Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 08 November 2021

Krisis Iklim Mengancam Koala

Krisis iklim mengancam koala, selain deforestasi. Juga penyakit menular seksual manusia.

Koala Australia (IlustrasI: Storyset.com/nature)

POPULASI koala di Australia kian terancam. Selain oleh perubahan iklim dan deforestasi, penyakit chlamydia, penyakit menular seksual yang biasa menginfeksi manusia, menyebar pada satwa ini.

Chlamydia disebabkan oleh infeksi bakteri. Lebih dari 100 juta orang di dunia terinfeksi penyakit yang bisa menyebabkan kemandulan ini. Bagi koala, chlamydia yang tidak terkontrol membuat mereka buta, kemandulan bahkan kematian.

Konstruksi Kayu

Koala yang terinfeksi chlamydia sebenarnya bisa disembuhkan dengan antibiotik. Masalahnya, antibiotik bagi koala bisa menghancurkan usus halus yang dibutuhkan saat mereka mengonsumsi eukaliptus. Dampaknya, koala mati kelaparan setelah sembuh dari virus Chlamydia.

Penyakit ini menyebar cepat. Menurut Mark Krockenberger, profesor patologi hewan di University of Sydney, pada 2018 penyebarannya sangat rendah di Gunnedah, New South Wales. Hanya sekitar 10 persen. Pada 2015 naik menjadi 60%. Sekarang 85% populasi koala terinfeksi virus ini.

"Koala betina yang terinfeksi akan menjadi tidak subur, jika mereka bertahan hidup, mereka tidak bisa berkembang biak," kata Mark Krockenberger seperti dikutip dari CNN.

Situasi ini menambah rumit konservasi koala, kebakaran hebat di Australia pada 2019-2020 menewaskan 60 ribu koala. World Wide Fund for Nature (WWF) menyebut kebakaran itu berdampak pada 3 miliar hewan. Mereka mati atau kehilangan habitatnya. 

Menurut Australian Koala Foundation, kini populasi koala 32-58 ribu. Sebelumnya pada 2018 jumlahnya mencapai 82 ribu ekor.

Angka tersebut turun drastis bila kita satu abad lalu yang jumlahnya mencapai 8 juta ekor. Koala terus surut akibat perburuan, perdagangan liar, rusaknya habitat mereka akibat deforestasi dan perubahan iklim.

International Union for the Conservation of Nature's (IUCN) memasukkan koala ke dalam daftar merah: spesies yang terancam punah.

Para ilmuwan saat ini tengah mencoba vaksin melawan chlamydia untuk melindungi koala. "Strategi ini berisiko tinggi, bila tak berhasil, populasi lokal akan punah," ujar Krockenberger. 

Ketika dihadapkan dengan ancaman terhadap habitat dan pasokan makanan koala, chlamydia mungkin tampak seperti masalah sekunder.

Tetapi dengan populasi yang terus berkurang, para ahli mengatakan reproduksi tidak pernah lebih penting.

Ada dua jenis chlamydia yang menginfeksi koala di Australia, salah satunya chlamydia pecorum, jenis ini rata-rata yang menyebar di populasi.

Sebuah makalah yang diterbitkan pada September 2020 di FEMS Microbiology Reviews mengatakan jenis chlamydia yang lebih berbahaya mungkin berasal dari ternak domestik yang dibawa ke Australia oleh penjajah Eropa pada abad ke-19.

Penyakit ini menyebar pada populasi koala melalui reproduksi dan perilaku sosial yang berhubungan dengan perkawinan. Menurut University of Sydney, tingkat infeksi di beberapa populasi koala daratan di Queensland, NSW dan Victoria bisa mencapai 100 persen, membuat mereka sama sekali tidak subur.

Sebuah studi di Journal of Applied Ecology pada Maret 2018 juga menemukan bahwa dari 291 koala yang diperiksa selama empat tahun, 18 persen telah meninggal karena clamydia atau komplikasi terkait.

Tentu ini menambah persoalan, perubahan iklim membuat Australia rentan kebakaran, seperti yang terjadi pada 2019. Hawa panas juga membuat koala mudah terkena penyakit.

Menurut Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO), suhu Australia menghangat rata-rata sekitar 1,44 derajat sejak 1910.

"Kombinasi perubahan iklim dan hilangnya habitat membuat koala stres kronis," kata Peter Timms, profesor mikrobiologi University of Sunshine Coast. Akibatnya, sistem imun mereka turun dan mudah terkena penyakit, seperti chlamydia.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Penggerak @Sustainableathome

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain