Delta Covid-19 Menular 1.000 Kali Lebih Cepat
VARIAN Delta virus corona covid-19 pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020. Dalam waktu singkat, varian ini sudah menginfeksi penduduk Indonesia. Kasus pertama ditemukan di Jawa Timur, hasil penjaringan dalam penyekatan jembatan Surabaya-Madura pada 6 Juni 2021.
Rektor IPB University Arif Satria terinfeksi covid-19 varian delta pada akhir Juni 2021. Ia menghabiskan sepuluh hari di Bogor Medical Center menjalani perawatan infeksi virus ini. “Gejala infeksi varian Delta lebih berat dibanding virus sebelumnya,” kata Arif melalui WhatsApp pada 8 Juli 2021. Arif terinfeksi virus corona pertama kali tahun lalu.
Karena itu Arif mengimbau agar mereka yang pernah terinfeksi covid-19 tak lengah karena bisa terinfeksi kembali oleh virus ini. Sebab, varian Delta bahkan sulit terdeteksi oleh tes usap. Hasil swab antigen Arif menyatakan negatif virus corona. Namun, lima jam kemudian tes PCR-nya menyatakan positif.
Varian Delta covid-19 dinyatakan lebih menular ketimbang induknya. Menurut studi sejumlah peneliti Cina yang dimuat secara online di web virological.org, varian baru virus corona ini menular 1.260 kali lebih cepat dibanding virus corona awal yang ditemukan di Wuhan, Tiongkok, pada Desember 2019.
Seperti yang dirasakan Arif Satria, varian delta covid-19 ini sulit terdeteksi. Para peneliti Cina menemukan mereka yang dikarantina tak merasakan gejala apa pun. Namun, setelah terinfeksi beberapa hari mereka merasakan gejala yang parah.
Masa inkubasi varian Delta covid-19 juga lebih cepat. Dari studi para peneliti Cina itu mereka menemukan infeksi virus varian delta sekitar 3,7 hari setelah organ tubuh terpapar virus ini, jauh lebih cepat dibanding varian awal yang baru menginfeksi pada hari ke-12.
Artinya, karena awalnya tak menimbulkan gejala, virus corona varian Delta tak terdeteksi tes usap. Ia akan memperbanyak diri dengan cepat pada hari ke-2 hingga 14. Selama durasi itu, jika imunitas tubuh lebih rendah dari serangan virusnya, gejalanya akan lebih hebat.
Meski begitu, para peneliti belum bisa menyimpulkan waktu presisi infeksi virus ini. Dari 167 sampel infeksi yang dikumpulkan pada 21 Mei 2021 hingga 18 Juni 2021, mereka kesulitan menemukan infeksi awal dari para pasien yang dikarantina.
Infeksi varian Delta, menunjukkan 80,65% sampel mengandung lebih dari 6 x 105 kopi/mililiter dalam swab orofaringealsaat virus pertama kali terdeteksi dibandingkan dengan sampel 19,05% pada infeksi awal virus corona. “Data ini menyoroti bahwa varian Delta bisa lebih menular selama tahap awal infeksi,” tulis penelitian itu.
Menanggapi parameter viral yang penting ini, pemerintah Cina mengharuskan orang yang meninggalkan kota Guangzhou dari bandara, stasiun kereta api, dan stasiun bus antar-jemput untuk menunjukkan bukti tes covid-19 negatif dalam 72 jam pada 6 Juni. Selanjutnya dipersingkat menjadi 48 jam pada 7 Juni. Waktu pengecekan ini jauh lebih singkat dibanding virus asli corona yang terdeteksi pada hari ke-7.
Setelah varian Delta, ada banyak varian virus corona yang terdeteksi di banyak negara. Setelah setahun lebih virus corona menginvasi penduduk bumi, virus terlah bermutasi ke dalam berbagai jenis . Selain gejalanya lebih parah, tak terdeteksi sejak awal, varian-varian baru virus corona covid-19 menular lebih cepat.
Meski para peneliti belum menemukan data tingkat kematian akibat varian Delta covid-19, data menunjukkan mereka yang meninggal karena infeksi adalah pasien yang belum mendapatkan vaksin. Di Amerika, 99,5% pasien yang meninggal belum sama sekali mendapatkan vaksinasi.
Di Indonesia, hingga 11 Juli 2021 baru 5,5% penduduk yang sudah mendapatkan dua dosis vaksin, 13,4% satu dosis vaksin. Indonesia membutuhkan 426 juta dosis vaksin untuk mencapai kekebalan massal (herd immunity). Dalam banyak kasus, mereka yang sudah mendapatkan vaksin, memiliki gejala lebih ringan, termasuk infeksi varian Delta covid-19.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :