Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 19 Oktober 2021

Lagi, Harimau Sumatera Mati Terjerat di Riau

Harimau Sumatera mati sebanyak 50 ekor per tahun. Indonesia segera kehilangan satwa langka ini.

Harimau Sumatera yang mati terjerat setelah dievakuasi dari hutan (Foto: Dok. BKSDA Riau)

SETELAH di Aceh, harimau Sumatera juga ditemukan mati terjerat pada 17 Oktober 2021 di Riau. Harimau betina itu sudah hampir membusuk ketika ditemukan masyarakat dan dilaporkan ke kepolisian sektor Bandar Laksamana di Bengkalis. Polisi dan petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Riau memperkirakan harimau sudah mati lima hari sebelumnya.

Menurut Pelaksana Tugas Kepala BKSDA Riau Fifin Alfiana di wilayah tersebut masih marak perburuan harimau memakai jerat. “Ini bukan jerat hama, tapi memang jerat harimau,” kata Fifin kepada Forest Digest pada 19 Oktober 2021.

Konstruksi Kayu

Lokasi penemuan bangkai harimau Sumatera ini berada di areal hutan produksi yang bisa dikonversi, berjarak 12,85 kilometer dari suaka margasatwa Bukit Batu. Fifin menduga harimau itu dijerat untuk diperjualbelikan organnya.

Beberapa waktu sebelumnya, tim BKSDA Riau bersama polisi menangkap pelaku penjual kulit harimau di Riau. “Artinya, pasar organ harimau itu ada di sini,” kata Fifin.

Fifin mengakui kesulitan menjerat para pelaku pemasang jerat karena mereka acap kucing-kucingan dengan petugas. Sehingga operasi dan patroli rutin oleh BKSDA Riau, polisi, maupun tim penegakan hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan acap tak menemukan pelaku pemasang jerat harimau. 

Di Riau, kata Fifin, ada dua ancaman harimau, yakni pelaku pembalakan liar yang membuat habitat harimau tergerus dan pemasang jerat. Untuk pembalakan liar, kata dia, bisa dengan mudah ditemukan dan ditangkap karena penelusurannya relatif mudah. “Pelaku jerat harimau ini mesti memakai teknik intelijen,” katanya.

Menurut Fifin, pemasangan jerat untuk hama kebun, seperti babi hutan, juga sama bahayanya bagi harimau. Jika babi hutan habis karena mati terjerat, harimau akan kehilangan pakan mereka dan mendorong harimau keluar habitat sehingga berkonflik dengan manusia. 

Fifin yakin bahwa pemasang jerat adalah para pelaku penjualan organ harimau. Selain pelapor bangkai harimau itu adalah pemilik kebun di areal hutan produksi BKSDA juga sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tak memasang jerat untuk hewan apa pun. “Masyarakat peladang tak punya pengetahuan menjual organ harimau,” kata dia. 

Dari pengalamannya, Fifin mengatakan bahwa masyarakat pekebun takut berurusan dengan petugas BKSDA atau polisi. Karena itu jika ada masyarakat di sekitar kawasan hutan produksi yang terlibat dalam pemasangan jerat, mereka terprovokasi oleh orang luar kawasan yang berbisnis organ satwa langka. “Kami percaya masyarakat peladang bukan pelakunya,” kata Fifin.

Fifin memastikan akan menelusuri lebih jauh kematian harimau betina ini hingga menemukan pelakunya. Ia menduga jerat masih bertebaran di sekitar kawasan itu sehingga ia akan menerjunkan tim patroli untuk menemukan jerat lain di lokasi lain.

Jerat yang menewaskan harimau Sumatera betina di Riau (Foto: Dok. BKSDA Riau)

Fifin menghimbau kepada masyarakat agar bersama menjaga habitat harimau. Sebagai puncak predator, keberadaan harimau bermanfaat sebagai penyeimbang ekosistem. Jika ia punah, peladang akan terganggu dengan melimpahnya jumlah babi. Bagi siapa saja yang menemukan jerat atau informasi pelaku, Fifin menyarankan agar menghubungi pusat telepon 081374742981.

Harimau Sumatera kian terjepit di antara perburuan dan kehilangan habitat. Fragmentasi hutan yang dikonversi menjadi perkebunan menjadi biang keladi harimau Sumatera kain terancam punah. Perubahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit pada 2000-2012 membuat habitat harimau Sumatera tergerus sekitar 20%.

Menurut Persatuan Indonesia untuk Konservasi Alam, harimau Sumatera kini tinggal 400 ekor, dengan 300 ekor berada di pusat penangkaran. Jika usia harimau rata-rata 30 tahun dan selama hidupnya melahirkan sepuluh anak, dan 50 harimau mati per tahun, dalam 50-60 tahun ke depan harimau Sumatera akan punah.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain