Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 01 Desember 2021

Pendanaan Energi Terbarukan

Untuk meneguhkan tekad beralih ke energi terbarukan peran lembaga keuangan sangat penting. Sejauh mana komitmen mereka?

Pembangkit energi matahari sebagai salah satu sumber energi terbarukan (Ilusrasi: Pixaline/Pixabay)

MITIGASI krisis iklim memang rumit karena terkait tekad politik. Konferensi Iklim COP26 yang awalnya menjanjikan berakhir mengecewakan setelah India dan Cina menginterupsi rencana menghentikan pemakaian batu bara dengan menurunkannya secara bertahap. Padahal pengubahan energi fosil ke energi terbarukan sebagai satu jalan mencegah pemanasan global.

Sebab, Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) sudah menegaskan untuk mencegah suhu bumi naik 1,50 Celsius, semua pembangkit batu bara di seluruh dunia harus ditutup sebelum 2040 dan menyetop 80% pada 2030. Emisi energi fosil adalah penyumbang terbesar gas rumah kaca.

Konstruksi Kayu

International Renewable Energy Agency (IRENA) menguatkan rekomendasi IPCC bahwa energi terbarukan harus mengisi paling tidak 65% suplai energi global untuk menahan suhu bumi tak naik 2C. 

Meski tak ikut menginterupsi keputusan COP26 seperti Cina dan India, pemakaian energi fosil masih jadi favorit di Indonesia. Batu bara masih jadi sumber energi sebanyak 60% dalam bauran energi Indonesia. Hingga 2025, target energi terbarukan baru 25%.

Untuk mencapainya, Indonesia mesti menambah 10,6 gigawatt setrum energi terbarukan. Jika melihat progres 2015-2020 saja, energi bersih hanya bertambah 2 gigawatt. Salah satu tantangannya adalah pembiayaan. Sepanjang bank masih mengongkosi energi fosil, produksi energi terbarukan akan sedikit sehingga harganya cenderung mahal. 

Untuk melihat dukungan lembaga pembiayaan pada energi bersih, The Prakarsa, sebuah LSM, melakukan studi untuk melihat peran lembaga keuangan internasional dalam akselerasi transisi energi di Indonesia. Dua lembaga keuangan yang menjadi sorotan adalah Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia.

Dua lembaga internasional ini membiayai banyak proyek infrastruktur di Indonesia. “Karena itu peran lembaga keuangan internasional sangat penting dalam akselerasi energi terbarukan,” kata Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif Prakarsa dalam jumpa pers pada 30 November 2021.

Menurut Maftuchan, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang cukup besar, seperti energi matahari sebanyak 200 gigawatt. Menurut dia, tren energi terbarukan global kini makin menjanjikan dengan dukungan teknologi sehingga harganya makin kompetitif dengan energi fosil.

Riset Prakarsa, kata Maftuchan, menunjukkan lembaga keuangan sudah melirik pendanaan energi terbarukan. Dari 23 proyek yang menjadi sampel analisis Prakarsa, ADB sudah menurunkan jumlah proyek kotor pada 2018-2020 hampir 50%.

Pada 2018, nilai proyek energi kotor sebanyak US$ 737,75 miliar. “Proyek yang tak selaras dengan penurunan emisi sudah tak ada untuk program 2017-2020,” kata Cut Nurul Aidha, manajer riset dan pengetahuan Prakarsa.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menempati posisi pertama dalam penerimaan pinjaman di sektor energi ADB sebesar US$ 600 miliar pada 2015 menjadi US$ 900 miliar pada 2020. Sementara swasta dari US$ 70 miliar menjadi US$ 587,67 miliar. Sementara untuk hibah, PLN mendapat porsi terbanyak senilai US$ 6 miliar. 

Penurunan emisi sektor energi paling rumit karena eksploitasi batu bara terikat kontrak. Sehingga meski pemerintah tak akan memberikan izin baru eksploitasi energi fosil pada 2030, pemakaiannya akan benar-benar berhenti pada 2055.

Karena itu emisi sektor energi diperkirakan naik menjadi 1,669 miliar ton setara CO2 yang akan diturunkan sebanyak 11-15,5% pada 2030. Dalam kebijakan penurunan emisi hingga 2030, sektor energi diperkirakan membutuhkan biaya Rp 3.500 triliun. Salah satunya dengan beralih dari energi fosil ke energi terbarukan.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain