DALAM bisnis kehutanan ada istilah areal bekas tebangan atau logging over area (LOA). Menurut regulasi, areal bekas tebangan harus dimanfaatkan oleh pemegang konsesi hutan (HPH) sebagai areal tebangan daur berikutnya. Biasanya 20 tahun kemudian.
Tujuannya, tentu saja, agar kerusakan hutan bisa minimal. Peraturan Pemerintah (PP) 23/2021 mewajibkan setiap pemegang perizinan berusaha memakai skema RIL (reduced impact logging), yakni pemantauan sistematis dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terhadap pemanenan kayu. RIL juga mencakup pembuatan jalan, penebangan, dan penyaradan.
Masa puncak bisnis kehutanan melalui konsesi terjadi pada 2008 ketika ada lebih dari 600 perusahaan pemegang konsesi hutan yang mengelola sekitar 64 juta hektare, menurut Guru Besar UGM San Afri Awang. Namun, menurut catatan Forest Watch Indonesia yang mengutip data Departemen Kehutanan, jumlah HPH terbanyak terjadi pada 1995 sebanyak 487 unit dengan luas areal konsesi 56,17 juta hektare.
Kini, menurut Badan Pusat Stastistik, jumlah HPH tinggal 201 unit usaha dengan luas konsesi sekitar 20 juta hektare. Ke mana HPH yang tak aktif?
Sebagian bekas HPH dilanjutkan menjadi hutan tanaman industri (HTI). Jumlahnya sekitar 293 unit dengan luas areal 11,3 juta hektare, menurut data Kementerian Kehutanan. Kita asumsikan sisanya untuk pencadangan program perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektare dan alih fungsi kawasan hutan untuk pembangunan.
Jika ditambah dengan areal kebakaran hutan, perambahan hutan dan perladangan berpindah, luas hutan yang terbuka itu 1,5 juta hektare. Maka deforestasi dari bekas HPH—setelah dikurangi luas HTI, pencadangan perhutanan sosial, pelepasan kawasan hutan 6,7 juta hektare, dan luas kebakaran hutan, perambahan hutan serta perladangan berpindah--seluas 25,07 juta hektare. Ini areal deforestasi yang menjadi momok pengelolaan hutan Indonesia, siapa pun yang menjadi presiden.
Permasalahan areal bekas tebangan adalah keragaman kondisi hutannya. Keragaman tersebut menyebabkan pertumbuhan tegakan menjadi beragam pula, ada yang tumbuh cepat dan bagian lain lambat.
Kecepatan pertumbuhan itu mencerminkan kemampuan pemulihan hutan alam bekas tebangan untuk mendekati keadaan seperti sebelum ditebang atau mencapai kondisi struktur tegakan yang layak tebang kembali.
Menurut Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University Elias, dampak pemanenan kayu terhadap vegetasi yang paling dominan adalah pada kerusakan tegakan tinggal berupa kerusakan pohon, perubahan komposisi tegakan, perubahan struktur tegakan, penyebaran jenis pohon, kesamaan komunitas, dan keragaman jenis.
Masa lalu mengajarkan bahwa eksploitasi pengusahaan hutan menyebabkan dampak negatif terhadap kelestarian dan multifungsi hutan. Salah satu parameter sederhana mengetahui kerusakan sumber daya hutan alam adalah potret kinerja HPH.
Masa konsesi sebuah HPH adalah 20 tahun, sementara daur teknis tegakannya berdasarkan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia (TPTI) adalah 35 tahun. Kenyataannya, pada akhir masa konsesi pertama, banyak HPH yang kehabisan areal hutan primernya karena diijon pembalakannya dan dikatrol melebihi dari potensi volume kayu yang sesungguhnya.
Praktik-praktik pengelolaan hutan seperti ini sudah jamak kita tahu. Karena itu pemerintah menghentikan izin konsesinya alias tak diperpanjang lagi. Jumlah HPH sejak 2000 pun rontok tinggal separuhnya.
Ini pula yang jadi penyebab menurunkan kinerja HPH setelah rotasi penebangan kedua. Akibatnya, HPH menjadi tidak ekonomis lagi. Menurut BPS, pada 2020 jumlah HPH tinggal 201 unit dengan total produksi kayu 5.260.750,05 meter kubik dari pemanenan kayu seluas 433.439,1 hektare.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :