Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 28 September 2021

Kebun Raya Bogor Dikelola Swasta. Apa yang Salah?

Pengembangan wisata dan pendidikan Kebun Raya Bogor dikelola swasta. Membandingkan dengan Kebun Raya Singapura.

Kebun Raya Bogor (Foto: Dok. FD)

SEBAGAI konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar habitatnya (ex situ), Kebun Raya Bogor (KRB) adalah salah satu dari beberapa bentuk lembaga yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Sejak 2020, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (kini Badan Riset dan Inovasi Nasional, BRIN) menyerahkan pengelolaannya kepada perusahaan swasta.

Baik atau burukkah kebijakan itu? Sebelum ke sana mari kita melihat aturan dan sejarahnya. 

Konstruksi Kayu

Selain PP 7/1999, Kebun Raya Bogor terikat Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.53/2006, P.01/2007, P.31/2012 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.22/2019 tentang lembaga konservasi.

Kebun Raya Bogor atau Kebun Botani Bogor adalah terletak di pusat Kota Bogor seluas 87 hektare. Kebun raya ini memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Pada awal 1800-an Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles, yang mendiami Istana Bogor dalam areal kebun raya dan memiliki minat besar dalam botani, tertarik mengembangkan halaman Istana menjadi sebuah kebun cantik.

Dengan bantuan para ahli botani, W. Kent, yang ikut membangun Kew Garden di London, Raffles menyulap halaman istana menjadi taman bergaya Inggris klasik. Inilah awal mula Kebun Raya Bogor dalam bentuknya sekarang.

Raffles mengangkat Profesor Caspar George Carl Reinwardt, botanis Jerman yang pindah ke Belanda, menjadi menteri bidang pertanian, seni, dan ilmu pengetahuan di Jawa dan sekitarnya. Ia tertarik menyelidiki berbagai tanaman untuk pengobatan.

Caspar memutuskan untuk mengumpulkan semua tanaman ini di sebuah kebun botani di Kota Bogor, yang saat itu disebut Buitenzorg (dari bahasa Belanda yang berarti "tidak perlu khawatir"). Reinwardt juga menjadi perintis di bidang pembuatan herbarium. Ia pendiri Herbarium Bogoriense.

Setelah kemerdekaan, LIPI menjadi pengelola Kebun Raya Bogor (KRB bersama dengan Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi, dan Kebun Raya Bali. Di bawah LIPI, KRB mempunyai beberapa fungsi, yakni riset atau menyimpan tumbuhan di luar habitat asli, eduwisata, jasa lingkungan, dan pendidikan.

Beralasan tak punya kompetensi mengelola Kebun Raya Bogor menjadi lokasi eduwisata, LIPI menjalin kerja sama dengan PT Mitra Natuna Raya sejak 2020. Perusahaan akan mengoptimalkan potensi fungsi wisata dan pendidikan.

PT Mitra Natuna Raya mendapatkan mandat mengembangkan potensi Kebun Raya Bogor dan mengemas eduwisata. Melanggarkah kerja sama ini?

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan maupun Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang lembaga konservasi sejak 2006 hingga 2019, Kebun Raya Bogor termasuk salah satu lembaga konservasi berbentuk kebun botani untuk kepentingan umum. Pengelolaannya bisa oleh perusahaan negara, swasta, atau lembaga penelitian, lembaga pendidikan, atau koperasi.

Regulasi saja tentu tidak cukup. Kebun Raya Bogor kini tak hanya sebagai areal rekreasi, sekaligus menjadi taman hutan penyeimbang lingkungan di tengah kota Bogor yang makin padat dan sibuk oleh kendaraan bermotor.

Ada yang mengkhawatirkan bahwa pengelolaan oleh swasta ini akan menyimpangkan fungsi dan manfaat Kebun Raya Bogor sebagai tempat penelitian. Namun Kepala Pusat Penelitian dan Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya BRIN Hendrian menepis kekhawatiran itu.

Menurut dia, alih kelola Kebun Raya Bogor kepada swasta tidak akan mengurangi muatan konservasi. Ia menjamin dan memastikan pengelolaan kebun raya akan seimbang karena eduwisata didesain dengan corak konservasi. Hendrian juga membantah bakal ada hotel bintang lima di dalam Kebun Raya Bogor. 

Pengelolaan Kebun Raya Bogor sebelum diserahkan ke swasta untuk manajemen eduwisata mirip di Singapura. Hanya saja di negeri jiran ini, pengelola Kebun Botani Singapura di bawah Pengelola Taman Nasional, bukan lembaga riset, kendati dalam sejarahnya yang didirikan sejak 1859 oleh Raffles, tujuan pendirian Kebun Botani Singapura untuk rekreasi lalu penelitian.

Di sini, pengelola Kebun Raya Singapura mendapatkan dukungan pembiayaan dari usaha sendiri berupa penjualan tiket, sewa, tempat parkir, biaya kursus, dan lain-lain. Setiap tahun, penerimaan kebun raya naik karena penduduk Singapura menjadikannya rendezvous, tempat bertemu, rekreasi, dan olah raga.

Selain pendapatan dengan usaha sendiri, pengelola Kebun Raya Singapura menerima donasi melalui Garden City Fund yang dibagi dalam empat nilai: di bawah US$ 10.000 (Rp 150.000.000), US$ 10.000-100.000, US$ 100.000-1 juta, dan di atas US$ 1 juta. Dalam laporan keuangan 2019, pengelola mengumumkan sumber pendapatan dari donasi mencapai US$ 3,5 juta atau Rp 52,5 miliar dari total pendapatan US$ 31,2 juta.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain