BADAN Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) merilis foto deforestasi Papua. Menurut rilis mereka, deforestasi Indonesia cenderung tinggi, meski turun dalam periode 2017-2019. Meski begitu, kata NASA, melambatnya deforestasi karena ada perpindahan pembukaan hutan dari wilayah barat Indonesia ke wilayah yang belum tereksploitasi selama ini.
Apa yang disampaikan NASA sebetulnya bukan hal baru. NASA juga mengutip studi-studi terdahulu tentang penggundulan hutan Papua oleh perkebunan kelapa sawit atau hutan tanaman industri dan HPH hutan alam. Soal eksploitasi bergeser ke timur juga sudah diulas di banyak studi.
Misalnya, studi Yayasan Auriga Nusantara yang menyebutkan bahwa luas hutan Papua menyusut 663.443 hektare dalam dua dekade terakhir. Deforestasi pada 2001-2010 mencakup 29% dari total luas tersebut dan paling masif terjadi pada 2011-2019 seluas 71%. Rata-rata kehilangan hutan Papua, menurut perhitungan Auriga, seluas 34.918 per tahun.
Luas hutan Papua 33,85 juta hektare, 74,31% dari total luas provinsi yang berbagi daratan dengan Papua Nugini ini. Luas tersebut sekitar 1% dari luas permukaan bumi. Namun, menurut NASA, perannya besar karena menjadi rumah bagi 10% spesies tumbuhan, 12% spesies mamalia, dan 17% spesies burung.
Deforestasi yang dipotret NASA terjadi pada 2002-2019. Memakai satelit bekerja sama dengan University of Maryland, mereka memindai kehilangan hutan per tahun. Penyebabnya, NASA mengutip studi David Gaveau, adalah perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri.
Studi Gaveau menyebutkan bahwa penyusutan luas hutan dalam dua dekade terakhir menyumbang 2% kehilangan hutan di Papua. Rinciannya, 28% dibuka untuk industri perkebunan (pulp dan kelapa sawit), 23% untuk ladang berpindah, 16% tebang pilih, 11% untuk peluasan sungai dan danau, 15% untuk perkotaan dan perluasan jalan, 5% kebakaran, dan 2% untuk pertambangan.
NASA mengutip Kemen Aurstin, Analis Organisasi Riset Nirlaba RTI Internasional dan penulis studi tentang pemicu deforestasi di Indonesia tahun 2019: “Papua menjadi lahan baru investasi infrastruktur sehingga pertanian dan perkebunan di wilayah ini menarik secara ekonomi.”
Merespons publikasi NASA, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan rilis pada 14 November 2021 yang menyebutkan bahwa foto satelit NASA itu tak bisa jadi acuan menggambarkan laju deforestasi tahunan hutan Papua.
Apa yang ditampilkan NASA, menurut rilis KLHK itu, adalah izin konsesi perkebunan kelapa sawit PT Dongin Prabhawa di Merauke, Provinsi Papua, tahun 2009 seluas 34.057 hektare. Rilis KLHK bahkan secara spesifik menuliskan bahwa izin pembukaan hutan diterbitkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014) dengan Menteri Kehutanan dijabat politikus Partai Bulan Bintang, Malem Sambat Kaban.
Menurut KLHK foto 2002 dan 2019 itu tidak relevan untuk menarik kesimpulan deforestasi Papua dengan melihat penggundulan hutan di satu konsesi saja. “Ini seperti deforestasi yang direkayasa terjadi di era Jokowi,” tulis rilis yang menerakan penanggung jawab Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Nunu Anugrah. Menurut rilis itu, kini 70% hutan Papua masuk dalam peta moratorium pembukaan hutan secara permanen.
Di Papua ada sekitar 50 perusahaan kayu, HPH dan HTI, dan 54 perusahaan kelapa sawit yang beroperasi dengan luas konsesi lebih dari 5 juta hektare. Majalah Tempo dalam edisi pekan lalu mempublikasikan penelusuran operasi perusahaan kayu di Papua. Menurut temuan majalah ini, bahkan dalam deforestasi legal sekalipun banyak pelanggaran-pelanggaran aturan dan prinsip-prinsip manajemen hutan lestari.
Menurut Nunu Anugrah, hampir seluruh pelepasan kawasan hutan di Papua dan Papua Barat untuk perkebunan kelapa sawit diberikan oleh era pemerintahan sebelumnya (2005-2014). “Sehingga tidak benar bahwa kesalahan deforestasi dimaksud seperti direkayasa data seolah di era Presiden Jokowi,” tulis Nunu.
Rilis KLHK terjebak pada perkubuan rezim pemerintahan antara era Susilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat dan Joko Widodo dari PDI Perjuangan. Padahal izin pembukaan hutan yang menjadi penyebab deforestasi terbit dari kementerian yang berkantor di gedung yang sama sejak 1976.
Data Auriga juga menunjukkan sebanyak 72 surat keputusan pelepasan kawasan hutan dengan total 1,55 juta hektare terjadi pada 1992 hingga 2019. Sebanyak 84% pelepasan kawasan hutan itu untuk pertanian dan perkebunan. Dari luas tersebut, hampir 1.145.902 hektare telah mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan untuk sawit yang masih memiliki tutupan hutan.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :