Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 15 Oktober 2021

Pentingnya DAS Prioritas bagi Kita

Masih perlukah DAS prioritas? Rehabilitasi hutan dan lahan belum menekankan pada kualitas.

Akses menuju gambut Katingan-Mentaya melalui jalur sungai dengan klotok (Foto: Asep Ayat/FD)

PADA 1980-an, Departemen Kehutanan Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas, bahkan super prioritas. Dari 17.000 DAS di Indonesia, sekitar 40 DAS dikategorikan sebagai DAS prioritas. Sementara DAS super prioritas berjumlah sekitar 10-15 unit. DAS super prioritas umumnya di Pulau Jawa seperti Citanduy, Citarum, Solo, Berantas.

Penentu kategori DAS prioritas, antara lain, dilihat luas lahan kritis, luas kawasan hutan, dan tutupan hutan (forest coverage) di daerah hulu, rasio debit air maksimal dan minimal, angka tekanan penduduk, kepadatan penduduk, keberadaan bangunan vital seperti waduk/bendungan dan seterusnya.

Konstruksi Kayu

Menurut pemerintah, tujuan pemberian nama atau label prioritas dan super prioritas sebagai suatu urutan klasifikasi kerusakan lingkungan suatu DAS untuk memudahkan penanganan pemulihannya.

Menurut para pakar hidrologi dan pengelolaan DAS (watershed management), DAS sehat apabila memenuhi tiga kriteria: rasio debit air maksimal dan minimal kurang dari 40, kualitas airnya baik, debit terkendali saat hujan maupun kemarau. 

Setelah berjalan selama lebih dari empat dekade, masih adakah DAS prioritas apalagi DAS superprioritas?

Hingga Juni 2021, menurut KLHK, lahan dalam DAS yang terpulihkan melalui rehabilitasi hutan dan lahan 2015-2021 secara kumulatif mencapai 1.142.530 hektare, dengan bangunan konservasi tanah dan air (KTA) sebanyak 29.910 unit.

Angka-angka itu tak akan berarti banyak jika rehabilitasi tak mengembalikan DAS ke dalam kriteria sehat. Sebab, kualitas rehabilitasi dalam memulihkan DAS mesti dilihat setelah 15 tahun, yakni masa dewasa usia pohon yang sempurna dalam berperan menopang ekosistem DAS.

Angka rehabilitasi sebelum 2015 sulit kita dapatkan sehingga sulit mengukur keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan sebelumnya. Jika kita asumsikan saja rata-rata setiap lima tahun rehabilitasi hutan dan lahan 1,5 juta hektare, selama masa itu rehabilitasi mencapai 14 juta.

Rekapitulasi data rehabilitasi menjadi sulit karena perlu estafet pemeliharaan dan pengawasan yang lama. Selama ini rehabilitasi diserahkan kepada proses alamiah. Padahal untuk tumbuh hingga dewasa, pohon membutuhkan empat tahap hidup: anakan, sapih tiang dan pohon, pemeliharaan, serta perawatan. Angka rehabilitasi yang tersaji pun hanya luas semata.

Pada 2014-2021, ada beberapa perbaikan pemulihan DAS, terutama DAS kritis. Ada penyempurnaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26/2020 tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan sebagai pengganti PP 76/2008.

Sayangnya pencabutan luas minimal hutan dan tutupan hutan minimal 30% dalam UU Kehutanan oleh UU Cipta Kerja menyebabkan arah pemulihan DAS menjadi samar dan kurang transparan.

Ada juga usaha mencegah deforestasi. Puncak deforestasi Indonesia pada 1996-2000 seluas 3,5 juta hektare tak terulang lagi. Deforestasi terus turun dari 462.400 hektare pada 2018-2019, berikutnya 450.000 hektare, dan 2000-2021 hingga Maret 2021 tinggal 115.500 hektare.

Pembangunan waduk juga naik. Sejak 2015, ada 65 bendungan yang dibangun di seluruh Indonesia. Tahun 2021 sepuluh bendungan waduk baru.

Bendungan-bendungan ini menambah volume tampung sebesar 1.106,04 juta meter kubik untuk irigasi pertanian seluas 109.790 hektare. Sementara penyediaan air baku 6,28 m3/detik, reduksi banjir sebesar 1.859,89 m3/detik, penyediaan energi 113,42 megawatt dan potensi pariwisata yang akan menumbuhkan ekonomi lokal.

Dengan data-data itu, menggolongkan DAS ke dalam kategori prioritas bahkan superprioritas tak lagi relevan. Semua DAS harusnya prioritas dijaga dan dipulihkan karena ia menopang ekosistem di sekitarnya. Tanpa melihat tujuan akhirnya, DAS prioritas hanya label yang tak bermakna apa-apa.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain