Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 20 November 2021

Peran Tutupan Hutan Mengendalikan Banjir Sintang

Mengapa banjir Sintang tak segera surut?

Banjir di Kramat Jati Jakarta Timur pada 2021 (Foto: R. Eko Tjahjono/FD)

BANJIR Sintang di Kalimantan Barat belum surut setelah tiga pekan. Deforestasi membuat tangkapan air di hulu dan daerah aliran sungai (DAS) Kapuas tak berfungsi dengan semestinya. Masalahnya, apakah jika tangkapan air bagus banjir tidak terjadi?

Dalam pengelolaan DAS, ada istilah daerah tangkapan air (DTA) atau dikenal dengan catchment area adalah area di mana air hujan terkonsentrasi lalu mengalir ke sungai utama menuju muara sungai yang berbatasan dengan laut. Dalam wilayah DAS yang dibatasi punggung-punggung bukit, daerah tangkapan air adalah seluruh daerah atau kawasan DAS mulai dari hulu, tengah, dan hilir yang bisa menangkap air hujan di wilayahnya masing-masing. 

Konstruksi Kayu

Paling penting adalah hulu DAS karena melindungi daerah tengah dan hilir. Keutuhan hutan dan tutupan hutan di hulu menjadi penting dalam menjaga keseimbangan hidrologis dan ekologis daerah tengah dan hilir. Kemampuan tutupan hutan untuk menyimpan air di hulu, tergantung jenis atau bentuk kawasan fungsi hutan dan vegetasi yang tumbuh di atasnya. 

Kawasan hutan lindung bahkan cagar alam, merupakan kawasan yang efektif menyimpan air. Hutan dengan pohon berdaun jarum mampu membuat 60% air hujan terserap tanah. Sementara, hutan dengan pohon daun lebar mampu membuat 80% air hujan terserap tanah. Makin rapat pohon yang ada dan makin berlapis-lapis strata tajuknya makin tinggi pula air hujan yang terserap ke dalam tanah bahkan hampir semua air hujan dapat terserap ke dalam tanah.

Dalam UU Cipta Kerja dan PP 23/2021, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan diberi mandat menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan berdasarkan kondisi fisik dan geografis pada luas DAS, pulau, dan/atau provinsi dengan sebaran yang proporsional.

Sayangnya, seluruh kawasan di Indonesia yang dibagi berdasarkan wilayah DAS/pulau dan provinsi harus dihitung satu persatu kecukupan kawasan hutan dan tutupan. Dalam satu DAS, perhitungan kecukupan luas hutan dan tutupan hutan untuk kepentingan keseimbangan hidrologis hulu–hilir seharusnya lebih mudah dihitung karena batas DAS adalah punggung bukit atau gunung.

Kawasan lindung dalam kawasan hutan tetap (hutan konservasi dan hutan lindung) wajib dijaga dan dipertahankan tutupan hutannya. Luas hutannya tak bisa ditambah atau dikurangi. Karena itu yang perlu dihitung kembali dengan cermat adalah tutupan hutan dalam hutan produksi dan tutupan hutan di luar kawasan hutan tetap atau areal penggunaan lain (APL) sebagai tambahan dari tutupan hutan dari luas hutan konservasi dan hutan lindung. Itu pun kalau-kalau luas tutupan kawasan lindung dari kawasan hutan tetap masih dianggap belum cukup.

Terlepas fenomena La Nina, ada fenomena menarik di DAS-DAS besar di Kalimantan. Sungai Kapuas merupakan sungai terpanjang di Indonesia (1.110 kilometer)  dengan luas DAS sekitar lebih dari 10 juta hektare dan luas tutupan hutannya yang masih tersisa 4,2 juta hektare atau sekitar 42 persen. Jadi mengapa terjadi banjir Sintang?

Jika melihat kondisi ini, luas hutan dan tutupan hutan yang tersisa di DAS Kapuas belum cukup atau kurang. Mungkin karena luas hutan atau tutupan hutan yang tersisa 4,2 juta hektare sebarannya tidak proporsional. Artinya hutan dan tutupan hutan dalam kawasan lindung yang ada sudah tidak berfungsi menjaga keseimbangan hidrologis/ekologis di DAS.

Informasi Gubernur Kalimantan Barat Sutarmadji yang menyebut DAS Kapuas yang melintang di Kalimantan Barat telah rusak hingga 70% bisa jadi benar. Dengan alih fungsi hutan untuk pertambangan dan perkebunan sawit yang begitu masif dan luas, erosi berat terjadi pada lahan-lahan pertambangan dan perkebunan sawit. Akibatnya sungai Kapuas mengalami sedimentasi yang terus menerus setiap tahun yang menyebabkan pendangkalan sungai cepat terjadi.

Sutarmidji menyebut sungai Kapuas beberapa tahun lalu saat sedang surut memiliki kedalaman 6-7 meter di muara. Namun saat ini, ketika air surut kedalaman muara Kapuas hanya 4-5 meter. Apalagi Sintang seperti mangkok sehingga ketika banjir butuh waktu lama air surut.

Danau Sentarum di hulu DAS Kapuas merupakan danau terluas di Kalimantan, dan keempat terluas di Indonesia, yaitu seluas 1.320 kilometer persegi, sebenarnya merupakan kawasan/daerah resapan raksasa yang berada didaerah hulu, namun karena alih fungsi hutan yang juga terjadi di sekitar danau Sentarum khususnya perkebunan sawit, maka fungsi danau sebagai resapan air juga ikut terganggu.

Ancaman atau tekanan terberat DAS Kapuas adalah deforestasi. Berdasarkan data Global Forest Watch, selama 2002 hingga 2020, Kalimantan Barat kehilangan 1,25 juta hektare hutan primer basah, menyumbang 36% dari total kehilangan tutupan pohon dalam periode yang sama. Area total hutan primer basah di Kalimantan Barat berkurang 18% dalam periode ini.

Deforestasi disebabkan adanya kepentingan atau pembangunan kegiatan non kehutanan di kawasan hutan. Pengembangan kegiatan-kegiatan yang sifatnya eksploitatif seperti usaha dan atau kegiatan hak  pengusahaan hutan (HPH), hutan tanaman industri (HTI), perkebunan kelapa  sawit,  pertambangan,  pabrik  dan  industri,  perumahan,  perhotelan, perkantoran, dan lain-lain dengan membuka lahan-lahan baru yang dulunya hutan berubah  menjadi bukan hutan semakin meningkat luasannya dari tahun ke tahun. 

Mencegah banjir Sintang perlu kolaborasi. Tidak sekadar melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) secara besar-besaran untuk tahun-tahun ke depan sebagaimana  disampaikan Presiden Joko Widodo belum lama ini. Prioritas utama adalah mengamankan dan melindungi kawasan lindung yang berada di hulu dan atau tengah DAS Kapuas.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain