Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 01 November 2021

Ambisi Besar COP26

Lebih dari 30.000 delegasi 200 negara berkumpul di Glasgow membicarakan janji menurunkan emisi dalam Konferensi Iklim COP26. Bumi menuju puncak krisis iklim.

Demonstrasi iklim di Jerman (Foto: Jeyaratman Cenicius/Pixabay)

KONFERENSI Perubahan Iklim, COP26 di Glasgow, Skotlandia telah dimulai hingga 12 November 2021. Pertemuan puncak yang dihadiri hampir 200 negara ini memiliki ambisi besar mewujudkan Perjanjian Paris: mempertahankan suhu tidak naik melebihi 1,50 Celcius yang dikenal sebagai puncak krisis iklim.

“Suhu global saat ini mengarah naik hingga 2,70 Celcius, sedangkan kita harusnya menekan tak lebih dari 1,5 derajat Celsius,” kata Patricia Espinosa, Sektretaris Ekskutif Perubahan Iklim PBB (UN Climate Change) dalam siaran pers pada 31 Oktober 2021. “Jelas, kita dalam darurat iklim, kita perlu ambisi yang lebih besar.”

Konstruksi Kayu

Laporan Panel Antarpemerintah PBB (IPCC) pada Agustus lalu menurunkan laporan hasil analisis terhadap proposal penurunan emisi 82 negara bahwa suhu bumi akan naik 1,50 Celsius dibanding masa praindustri 1800-1850 pada 2040. Dampaknya, bumi akan mengalami cuaca ekstrem, berkurangnya air bersih, hingga  punahnya spesies.

“Kita tidak punya pilihan selain menyukseskan COP26, kita harus memiliki tujuan yang sama,” kata Patricia. “Kita harus meninggalkan Glasgow dengan sekumpulan kebijakan yang mereflesikan semua negara.”

Konferensi COP26 tertunda selama satu tahun akibat pandemi covid-19. Terakhir, COP25 dilakukan pada 2019 di Madrid Spanyol. COP adalah forum tingkat tinggi tahunan bagi 197 negara untuk membicarakan perubahan iklim terkait United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) yang dibentuk pada 1992.

Dalam situs COP26 ada empat poin perundingan yang ingin tercapai melalui perundingan delegasi anggota PBB. Pertama, nol emisi (global net zero) dan mempertahankan suhu tak lebih dari 1,50 Celcius. Untuk mencapai ini ada beberapa hal yang perlu disepakati, seperti mencegah deforestasi, penggunaan kendaraan listrik, dan menghentikan penggunaan batu bara. 

Poin kedua, melindungi ekosistem dan habitat alam liar. Ketiga, dana untuk iklim. Negara-negara maju harus menjalankan komitmen untuk mengalokasikan dana paling tidak US$ 100 miliar untuk mengatasi perubahan iklim per tahun.

Terakhir, kerja sama semua negara termasuk menyepakati aturan detail Perjanjian Paris (Paris Rulebook) agar bisa berjalan. Salah satunya melalui mekanisme perdagangan karbon. Indonesia sudah memiliki Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon yang akan dibawa dalam perudingan COP26.

Presiden COP26 Alok Sharma optimistis forum ini bisa menyelesaikan isu-isu penting dan menyelesaikan negosiasi antar negara. Bahkan, kata dia, para delegasi akan bisa menyepakati ambisi besar untuk beberapa tahun ke depan. "Pertumbuhan hijau, pekerjaan yang ramah lingkungan, sumber energi yang murah dan bersih," kata Alok Sharma. 

Optimisme penyelenggara COP26 mungkin terasa berlebihan. Bukan saja karena negara yang mengajukan proposal NDC tak mencapai jumlah negara yang menyepakati Perjanjian Paris, banyak negara yang hanya berjanji menurunkan emisi tanpa kebijakan nyata. Itu kenapa aktivis iklim Greta Thunberg menyindir umbar janji itu dengan “blah-blah-blah” ketika berpidato dalam Youth4Climate Summit di Italia pada September lalu.

Indonesia bahkan tak menaikkan target menurunkan emisi dari proposal pertama 2016 sebesar 29% dengan usaha sendiri dari prediksi emisi 2,689 miliar ton setara CO2. Sama seperti Cina, target nol karbon bersih emisi atau net zero emission Indonesia baru direncanakan pada “2060 atau lebih cepat”, sepuluh tahun lebih lama dari Perjanjian Paris.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Penggerak @Sustainableathome

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain