Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 18 November 2021

Sumur Resapan Jakarta: Bisakah Mengendalikan Banjir?

Efektifkah 1 juta sumur resapan mengendalikan banjir Jakarta? Menurut perhitungan tidak cukup.

Pembuatan sumur resapan di Jakarta Timur (Foto: timur.jakarta.go.id)

PEMERINTAH Jakarta membangun jutaan sumur resapan, bahkan memakai trotoar, di pinggir jalan layang, bahkan di pinggir kali. Wakil Gubernur Jakarta Ahmad Riza Patria beralasan penempatan sumur resapan untuk mengendalikan banjir di lokasi-lokasi tak biasa itu karena ibu kota kekurangan lahan.

Dari target 1 juta sumur resapan, yang terealisasi baru 15%. Pemerintah Jakarta memilih sumur resapan sebagai pengendali banjir saat musim hujan untuk mewujudkan janji Gubernur Anies Baswedan genangan banjir bisa terserap dalam waktu enam jam. Efektifkah sumur resapan sebagai pengendali banjir?

Sumur resapan adalah duplikasi daerah resapan atau tangkapan air dalam skala kecil. Dalam UU 26/2007 kawasan resapan masuk kategori kawasan lindung, yaitu wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan yang memberikan pelindungan kawasan bawahannya, antara lain, kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air.

Banjir dan genangan air Jakarta tidak hanya karena curah hujan tinggi, juga karena volume air dari hulu di Bogor. Artinya, kawasan lindung di daerah hulu dan sub DAS bagian tengah sudah tidak berfungsi. Dalam konteks resapan air, wilayah Kabupaten Bogor (Sukaraja, Cibinong, Bojonggede, Cimanggis), Kota Bogor (Bogor Timur, Bogor Utara, dan Tanah Sareal) dan Kota Depok (Pancoran Mas, Sukmajaya, dan Beji) berperan sebagai daerah resapan air.

Karena itu pemerintahan kolonial Belanda membangun banyak situ (danau) di sepanjang DAS tengah Ciliwung ini. Ketika hujan lebat, limpasan air hujan dan sungai tidak langsung mengalir deras ke daerah yang lebih rendah, tetapi ditangkap oleh situ. Maka apa yang terjadi jika resapan ini hilang? Air akan meluncur langsung ke Jakarta.

Air yang mengalir deras juga tak akan terserap oleh akuifer. Akuifer adalah istilah bagi lapisan tanah dengan rongga udara yang dapat meloloskan air ke bagian bawah tanah. Jika kawasan resapan air termasuk situ terjaga dengan baik, air tanah akan menjadi sumber cadangan air bagi masyarakat, terutama ketika musim kemarau.

Setelah masuk musim kemarau, pemasukan air tanah di akuifer mengandalkan lereng utara Gunung Gede, Pangrangro, Salak, Halimun, sungai, serta rawa atau situ. Namun, jumlah situ semakin sedikit sehingga sumber air yang disimpan serta diserap akuifer juga semakin sedikit. Akibatnya, akuifer menjadi kosong karena berkurangnya air di sela-sela tanah akuifer.

Kondisi ini memperparah krisis air di kawasan metropolitan sebab cadangan air baku bagi masyarakat berkurang. Padahal, kebutuhan akan air tanah terutama ketika musim kemarau semakin tinggi.

Sepanjang 2007-2017, 33 situ hilang di kawasan Jabodetabek. Hadi Susilo Arifin, guru besar pengelolaan lanskap IPB, mengatakan pada 1960-an terdapat 800 waduk dan danau di Jabodetabek. Pada 1980-an diketahui jumlahnya berkurang menjadi 400 danau.

Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum menghitung jumlah situ tersisa 208. Sebanyak 102 situ terletak di kota dan Kabupaten Bogor. Di Kota dan Kabupaten Bekasi ada 28 situ. Sementara di Kota dan Kabupaten Tangerang ada 37 situ. Sisanya tersebar di Depok (26 situ), Tangerang Selatan (9 situ), dan di Jakarta (16 situ). 

Mengacu pada data tahun 1980-an, jumlah situ berkurang hampir 50%. Banyaknya situ yang hilang berarti mengubah tatanan ekologi Jabodetabek sebab peran situ dalam lingkungan turut lenyap.

Dengan semakin meningkatnya pemanfaatan air tanah yang berlebihan di Jakarta mengakibatkan penurunan muka air tanah dan intrusi air laut dan penurunan tanah. Salah satu upaya melestarikan air tanah dengan membuat sumur resapan yang berfungsi sebagai tempat menampung dan menyimpan curahan air hujan yang menambah kandungan air tanah, sehingga jumlah air hujan yang meresap ke dalam tanah bertambah banyak dan jumlah air limpasan hujan berkurang. 

Sumur resapan adalah sistem resapan buatan yang dapat menampung air hujan akibat penutupan tanah oleh bangunan, baik dari lantai bangunan maupun dari halaman yang diplester atau diaspal yang disalurkan melalui atap, pipa talang, maupun saluran, dapat berbentuk sumur, kolam dengan resapan, saluran porous dan sejenisnya.

Manfaat sumur resapan adalah a) menambah jumlah air yang masuk ke dalam tanah sehingga dapat menjaga kesetimbangan hidrologi air tanah sehingga dapat mencegah intrusi air laut; b) mengisi pori-pori tanah yang akan mencegah terjadinya penurunan tanah; c) mereduksi dimensi jaringan drainase; d) menurunkan konsentrasi pencemaran air tanah; e) mempertahankan tinggi muka air tanah; dan f) mengurangi limpasan permukaan sehingga dapat mencegah banjir.

Sebagai daerah mini resapan air, seharusnya sumur resapan berada di daerah lebih tinggi. Di Jakarta, hanya wilayah selatan yang memenuhi kriteria ini. Karena itu, sumur resapan seharusnya paling banyak di selatan. Di barat, timur, utara yang hampir sama dengan permukaan laut, tanah akan cepat jenuh sehingga sumur resapan tak mampu menahan air lebih lama 

Jika kemampuan sumur resapan menyimpan 2-3 m3 air, 1 juta sumur resapan Jakarta akan menampung 3 juta m3 atau 3 miliar liter air. Tiap 1 milimeter curah hujan di Jakarta menumpahkan setidaknya 661,52 juta liter air. Maka total kapasitas sumur resapan di Jakarta hanya mampu menampung curah hujan maksimal 4,5 milimeter. Sementara hujan paling kecil di Jakarta terjadi pada Agustus sebesar 48 milimeter.

Masalah lain: luas Jakarta Selatan hanya 15.430 hektare, sementara 1 juta sumur resapan setidaknya butuh 200 hektare. Jadi bisakah pemerintah Jakarta memenuhinya?

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain