AKHIRNYA, setelah hampir tiga tahun tak kunjung jelas, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon. “Ditandatangani pada 29 Oktober 2021,” kata Dini Purwono, juru bicara Presiden bidang hukum kepada Forest Digest.
Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon bernomor 98/2021. Peraturan ini akan menjadi dasar bagaimana Indonesia mengubah cara pandang terhadap konservasi, manajemen hutan, dan terutama mitigasi krisis iklim.
Indonesia memiliki target menurunkan emisi sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan internasional pada 2030 dari prediksi emisi sebanyak 2,869 miliar ton setara CO2. Perdagangan karbon akan menjadi salah satu proposal Indonesia dalam mencapai target itu.
Perdagangan karbon juga menjadi salah satu isu panas di Konferensi Iklim ke-26 atau Conference of the Parties COP206 di Glasgow, Skotlandia, pada 31 Oktober 2021 hingga 12 November 2021. Tidak mengherankan jika Presiden Jokowi menandatanganinya sebelum bertolak ke Italia menghadiri pertemuan negara-negara G20.
Dengan Perpres 98/2021 tentang nilai ekonomi karbon ini, Indonesia memiliki basis aturan dalam mempraktikkan perdagangan karbon. Dalam draf terakhir, pemerintah menambahkan pasal 70 dan pasal 75 yang mengatur mengenai sanksi.
Pada dasarnya, dengan Perpres Nilai Ekonomi Karbon ini, pemerintah hendak membangun pasar wajib bagi pelaku usaha yang memproduksi emisi.
Ada tiga jenis perdagangan karbon yang diatur dalam peraturan nilai ekonomi karbon: perdagangan emisi (cap and trade) antara dua pelaku usaha, pengimbangan emisi (carbon off set) berupa usaha penyerapan karbon sejumlah emisi yang diproduksinya, dan pembayaran berbasis kinerja.
Skema pembayaran berbasis kinerja mirip carbon off set. Lembaga internasional akan menghargai upaya pemerintah Indonesia menurunkan emisi atau menyerap karbon dengan harga per unit karbon. Atau pemerintah provinsi dari pemerintah pusat dan dari lembaga internasional dengan persetujuan pemerintah pusat.
Dalam cap and trade, pemerintah kelak akan menentukan batas emisi (cap) yang diizinkan bagi tiap sektor. Mereka yang memproduksi emisi melebihi batas itu harus membeli hak mengemisi kepada orang lain yang memproduksi emisi lebih rendah dari batas itu. Pilihan lain, ini jenis perdagangan ketiga, melakukan usaha penyerapan emisi di lokasi lain, seperti konservasi, restorasi gambut atau mangrove, menanam pohon.
Peraturan ini sudah lama ditunggu banyak pihak karena akan menentukan bisnis ke depan. Dengan peraturan ini, konservasi akan memiliki nilai tinggi dan nilai tambah. Mereka yang melakukan perlindungan lingkungan bisa menjual upaya itu kepada mereka yang memproduksi emisi atau mendapat penghargaan dari pemerintah pusat maupun lembaga internasional.
Cara ini pelan-pelan akan mengurangi emisi karbon Indonesia karena batasnya akan terus diturunkan sehingga sektor usaha yang memproduksi emisi dengan terpaksa mengganti teknologi rendah karbon untuk menekan biaya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjadi pejabat negara yang menerbitkan sertifikat tiap unit karbon sekaligus sebagai verifikator klaim penyerapan, jumlah emisi, hingga kalkulasi penghindarannya. Jumlah karbon yang terhindar atau bisa diserap itu akan menjadi bagian dari target mitigasi krisis iklim sebanyak 29% itu.
Penurunan emisi ini merupakan mandat dari Perjanjian Paris 2015. Sebanyak 197 negara, meski tidak semua meratifikasinya, diminta mengajukan target penurunan emisi dalam dokumen nationally determined contribution. Indonesia mengajukan NDC revisi pada akhir Juli tanpa merevisi target dari proposal pertama pada 2016.
Dalam Perpres Nilai Ekonomi Karbon, lingkup mitigasi krisis iklim melalui penurunan emisi meliputi nasional, provinsi, dan sektor usaha. Para pelaku usaha perdagangan karbon adalah kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pelaku usaha, dan masyarakat.
Selain para pelaku usaha dalam negeri yang mempraktikkan perdagangan karbon cap and trade, Perpres NEK juga mengizinkan perdagangan karbon di pasar luar negeri, dengan tidak menanggalkan kewajiban pencatatan emisi dalam NDC Indonesia. Ketentuan lebih detail soal ini akan diatur dalam peraturan Menteri LHK, pengganti Peraturan Nomor P.71/2017 tentang penyelenggaraan sistem registri nasional pengendalian perubahan iklim.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :