Kabar Baru| 30 November 2021
Dilema Mengurangi Metana
BADAN Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menghitung biaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dari sektor limbah hingga 2030 sebesar Rp 180 triliun. Dalam dokumen nationally determined contribution (ND) yang memuat strategi menurunkan emisi untuk mencegah krisis iklim, prediksi emisi sektor limbah yang menghasilkan metana pada 2030 sebanyak 296 juta ton. Penurunan emisi sektor limbah hanya 0,38% dengan skenario 29% dan 1% dengan skenario 41%.
Limbah atau sampah menjadi sektor kedua terbesar yang membutuhkan biaya banyak dari total Rp 3.779 triliun setelah sektor energi sebesar Rp 3.500 triliun. Padahal penurunan emisi sektor limbah tak sebanyak penurunan emisi sektor kehutanan dan penggunaan lahan sebanyak 24,5% dari 714 juta ton setara CO2 pada 2030. Mengapa?
Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan bahwa fokus penurunan emisi sektor limbah adalah penanganan gas metana. Limbah menjadi salah satu produsen gas metana, gas rumah kaca yang kekuatannya dalam memicu pemanasan global sebesar 25-28 kali dibanding karbon dioksida.
Metana juga gas yang sulit dikendalikan karena menekannya akan menyemburkan CO2. Sementara menekan karbon dioksida, gas rumah kaca terbanyak di atmosfer, akan menyuburkan produksi emisi metana. Di bumi, metana adalah gas kedua terbanyak setelah karbon dioksida.
Karena itu dalam COP26 di Glasgow, Skotlandia, ada lebih dari 100 negara menandatangani janji mengurangi emisi metana hingga 30% pada 2030. Produksi metana global pada 2019 sebanyak 590 juta ton. Ini jumlah yang kecil jika dibandingkan dengan CO2 sebanyak 37 miliar ton.
Secara alamiah metana dibutuhkan oleh mahluk hidup dan bumi sebagai bagian dari siklus semesta. Namun, jumlahnya yang berlebihan, sehingga tak terserap oleh ekosistem, akan menjadi gas rumah kaca yang mengurangi peran atmosfer menyerap panas dan segala emisi sehingga mendorong pemanasan global.
Apa itu metana?
Ia gas tak beraroma, tak berwujud, tidak berwarna, dan lebih ringan dibanding udara (O2). Rumus kimianya CH4. Jika bereaksi dengan udara ia akan terbakar dengan api berwarna biru. Dengan pembakaran yang cukup, metana bisa mengeluarkan CO2 dan H2O (air). Karena itu metana juga bisa menjadi sumber energi seraya menghasilkan emisi karbon.
Berapa usia metana di atmosfer?
Metana yang masuk ke dalam atmosfer akan tinggal di sana selama 8-10 tahun. Namun, perannya memerangkap emisi lain bisa sampai 100 tahun. Di atmosfer, jumlah metana sangat kecil sehingga sulit diukur jumlahnya, tapi dampaknya lebih besar dibanding CO2.
Dari mana asal metana?
Pada dasarnya metana terbentuk dari proses biologis mahluk hidup dan proses geologis di alam. IPCC memperkirakan 60% (360 juta ton) produksi metana akibat aktivitas manusia, seperti peternakan, sawah, pembakaran bahan bakar fosil, dan pembakaran lahan, dan tempat pembuangan sampah. Dalam dua abad terakhir, konsentrasi metana naik, meski sempat turun pada periode 1983-2006 dan naik lagi setelah itu sebanyak dua kali lipat di atmosfer akibat penyerapannya lebih kecil dari produksinya.
Sumber alami metana adalah lahan basah yang miskin oksigen, gas hidrat, rayap, laut, air tawar. Lahan basah seperti rawa gambut bertanggung jawab atas 80% emisi metana karena ia produsen terbanyak gas ini. Rawa merupakan habitat mikroba yang menghasilkan metana selama dekomposisi (penguraian) bahan organik.
Rayap. Mikroba dalam usus rayap menghasilkan metana sebagai bagian dari proses pencernaan.
Laut. Lautan bertanggung jawab pada sekitar 8% emisi metana global dari sumber per tahun. Metana dari lautan tak sepenuhnya jelas, tetapi kemungkinan dari proses pencernaan hewan laut seperti zooplankton dan ikan serta sedimentasi di wilayah pesisir. Metana juga terjebak selama berada-abad di permafrost, lapisan es di kutub bumi. Sehingga ketika suhu bumi naik dan es meleleh, metana akan semakin banyak terpompa ke atmosfer. Laut yang rusak membuat emisi metana terlepas ke atmosfer.
Energi fosil. Metana menjadi komponen utama gas alam atau batu bara. Sehingga menambang dan membakarnya sebagai sumber energi akan melepaskan gas ini ke atmosfer. Pada 2013, menurut IPCC, energi fosil menyumbang 85-100 juta ton gas metana ke atmosfer. Semakin banyak membakar energi fosil semakin banyak pula emisi gas rumah kaca metana.
Tempat pembuangan sampah. Metana di tempat pembuangan sampah terlepas ketika dibakar. Pada 2012, tempat pembuangan sampah diperkirakan melepas metana 102,8 juta ton ke atmosfer. Semakin banyak produksi sampah, sehingga tak terolah dan tertampung, akan semakin banyak emisi gas metana.
Peternakan. Sapi, kerbau, domba, kambing, dan unta menghasilkan sejumlah besar metana dalam pencernaan. Fermentasi mikroba mengubah pakan menjadi produk yang dapat dicerna oleh usus dan organ pencernaan hewan. Dalam proses itu metana menjadi produk sampingannya yang terlepas melalui pernapasan. Kontribusi peternakan dalam emisi metana sebanyak 85-95 juta ton.
Pengolahan limbah. Metana muncul saat proses pengolahan air untuk menghilangkan bahan organik terlarut, padatan tersuspensi, patogen organisme, dan kimia kontaminan. Lumpur sebagai hasil pengolahan air limbah juga menghasilkan emisi metana. Pengolahan air limbah menyumbang 12,8 juta ton metana per tahun.
Sawah. Metana muncul saat padi tergenang dalam proses penguraian bahan organik dalam tanah. Tanah tergenang adalah lingkungan yang ideal untuk produksi metana karena tingginya substrat organik, miskin oksigen kondisi, dan lembap. Karena itu sebuah penelitian menganjurkan agar sawah basah diisi ikan sehingga terjadi siklus metana di alam. Ikan adalah pemakan metanotrof yang memproduksi metana.
Bagaimana siklus metana?
Gas metana dibuat oleh mikroba. Metana tanah dikonsumsi oleh metanotrof, mikroorganisme yang memakan metana. Metanotrof hidup di lapisan tanah yang lebih kering di atas oksigen dalam tanah rawa yang buruk. Metana yang tak terkonsumsi oleh mikroorganisme akan menguap ke atmosfer bersama metana lain dari aktivitas manusia.
Dalam siklus alamiah, gas metana adalah gas penting bagi bumi karena ia memperlambat keluar panas dari planet ini sehingga bumi tak jatuh ke titik beku. Namun, ketika jumlahnya melebihi kapasitas atmosfer, perangkap panas itu justru membuat bumi jadi menghangat yang kita sebut pemanasan global.
Dampak pemanasan global metana tak hanya karena memperlambat pelepasan panas. Ketika ia berinteraksi dengan hidroksil (oksigen negatif di atmosfer) ia melepaskan air dan CO2. Sementara CO2 adalah gas paling banyak di atmosfer yang bisa bertahan di sana selama ribuan tahun.
Maka untuk mencegah pemanasan global penyebab krisis iklim, mengurangi emisi metana dari aktivitas manusia sangat penting mengingat produksi metana secara alamiah bermanfaat bagi bumi.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :