Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 27 Juli 2021

10 Tahun Lagi Jawa Defisit Beras

Konversi lahan sawah irigasi dan makin berkurangnya petani membuat Jawa deficit beras pada 2032. UU Cipta Kerja bisa mempercepatnya.

Konversi lahan untuk perumahan untuk melayani jumlah penduduk yang meningkat (Foto: Dok. FD)

ANCAMAN terbesar masa depan bukan perang atau terorisme, tapi populasi. Naiknya jumlah penduduk dunia membutuhkan lahan yang luas untuk permukiman. Paralel dengan itu, hutan dan sawah akan dikonversi. Studi Ken Ayu Puspa Pradhani di IPB, yang dipublikasikan Juli 2021, menunjukkan Jawa defisit beras pada 2032 akibat bertambahnya penduduk dan berkurangnya sawah irigasi.

Puspa Pradhani melihat tren penurunan sawah irigasi dalam sepuluh tahun terakhir, 2008-2018. Ia menghubungkannya dengan pertambahan jumlah penduduk, luas sawah irigasi dari tahun ke tahun, lalu memproyeksikan produksi beras hingga 2032.

Konstruksi Kayu

Pada 2008 luas sawah irigasi di pulau Jawa 2.483.824 hektare. Dalam sepuluh tahun luasnya menyusut tinggal 2.258.066 hektare pada 2018. Dengan pengurangan itu laju konversi sawah irigasi menjadi permukiman atau non sawah sebesar 8,62%. 

DKI Jakarta mencatat laju penurunan luas sawah irigasi paling besar, yakni 10,11%, disusul Banten, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Dengan memperhitungkan sawah irigasi baru, total lahan terkonversi di semua provinsi selama 2008-2018 seluas 438.793 hektare. 

Jika produksi padi rata-rata 5,5 ton per hektare per tahun, jumlah padi yang menghilang akibat menurunnya sawah irigasi sebanyak 5.150.080,99 ton. Jika dikalikan harga gabah kering tiap tahun, nilai kerugian akibat konversi sawah irigasi sebesar Rp 24,83 triliun.

Dengan mengasumsikan laju konversi sawah irigasi tetap dari tahun ke tahun hingga 2032 sebesar 8,62%, sementara produksi beras per hektare naik karena temuan teknologi dan efektivitas penanaman padi, pada tahun itu total sebanyak 15.455.164,97 ton. Asumsinya, setiap ton beras merupakan 64,02% dari gabah kering. 

Sementara itu pertambahan penduduk di pulau Jawa terus naik dari 150.407.500 jiwa pada 2019 menjadi 164.437.200 pada 2032. Kebutuhan beras pun akan naik. Puspa Pradhani mengasumsikan konsumsi beras per kapita tetap dari tahun ke tahun tetap sebesar 94,73 kilogram per kapita, kebutuhan beras 2032 sebanyak 15.577.135,96.

Masalahnya, dengan konversi sawah dan produktivitas sawah tak naik signifikan, produksi beras pada 2032 hanya 15.455.164,97 ton, dari produksi 2019 sebanyak 17.451.918,17 ton. Walhasil, pada tahun tersebut, pulau Jawa akan defisit beras sebanyak 121.970,98 ton.

Dari mana kekurangan itu, tak ada cara lain kecuali impor. Apalagi jika luar Jawa tak bisa memenuhi kebutuhan makan orang Jawa. Atau ada kebijakan pemerintah menghentikan konversi sawah irigasi menjadi perumahan dan permukiman.

Sebab, di luar konversi, jumlah petani juga makin berkurang. Indonesia kehilangan 5 juta petani dalam sepuluh tahun terakhir. Dalam survei KRKP, Hanya 25% anak-anak petani bersedia meneruskan pekerjaan orang tua mereka.

Regenerasi petani pun mandek. Saat ini rata-rata usia petani sekitar 57 tahun. Belakangan ada arus balik petani muda karena dorongan nilai lahan dan komoditas yang melonjak, seperti cerita dari para petani hutan sosial di Gunung Mandalawangi, Garut, Jawa Barat. 

Sebelum tahun 2032 ketika Jawa defisit beras, UU Cipta Kerja sudah mendorong impor pangan lebih masif. Omnibus law ini menghapus ketentuan impor sebagai cadangan darurat pangan, tapi bisa kapan saja meski ketersediaan pangan nasional masih cukup. Jika parameter undang-undang ini dimasukkan, konversi sawah irigasi akan makin cepat, jumlah petani akan semakin berkurang, karena komoditas lokal akan bersaing dengan derasnya pangan impor.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain