Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 15 November 2021

Senjakala Batu Bara

Cina dan India menganulir kesepakatan COP26 menghentikan batu bara.

Emisi sektor energi pembangkit listrik batu bara (Foto: Catazul/Pixabay)

KETEGANGAN terjadi pada menit-menit akhir konferensi iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia. Cina dan India mengajukan perubahan krusial dalam kesepakatan konferensi selama dua pekan yang berakhir 12 November 2021.

Akibat tekanan dua produsen emisi batu bara terbesar di dunia ini, Konferensi diundur satu hari sehingga baru ditutup Sabtu sore pada 13 November 2021.

Konstruksi Kayu

Cina dan India meminta perubahan kata "menghapus" penggunaan batu bara sebagai energi pembangkit listrik menjadi "menurunkan secara bertahap." Keduanya berhasil.

Presiden COP26 Alok Sharma sampai menangis ketika menutup sesi perundingan yang menerakan pemakaian batu bara dikurangi secara bertahap sesuai keinginan Cina dan India. Ia menyebutnya kesepakatan yang rapuh. "Cina dan India harus menjelaskan soal ini kepada negara-negara yang rentan terdampak krisis iklim," ujar Presiden COP26 Alok Sharma kepada BBC.

Meski kecewa berat, Alok Sharma mengatakan intervensi India dan Cina di putaran akhir bukan berarti kegagalan. "Untuk pertama kalinya kita menyebut batu bara dalam keputusan COP. Ini tentu bersejarah," katanya. 

Ketika Inggris mengambil peran presidensi COP26 dua tahun lalu, secara terang menyatakan ingin mencoba menghentikan penggunaan batu bara sebagai energi. Upaya ini sejalan dengan Perjanjian Paris 2015 yang menetapkan nol bersih emisi 2050.

Kepala Perubahan Iklim PBB Patricia Espinosa mengatakan penyebutan energi fosil dan batu bara adalah langkah besar. Namun, menurut dia, dunia perlu menyeimbangkan konsekuensi sosial pemakaian atau penghentian batu bara, terutama bagi negara-negara miskin.

Menteri Lingkungan Hidup India Bhupender Yadav mengatakan India berusaha menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang. Menurut dia, negara berkembang berhak mendapatkan anggaran yang adil soal karbon, termasuk penggunaan energi fosil. “Energi fosil telah membawa dunia mencapai pertumbuhan yang tinggi, bahkan negara-negara maju belum sepenuhnya menghapus batu bara,” kata Yadav. 

Direktur Eksekutif Greenpeace Internasional Jennifer Morgan menanggapi perubahan kesepakatan itu mengatakan bahwa kata-kata bisa diubah tapi dunia tidak bisa menyangkal bahwa sinyal era batu bara segera berakhir. "Bila Anda eksekutif perusahaan batu bara, COP26 ini adalah hasil yang buruk," kata Morgan dalam keterangan tertulis.

Menurut Morgan, seluruh negara memiliki tujuan yang sama, termasuk negara yang masih menggunakan batu bara, yakni beralih ke energi bersih. Agar tujuan ini tercapai, negara-negara kaya harus membantu. 

COP26 di Glasgow, telah berakhir 13 November 2021. Kesepakatan terakhir untuk menjaga suhu bumi tak naik 1,5C tetap hidup. Salah satunya dengan cara menghentikan penggunaan energi fosil termasuk batu bara agar memangkas emisi 45% pada 2030.

Meski begitu, konsekuensi tak menghapus batu bara adalah emisi akan naik dalam dua dekade terakhir. Akibatnya, alih-alih bisa mencegah suhu bumi tak naik, para ahli mengatakan suhu bumi akan melampaui 2C.

Jika kembali ke rencana mencegah suhu naik 1,5C, jumlah emisi yang dipangkas harus lebih tinggi lagi, yakni 68% pada 2030. Kini produksi emisi mencapai 52 miliar ton, naik sekitar 3 miliar ton dibanding saat Perjanjian Paris 2015. 

Perjanjian Paris menjadi konferensi penting karena untuk pertama kalinya 197 negara sepakat mengurangi emisi dengan mengajukan proposal penurunan emisi dalam negeri melalui dokumen NDC. Bahkan nol emisi bersih 2050 muncul dalam konferensi di pinggiran Paris ini.

Dengan revisi kesepakatan COP26 oleh Cina dan India itu, mencapai target memangkas emisi, seperti kata Alok Sharma, melemah kembali. Batu bara menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar. Tahun lalu emisi pembakaran energi fosil sebanyak 34,81 miliar ton setara CO2.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Penggerak @Sustainableathome

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain