Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 23 November 2021

Amunisi Baru Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Persemaian untuk menghasilkan tanaman rehabilitasi sedang digenjot. Problem rehabilitasi tak hanya seremonial menanam.

Persemaian (Foto: Dok. RER)

PRESIDEN Joko Widodo kabarnya akan memaksa perusahaan kelapa sawit dan tambang membangun persemaian untuk rehabilitasi hutan dan lahan. Bibit-bibit tanaman itu akan ditanam di daerah-daerah rawan banjir dan longsor. Saya akan memaksa perusahaan sawit dan pertambangan, kata Presiden di Bogor pada 19 November 2021.

Jokowi mencontohkan persemaian di Rumpin, Bogor, Jawa Barat. Menurut dia, persemaian itu akan menghasilkan 12 juta bibit tanaman dalam setahun. Pada Januari 2022, bibit-bibit ini mulai ditanam di tempat-tempat  yang sering banjir, longsor yang memerlukan rehabilitasi untuk lahan kritis. “Kami ingin menunjukkan kepada dunia kita serius menangani dampak perubahan iklim,” kata Jokowi.

Tekad Presiden ini sesuatu yang baru, jika benar. Selama ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menggerakkan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), namun kemampuan anggaran terbatas setiap tahun.

Kemampuan pemerintah merehabilitasi hutan rusak hanya 200.000-50.000 hektare per tahun, sementara laju deforestasi 115.460 hektare tahun lalu.

Soalnya ada deforestasi laten berupa lahan kritis dalam kawasan hutan sebagai akumulasi laju deforestasi sebelum 2018 yang mencapai 13,4 juta hektare, belum tersentuh oleh program rehabilitasi. Program rehabilitasi baru dapat menyentuh angka-angka laju deforestasi sejak tahun 2019. 

Dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung KLHK 2020-2124, deforestasi lahan kritis dalam kawasan hutan seluas 13,36 juta hektare (2018), atau seluas pulau Jawa dan Madura.

Lahan kritis berada dalam kawasan hutan konservasi 880.772 hektare, hutan lindung 2.379.371 hektare, hutan produksi 5.109.936 hektare, kawasan lindung pada areal penggunaan lain 2.234.657 hektare, dan kawasan budidaya pada APL 3.763.383 hektare. 

Maka tekad Presiden bisa jadi amunisi memulihkan lahan kritis yang rusak ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perusahaan perkebunan besar sawit pada 2016 sebanyak 1.592  unit perusahaan.

Sementara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat bahwa pada tahun 2011 jumlah perusahaan mineral dan batu bara sebanyak 193 perusahaan.

Jika seluruh perusahaan bisa menghasilkan bibit 10 juta per tahun, akan ada 15,92 miliar batang tanaman dari perusahaan sawit dan 1,93 miliar dari pertambangan. Bila jumlah bibit 17,85 milyar per tahun itu dikonversi menjadi luas dengan jarak tanam 3 x 2 meter dengan muatan bibit setiap hektare 1.650 batang tanaman, luas rehabilitasi mencapai 10,8 juta hektare per tahun.

Satu lokasi persemaian di Rumpin, kabupaten Bogor yang seluas 128 hektare mampu memproduksi bibit sebanyak kurang lebih 16 juta setiap tahun, akhir November 2021 sudah selesai dan mulai berproduksi.

Selain di Rumpin, persemaian juga akan dibangun di Kalimantan Timur seluas 120 hektare untuk mendukung Ibu Kota Negara yang baru, serta di sekitar kawasan pariwisata Danau Toba, Sumatera Utara seluas 37,25 hektare, Nusa Tenggara Timur 30 hektare, Nusa Tenggara Barat 32,25 hektare, dan Sulawesi Utara 30,33 hektare. 

Setelah tersedia bibit program berikutnya adalah menjaga agar tanaman itu tumbuh hingga berusia 15 tahun. Sebab, keberhasilan rehabilitasi jika hutan yang dipulihkan itu telah mencapai serapan karbon yang setara sebelum rusak sehingga bisa menyerap emisi agar tak menjadi gas rumah kaca penyebab krisis iklim.

Problem rehabilitasi hutan dan lahan selama ini adalah berhenti pada seremonial tanam. Mengingat usia pohon yang sempurna menyerap karbon seusia tiga periode presiden—sementara maksimal seorang presiden hanya dua periode—birokrasi kementerian teknis perlu mengawal rehabilitasi dan menanamkan paradigma bahwa menanam baru langkah awal. Memelihara adalah program nyata yang biasanya sepi dari publikasi.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain