ROSIA Imbiri mendayung pelan perahu kayu kecil yang kami tumpangi. Perempuan 31 tahun warga kampung Kainui di Membrambo, Papua, ini membawa saya melihat pesisir yang baru ia tanami dengan bibit-bibit bakau atau mangrove.
Pesisir ini berada di teluk kecil di dekat kampung Kainui. Kami berkeliling menyusuri pesisir yang airnya sedang pasang. Pada malam biasanya air surut dan pagi air kembali meti atau naik. Bakau di pedalaman pesisir terlihat rimbun, namun di bagian luarnya gundul.
Penduduk kampung Kainui mendapatkan bantuan menanam mangrove lewat program pemulihan ekonomi nasional (PEN) melalui Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Memberamo. PEN Mangrove 2021 merupakan kerja sama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove. Kolaborasi program ini dilakukan di sembilan provinsi prioritas. Salah satunya di Papua.
Total ada 20 hektare alokasi penanaman 66.000 bibit bakau jenis Rhizophora di Kainui. Masyarakat mengambil bibit dari pohon-pohon bakau sekitar kampung Kainui. Mereka memilih propagul (buah bakau berbentuk panjang serupa lilin yang agak melengkung) yang baik sebagai bibit.
Jika bagian kuncup mangrove sudah siap berkembang dan mengeluarkan pucuk-pucuk muda, penduduk akan langsung menanamnya di pesisir. Jika kuncup masih muda, mereka meletakkannya di polybag sampai pucuk keluar dan siap tanam.
Umumnya warga Kainui tinggal di daratan. Mereka mendirikan kampung hunian sederhana. Di pesisir ada beberapa rumah singgah bertiang tinggi yang jadi tempat istirahat nelayan di sela mencari ikan dan merawat mangrove.
Budaya pesisir amat kental di Kainui. Turun temurun mereka nelayan dan mencari berbagai biota laut yang hidup dan berkembang biak di ekosistem mangrove. Di samping itu, mereka sekaligus juga menjadi petani pekebun.
Di rimbunan bakau terlihat berbagai jenis ikan seperti bandeng, bolana (belanak), dan samandar (baronang). Ada juga bia (kerang bakau) dan kepiting bakau. Masyarakat Kainui juga menyambi menjadi petani kebun dengan menanam terong, ketimun, kacang dan cabai.
Rosia menunjukkan mangrove yang ia dan kelompoknya tanam sepekan sebelumnya. Pucuk-pucuknya sudah bermunculan, berderet rapi di pesisir. Ia menjelaskan ulang bagaimana mencari, menanam, hingga merawat bahkan menyulam bibit mangrove yang mati atau hanyut terbawa arus air laut.
Di Kainui, ia salah satu dari dua perempuan yang mendapat bantuan PEN mangrove. Meski begitu, hampir seluruh penduduk Kainui turut serta dalam penanaman ini. Kelompok lalu membagi bantuan itu sesuai hari kerja. Dengan begitu PEN, meski penerima harus berkelompok, diterima oleh seluruh penduduk kampung.
Di Papua, pencarian dan penanaman bibit dimulai dengan upacara adat. Di dalamnya ada ritual pengucapan mantra sebagai bentuk pengharapan agar semua proses berjalan lancar.
Menurut penjelasan beberapa staf BPDASHL Memberamo, di beberapa lokasi di Papua ada beberapa kampung yang biasanya menolak program bantuan karena ketidakpercayaan pada program pemerintah. Namun untuk bantuan PEN ini semua menerimanya.
Saya sempat bertemu dengan tetua adat di satu kampung yang awalnya menolak bantuan PEN. Namun, dengan pendekatan kekeluargaan staf BPDASHL Membramo ia menerima bantuan itu dan mengerahkan penduduk terlibat dalam program restorasi mangrove ini.
Di beberapa bagian pesisir Kainui, Rosia Imbiri menunjukkan mangrove yang lebih dulu ditanam. Di bagian ini kuncup mangrove sudah terlihat mengeluarkan tunas. Perjalanan berperahu bersama Rosia adalah perjalanan komplet: mendapat cerita, melihat mangrove yang tumbuh, dan kelak menjaga pesisir kampung ini dan memberikan penghidupan.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Board Kawal Borneo Community Foundation dan anggota The Climate Reality Leaders of Indonesia.
Topik :