Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 12 Agustus 2021

Perlukah Kita Jurassic Park Komodo?

“Jurassic Park” Komodo tetap berlanjut. Apa konsekuensi mengabaikan permintaan UNESCO?

Komodo di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (Foto: R. Eko Tjahjono/FD)

UNESCO meminta pemerintah menghentikan pembangunan “Jurassic Park” Komodo di Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur. Badan PBB yang mengurusi pendidikan, keilmuan, kebudayaan dan menganugerahi Taman Nasional Komodo sebagai warisan dunia pada 1991 khawatir pembangunan fasilitas wisata itu melanggar prinsip sara konservasi.

UNESCO menyoal pembangunan infrastruktur “Jurassic Park” Komodo seluas 1,3 hektare di kawasan Loh Buaya. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan sebagian besar pembangunan telah mencapai 95%. 

Konstruksi Kayu

Dalam dokumen Komite Warisan Dunia (WHC) UNESCO Nomor WHC/21/44.COM/7B, yang dikeluarkan di Fuzhou, Cina pada 16-31 Juli 2021, badan PBB itu beralasan beralasan bahwa proyek “Jurassic Park” Komodo itu berpotensi serta berdampak pada nilai universal luar biasa atau outstanding universal value (OUV). OUV adalah salah satu kriteria penilaian UNESCO dalam menetapkan sebuah situs sebagai warisan dunia.

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5/1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, pasal 18 menyebutkan bahwa dalam rangka kerja sama konservasi internasional, khususnya dalam kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya, kawasan suaka alam dan kawasan tertentu lainnya bisa ditetapkan sebagai cagar biosfer.

Sampai saat ini terdapat 14 cagar biosfer di Indonesia. Taman Nasional Komodo menjadi cagar biosfer pada 1977. Cagar biosfer Komodo dimaksudkan sebagai tempat penelitian, ilmu pengetahuan, dan pendidikan, serta mengamati dan mengevaluasi perubahan-perubahan yang terjadi pada kawasan yang bersangkutan. Dengan ditentukannya suatu kawasan suaka alam dan kawasan tertentu lainnya sebagai cagar biosfer, kawasan tersebut menjadi bagian dari pada jaringan konservasi internasional.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2011 tentang kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam, pasal 51 menyebutkan bahwa pemerintah bisa mengusulkan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam sebagai warisan alam dunia. Tujuannya agar cagar biosfer atau sebagai perlindungan tempat migrasi satwa internasional (ramsar site), kepada lembaga internasional yang berwenang. 

Selain Komodo, taman nasional yang masuk daftar warisan dunia adalah Taman Nasional Ujung Kulon di Banten dan Taman Nasional Lorenz di Papua. Sementara kawasan konservasi yang ada dalam daftar ramsar site adalah Taman Nasional Berbak, Taman Nasional Danau Sentarum, Wasur, Taman Nasional Rawa Opa Watumohai, Taman Nasional Sembilang, Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan Taman Nasional Tanjung Puting.

Jadi apabila kawasan konservasi menjadi kawasan kelas dunia, konsekuensinya pemerintah Indonesia harus mengikuti aturan main dari lembaga internasional tersebut. Termasuk di sebelum membangun infrastruktur di Pulau Rinca di Taman Nasional Komodo yang harus melaporkannya kepada Komite Warisan Dunia (WHC) UNESCO.

Pulau Rinca adalah habitat satwa langka komodo yang membentuk satu kesatuan ekosistem yang tak terpisahkan sebagaimana Pulau Komodo dan Pulau Padar yang tergabung dalam gugusan kawasan konservasi Taman Nasional Komodo. Taman nasional terbagi menjadi beberapa zona, di antaranya zona inti, zona penyangga, zona pemanfaatan, zona rimba, dan seterusnya.

Jumlah individu komodo di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur.

Zona inti adalah zona yang mendapat prioritas perlindungan yang tinggi (high protected priority), karena kawasan ini terdapat flora dan fauna yang unik dan khas yang menyatu dengan ekosistem yang melindunginya. Oleh karena itu zona inti harus steril dari pemukiman/bangunan dan aktivitas manusia (kecuali untuk penelitian).

Karena itu jika Pulau Komodo dan Pulau Rinca masuk dalam zona inti “Jurassic Park” Komodo sebenarnya tidak diperkenankan oleh aturan karena akan mengubah lanskap (bentang alam) Pulau Rinca. Tapi menurut Direktur Jenderal KSDAE Wiratno lokasi “Jurassic Park” Komodo berada di zona pemanfaatan.

Sebelum 2012, Pulau Padar hanya terdiri dari zona inti dan zona rimba. Perubahan terjadi pada 2012 melalui SK No. SK.21/IV-SET/2012 tentang zonasi Taman Nasional Komodo dengan mengonversi 303,9 hektare lahan di pulau itu menjadi zona pemanfaatan wisata darat. Mengapa jika lokasi “Jurassic Park” Komodo di Pulau Rinca ada foto truk bertemu komodo? Bukankah itu menunjukkan lokasi “Jurassic Park” adalah wilayah jelajah komodo. 

Meski UNESCO meminta proyek “Jurassic Park” Komodo dihentikan, pemerintah Indonesia bersikeras meneruskannya. Mengingat Taman Nasional Komodo sudah menjadi areal konservasi internasional, pengabaian itu akan menurunkan citra Indonesia di mata internasional. Bahkan mungkin status warisan dunia Taman Nasional Komodo akan dihapus.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain