Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 06 November 2021

Setengah Hati Mencegah Deforestasi

Ada berbagai definisi deforestasi. Datanya pun jadi beda-beda.

Deforestasi di areal eks HPH di Hutan Harapan, Jambi (Foto: Asep Ayat/FD)

DALAM  Forest Digest 21 Oktober 2020 lalu, saya menulis tentang kontroversi deforestasi yang membahas tentang pengertian deforestasi yang berbeda-beda antar lembaga negara. Akibatnya, angka deforestasi selalu tidak sama. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga tak secara terbuka merilis angka deforestasi secara kumulatif dari tahun ke tahun.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, misalnya, hanya menyebut angka deforestasi Indonesia menurun tajam dari 3,5 juta pada 1996-2000 menjadi 0,44 juta hektare. Publikasi periodic deforestasi baru terbit sejak 2006, itu pun acap memicu kontroversi soal metodologinya.

Konstruksi Kayu

Kini deforestasi sedang naik daun setelah Siti Nurbaya membuat tulisan di Twitter yang tak akan menghentikan pembangunan besar-besaran atas nama menekan emisi karbon dan deforestasi. Sebelum investasi membuka hutan pada 1968, deforestasi relatif kecil. Deforestasi hanya akibat perladangan berpindah masyarakat yang tak berdampak pada lingkungan.

Penyebab deforestasi, antara lain, pengelolaan hutan secara intensif pada areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), konversi kawasan hutan untuk penggunaan oleh sektor lain, seperti perluasan pertanian, pertambangan, perkebunan dan transmigrasi, pengelolaan hutan yang tidak lestari; pencurian kayu atau penebangan liar; perambahan dan okupasi lahan pada kawasan hutan serta kebakaran hutan.

Para peneliti membedakan penyebab deforestasi dan degradasi hutan antara penyebab langsung (direct), sangat langsung (immediate), yang dekat (proximate), dan utama (primary) dengan penyebab tidak langsung (indirect), mendasar (underlying), dan sekunder. Selain itu, ada penyebab lain seperti pembangunan infrastruktur, permintaan untuk ekspor kayu bulat, pertumbuhan dan kepadatan penduduk, urbanisasi dan perluasan daerah perkotaan, harga-harga komoditas (kayu bulat, kelapa sawit, batu bara, bauksit, dan nikel), aksesibilitas geografis Indonesia terhadap pasar, kemiskinan, keamanan penguasaan lahan dan konflik, serta upah dan pekerjaan pasca panen

Deforestasi secara umum diartikan sebagai menghilangnya hutan untuk tujuan lain yang menghapus fungsinya. Food and Agriculture Organization (FAO) mendefinisikan deforestasi sebagai konversi hutan menjadi penggunaan lahan lain atau pengurangan tutupan tajuk pohon dalam jangka panjang di bawah ambang batas 10%. Istilah “jangka panjang” bagi Indonesia jadi rumit karena laju pertumbuhan kembali vegetasinya yang tinggi.

Surat Keputusan Menteri Kehutanan Indonesia Nomor 30/2009 mendefinisikan deforestasi sebagai perubahan permanen areal berhutan menjadi areal tidak berhutan sebagai akibat dari kegiatan manusia. Defnisi “perubahan permanen” menunjukkan pentingnya hutan alam.

Kawasan hutan alam dengan pengurangan stok sementara yang kemudian mengalami regenerasi tidak dapat dikatakan telah mengalami deforestasi. Tapi hutan alam Indonesia yang telah berubah menjadi lahan tidak berhutan jarang tumbuh kembali menjadi hutan alam.

Areal tersebut sangat sering dimanfaatkan untuk tujuan non-kehutanan. Regenerasi hutan setelah tahapan suksesi yang terjadi di areal tersebut paling sering terganggu oleh kegiatan manusia.

Untuk kepraktisan, sejak 2018 pengertian deforestasi adalah konversi permanen satu kali dari penutupan lahan hutan alam menjadi kategori penutupan lahan lain. Istilah ini diperkenalkan dalam sebuah dokumen Aliansi Iklim Hutan Indonesia (Indonesia Forest Climate Alliance), dan logika umum dari definisi ini adalah “deforestasi kotor” (gross deforestation).

“Deforestasi bruto” hanya menghitung apa yang telah hilang (penebangan hutan alam) dan tidak mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan kembali hutan (baik secara alami maupun intervensi manusia). Juga tidak mempertimbangkan serapan karbon dari pertumbuhan kembali hutan. Deforestasi bruto berbeda dengan “deforestasi netto” di mana hutan sekunder yang tumbuh kembali dan penanaman masuk ke dalam perhitungan. 

Indonesia masih mendua merespons deforestasi. Apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk mencegah deforestasi? Beberapa programnya bermasalah:

Moratorium hutan alam primer dan gambut. Berupa menghentikan izin baru usaha pemanfaatan hutan pada hutan alam primer dan gambut. Kedua jenis hutan ini akan dipertahankan seluas 66,3 juta hektare. Ternyata luas ini memasukkan hutan konservasi yang secara aturan memang tak boleh diubah. Setelah dikurangi, hutan yang tak akan dibuka kembali untuk bisnis seluas 39 juta hektare—sepertiga total luas hutan Indonesia.

Hutan produksi 68,4 juta hektare hampir sebagai besar sudah tidak ada lagi yang berbentuk hutan alam primer, karena semua kawasan hutan produksi telah menjadi area konsesi. Konsesi adalah deforestasi legal atau deforestasi terencana karena pembabatan hutannya memakai izin negara.

Deforestasi legal di hutan lindung. Ini yang dimaksud Menteri Siti Nurbaya yang mencontohkan membuat jalan penghubung antar wilayah guna membuka isolasi masyarakat yang bermukim di dalam atau di sekitar hutan. Mekanisme melalui persetujuan/izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan non kehutanan, seperti infrastruktur, pertambangan, proyek strategis nasional. Deforestasi di hutan lindung ini bahaya jika masif.

Meski begitu kebijakan dan usaha pemerintah menekan deforestasi layak diapresiasi. Perhutanan sosial, rehabilitasi, restorasi, pencegahan kebakaran hutan, menerapkan manajemen hutan lestari di konsesi. Lalu mengapa Siti Nurbaya membuat pernyataan yang seolah menegasikan semua pencapaian itu? Selain membuat gaduh juga menunjukkan komitmen setengah hati menurunkan deforestasi.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain