Kabar Baru| 14 November 2021
COP26 Selesai. Apa Hasilnya?
KONFERENSI Iklim ke-26 atau COP26 di Glasgow, Skotlandia, berakhir pada 13 November 2021. Setelah melalui perundingan yang intens selama dua pekan, para negosiator iklim yang berasal dari 197 negara menandatangani Pakta Iklim Glasgow. Apa itu?
Pakta Iklim Glasgow atau The Glasgow Climate Pact adalah kesepakatan para juru runding sebagai hasil final COP26. Tiga hasil yang menonjol adalah menghentikan pembangkit listrik energi batu bara secara bertahap, terus menjaga suhu bumi tidak naik 1,50 Celsius, dan mempercepat mitigasi krisis iklim dengan meninjau komitmen penurunan emisi 2030 dalam nationally determined contribution atau NDC tiap negara pada 2022.
Pada COP sebelumnya, tinjauan atas komitmen menurunkan emisi akan dilakukan pada 2023. Percepatan setahun merupakan langkah maju dari perundingan alot yang diplomatis semacam Konferensi Iklim. “Kami telah membuat 1,5C tetap hidup,” kata Presiden COP26 Alok Sharma dalam pidato penutupan. “Saya akan mengatakan, bagaimanapun, ini adalah kemenangan yang rapuh.”
Perundingan yang menghasilkan Pakta Iklim Glasgow, menurut Alok, juga menyelesaikan Panduan Paris atau Paris Rulebook yang didiskusikan selama enam tahun sejak Perjanjian Paris pada 2015 dengan menetapkan cara mencapai target menekan suhu 1,5C. Pasal 6 Perjanjian Paris mengatur tentang perdagangan karbon sebagai kerangka kerja mitigasi krisis iklim.
Panitia COP26 mengklaim kesepakatan Glasgow telah melangkah lebih jauh dari sebelumnya dalam mengenali dan mengatasi kerugian dan kerusakan dari dampak perubahan iklim yang ada. Salah satunya adalah desakan kepada negara maju menyediakan pembiayaan adaptasi krisis iklim pada 2025 untuk negara berkembang.
Dua tahun lalu, ketika Inggris memutuskan menjadi tuan rumah COP26 bersama Italia dalam pertemuan pemimpin negara G20, hanya 30% negara yang menyatakan akan mencapai nol bersih. Setelah COP26 jumlahnya naik menjadi 90%.
Nol bersih emisi atau net zero emission adalah mandat Perjanjian Paris 2015 yang menetapkannya pada 2050. “Dalam periode dua tahun ini 154 negara mengajukan target nasional penurunan emisi baru, yang mencakup 80% penyumbang emisi global,” tulis panitia dalam rilis.
Hal paling penting dari COP26 adalah adanya kemauan dan kesediaan banyak negara menghentikan pemakaian batu bara sebagai sumber energi. Negara dan lembaga juga setuju menyetop pembiayaan eksploitasi energi fosil.
Rilis panitia juga menegaskan kembali Deklarasi Glasgow tentang penghentian deforestasi 2030. Rilis itu menyebut “Kami telah melihat komitmen nyata melindungi habitat alami yang berharga, dengan 90% dari hutan dunia akan dijaga oleh 130 negara dengan mengakhiri deforestasi pada 2030”. Panitia mungkin luput memeriksa pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia di Twitter sehari setelah deklarasi itu.
Bagi Indonesia hasil COP26 Glasgow ini penting karena menyangkut dua penyebab utama krisis iklim: pemakaian energi fosil dan deforestasi. Kombinasi keduanya menyumbang 80% emisi global dan di Indonesia 71%.
Di Indonesia keduanya bertemu dalam izin pinjam pakai kawasan hutan, kewenangan Menteri Siti. Penambangan batu bara di kawasan hutan memerlukan izin ini sehingga dampak deforestasi makin parah karena menghasilkan emisi berlipat-lipat akibat pembakaran batu bara.
Panitia COP26 juga mencatat komitmen dan janji produsen kendaraan dunia yang segera memproduksi dan memasarkan mobil nol emisi mulai 2035. Bahkan beberapa negara serta kota menentukan tahun spesifik penghentian mobil berbahan bakar bensin dan diesel.
Kebijakan saat ini membuat dunia berada di jalur menuju kenaikan suhu yang menghancurkan. Tetapi pekerjaan yang dilakukan oleh para ahli independen di Climate Action Tracker, lembaga independen yang menganalisis target NDC, menunjukkan bahwa dengan implementasi penuh dari komitmen kolektif baru kebijakan menurunkan emisi bisa menahan kenaikan suhu hingga 1,8C.
Para analisis Climate Tracker melihat bahwa ambisi dan janji negara dalam COP26 akan lumayan berdampak pada planet bumi. “Meskipun denyut nadinya lemah, kita bertahan untuk menepati janji dan menerjemahkan komitmen mencegah suhu bumi naik 1,5C menjadi tindakan cepat,” kata Alok Sharma.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :