Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 10 Agustus 2021

Bisakah Kita Selamat dari Krisis Iklim?

Laporan IPCC terbaru memperingatkan dunia akan mencapai puncak krisis iklim lebih cepat. Bagaimana cara menghindarinya?

Banjir di Kramat Jati Jakarta Timur pada 2021 (Foto: R. Eko Tjahjono/FD)

LAPORAN IPCC terbaru menghebohkan karena mengungkap satu fakta bahwa kebijakan seluruh negara tak berada di jalur seharusnya mencegah suhu bumi bertambah 1,50 Celsius pada 2050. Para ahli di Intergovernmental Panel on Climate Change PBB itu memperkirakan dengan skenario terbaik sekalipun suhu bumi mencapai puncak krisis iklim pada 2030-2040.

Laporan merupakan hasil sidang ke-54 IPCC dan sidang ke-14 Kelompok Kerja I pada 26 Juli hingga 6 Agustus 2021. Berikut ini beberapa temuan kunci laporan tujuh tahunan sejak 1988 IPCC yang ke-6.

Mengapa laporan ini penting? Karena laporan IPCC disusun oleh para ahli yang menganalisis 14.000 laporan ilmiah tentang produksi emisi akibat kebijakan seluruh negara. Produksi emisi akan menaikkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Naiknya konsentrasi gas rumah kaca membuat atmosfer kehilangan daya serap terhadap panas, polusi, emisi. 

Selama jutaan tahun—bumi berusia 4,25 miliar tahun—sebelum Revolusi Industri konsentrasi gas rumah kaca stabil 280 part per million pada 1750. Tahun lalu mencapai rekor baru 414,14 ppm. Akibatnya panas dari bumi dan panas matahari terpantul kembali ke bumi menaikkan suhu.

Kenaikan suhu membuat iklim menyeleweng. Es di kutub mencair menaikkan muka air laut. Ekosistem rusak. Pelbagai bencana klimatologi terjadi, seperti banjir, siklon, badai, kekeringan, hujan ekstrem.

Bagaimana agar kita selamat? Meski tak ada skenario terbaik, para ahli IPCC menekankan pada pengurangan emisi dengan cepat ditambah dengan teknologi pemetik emisi dari udara plus menciptakan sebanyak mungkin penyerap alamiahnya, yakni menanam pohon dan melindungi keragaman hayati bumi.

Pesan kunci:

  1. Para ilmuwan IPCC dengan tegas meyakini bahwa emisi dari aktivitas manusia telah mengubah planet kita menjadi berbahaya dengan kerusakan yang permanen. Suhu naik sangat cepat dari setidaknya dalam 2000 tahun terakhir.
  2. Perubahan curah hujan, panas ekstrem, meningkatnya intensitas siklon tropis dan peristiwa gabungan (gelombang panas dan kekeringan terjadi dalam satu waktu yang bersamaan) merupakan akibat dari aktivitas manusia.
  3. Emisi karbon dan metana harus dikurangi hingga seimbang antara produksi dan penyerapannya pada 2050 sebagai cara menahan kenaikan suhu hingga batas 1,5°C pada akhir abad ini. Namun, kesempatan kita mencapai target tersebut segera habis.
  4. Penyerapan emisi oleh tanah, lahan, laut, tumbuhan, sangat terbatas sehingga kita harus menguranginya sebanyak mungkin. Jika gagal, kita akan berada dalam situasi berbahaya dengan mengandalkan teknologi yang saat ini pun masih belum dapat dipastikan.
  5. Pemerintah dan swasta harus mulai menerapkan pengurangan emisi, hingga kita dapat mengurangi setengah polusi di 2030 dari perkiraan 51 miliar ton setara CO2 dan net zero emissions pada 2050.
  6. Teknologi menghilangkan karbon dari atmosfer, menanam pohon atau memulihkan alam sangat diperlukan, tapi tanpa ambisi mengurangi emisi tak ada harapan menghentikan krisis iklim.
  7. Kenaikan permukaan laut hingga 2 meter pada tahun 2100 dan 5 meter pada tahun 2150

Rujukan:

  • Climate Action Tracker melaporkan pada Mei 2021 produksi emisi berada di jalur pemanasan bumi 2.9° Celsius. Target-target mitigasi perubahan iklim dalam Konferensi Iklim membuat dunia berada di jalur pemanasan global 2-2.4°C.
  • Tiga industri besar yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global: bahan bakar fosil, pertanian, dan tempat pembuangan sampah.
  • Menurut International Energy Agency (IEA) bila dunia ingin sejalan dengan 1,5C dunia harus mengakhiri investasi bahan bakar fosil sekarang juga hingga net zero emissions pada 2050. IEA memperkirakan puncak emisi terjadi pada 2023.
  • Subsidi bahan bakar fosil negara G20 pada 2019 mencapai US$ 636 miliar, hanya turun 10% sejak ratifikasi Perjanjian Paris 2015. Selama lima tahun, total subsidi bahan bakar fosil negara G20 mencapai US$ 3,3 triliun.
  • Pengeluaran bantuan global dalam pemulihan pandemi covid-19 sebesar US$16 triliun, hanya 2% yang mendukung transisi energi bersih.
  • UNEP, Badan Lingkungan PBB, memperkirakan negara berkembang membutuhkan US$ 70 miliar per tahun untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim. Angka ini diperkirakan meningkat US$ 140-300 miliar per tahun pada 2030.
  • Kerugian pada 2050 sekitar 11-14% PDB global dengan jalur produksi emisi sekarang, tetapi menurut ahli IPCC akan turun hingga 4% bila pengurangan emisi dilakukan dengan cepat.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain