SITUS berita The Atlantis menurunkan artikel menarik dengan judul yang menohok: Deforestation is a Crime, deforestasi adalah kejahatan. Meski artikelnya mengulas tentang proposal baru mencegah deforestasi di Amerika Serikat, isunya menarik kita cermati.
Dalam proposal baru amendemen undang-undang yang disebut Lacey Act itu, para politisi Amerika mengajukan enam komoditas yang harus dicermati karena menjadi penyebab utama deforestasi: kelapa sawit, kedelai, peternakan sapi, bubur kertas, karet, dan coklat. UU ini hendak membedakan mana komoditas yang legal dan ilegal.
Politisi Amerika percaya bahwa selain perambah hutan, deforestasi acap terjadi karena aturan yang mendorong dan melegalkannya. Konsumsi enam komoditas itu acap memicu deforestasi karena konsumsi yang berlebihan dan kenaikan permintaan akibat bertambahnya jumlah penduduk bumi.
Di era krisis iklim merusak hutan dan lingkungan akan menjadi ekosida, atau kejahatan kemanusian besar yang setara dengan genosida. Para pengacara lingkungan sedang berjuang mengajukan proposal ke PBB agar diakui dalam Statuta Roma.
Deforestasi bisa juga tergolong kejahatan kerah putih. Sebab, deforestasi tak hanya melibatkan penebang, tapi eksekutif perusahaan, hingga pejabat pemerintah, bahkan sistem politik yang mengizinkannya.
Pada negara dengan kontrol pemerintah yang tinggi dalam kegiatan ekonomi politik, termasuk produksi, kejahatan kerah putih atau white collar crime cenderung terjadi di institusi pemerintahan. Bentuk ini banyak terjadi pada negara-negara berkembang di Asia Tenggara seperti Indonesia yang kegiatan ekonominya banyak dikelola oleh negara.
Berbagai kejahatan kerah putih di Asia antara lain korupsi, penyuapan, penipuan, cuci uang, penggunaan aset publik untuk kepentingan pribadi, penjualan gelap, dan penghindaran pajak. Di Indonesia, kejahatan ini menyangkut eksploitasi sumber daya alam seperti kehutanan, minyak dan gas, pertambangan mineral, dan sejenisnya.
Eksploitasi hutan alam Indonesia terjadi secara meluas dan masif, dengan berlindung pada kepentingan pembangunan tanpa mengindahkan kelestarian hutannya. Demi mengejar rente ekonomi, pemerintah Orde Baru fokus memberikan konsesi kepada korporasi dalam bentuk hak pengusahaan hutan (HPH) untuk menebang dan mengambil kayunya di hutan alam.
Pada akhir pemerintah Orde Baru, jumlah HPH mencapai angka tertinggi, yakni sekitar 600 unit HPH dengan mengusahakan areal hutan lebih dari 64 juta hektare atau 93,23% dari luas hutan produksi.
Setelah era Orde Baru, kejahatan di sektor kehutanan banyak terkuak. Pengusaha yang Berjaya di era ini banyak yang masuk penjara, termasuk pejabat yang memberikan izin membuka hutan untuk perkebunan kelapa sawit. Banyak putusan pengadilan mengungkap pengusaha menghindari membayar dana reboisasi dan pajak kayu.
Meski kejahatan di kehutanan banyak terungkap, belum ada opini publik yang mendorong bahwa deforestasi masuk dalam kejahatan. Artinya, mengubah hutan menjadi perkebunan, menggunduli hutan, untuk tujuan lain sehingga emisi karbon terlepas ke atmosfer, belum masuk sebagai kejahatan yang bisa diadili secara formal.
Kebakaran hutan, penebangan pohon, pembangunan perkebunan, dan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan, adalah kegiatan-kegiatan atas nama pembangunan yang mendorong deforestasi. Deforestasi menyebabkan krisis iklim.
Dalih pembangunan yang mengeksploitasi hutan perlu kita timbang lagi agar tak berdampak buruk pada lingkungan hidup. Caranya bisa dengan merumuskan bahwa deforestasi adalah kejahatan. Dengan begitu kita akan berubah dalam memandang hutan sebagai aset publik bangsa ini.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :