Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 22 November 2021

Frekuensi La Niña Kian Pendek

Bukti nyata krisis iklim, frekuensi La Nina makin sering. Perlu mitigasi serius.

Musim hujan sebagai siklus La Nina (Foto: Paxel/Pixabay)

BADAN Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membunyikan alarm pada Oktober lalu. La Niña akan datang lagi akhir tahun ini, artinya bersiap menghadapi bencana hidrometeorologi yakni banjir, longsor, banjir bandang, puting beliung juga badai tropis.

Berdasarkan data terbaru BMKG, saat ini nilai anomali telah melewati ambang batas La Niña, yaitu sebesar -0,99 pada dasarian I November 2021.

Dari data tersebut, BMKG memprediksi La Niña terus berkembang dan diperkirakan berlangsung dengan intensitas lemah hingga sedang, setidaknya hingga Februari 2022.

"Meski masih prediksi, namun hal ini perlu diantisipasi mengingat fenomena cuaca sangat dinamis dan cepat berubah," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangannya di situs BMKG pada Minggu, 21 November.

Pada musim La Niña 2020, secara umum wilayah Indonesia mengalami peningkatan curah hujan pada November-Desember-Januari berkisar antara 20 - 70 persen di atas normalnya. La Niña tahun ini diprediksikan memiliki dampak yang relatif sama dengan tahun 2020.

La Niña terjadi kerena mendinginnya suhu muka laut di samudera Pasifik bagian tengah dan timur hingga melewati batas normal. Akibatnya suhu lembap mengalir lebih deras ke arah tropis yang hangat. Intensitas hujan pun meningkat.

Berdasarkan data BMKG, frekuensi La Niña makin pendek dengan durasi lebih panjang. Pada 1950-1980, la nina terjadi 5-7 tahun sekali. Kemudian pada 1981-2019 menjadi 2-3 tahun.

Sekarang fenomena La Niña bisa dibilang menjadi tiap tahun, karena 2020 terjadi dan tahun ini bakal terjadi lagi. "Bukti nyata dari perubahan iklim," kata Dwikorita.

Mitigasi yang serius perlu dilakukan, seperti penguatan sistem peringatan dini, pemasangan rambu rawan bencana, jalur evakuasi dan simulasi evakuasi secara berkala.

Dwikorita juga mengimbau pada masyarakat untuk turut aktif menyiapkan mitigasi, misalnya, menyiapkan tandon-tandon tampungan air. Tandon air ini bisa menjadi tabungan air untuk musim kemarau.

Di beberapa negara, La Niña membuat sejumlah kota terendam karena hujan deras tak sanggup lagi tertampung oleh penyerapan air. Tanah menjadi jenuh sementara volume air banyak.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Penggerak @Sustainableathome

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain