DI Indonesia ada istilah peyoratif “mental tempe” atau “bangsa tempe” yang terkesan mengejek dan merendahkan. Padahal, tempe adalah makanan super karena memiliki nilai gizi tinggi.
Istilah dari masa revolusi Indonesia itu makin populer setelah Presiden Sukarno menyebut “kita bukan bangsa tempe” dalam pidato peringatan Hari Kemerdekaan pada 1963. Tentu Bung Karno sedang membakar semangat rakyatnya bahwa kita bukan bangsa yang lembek.
Mengasosiasikan tempe sebagai sesuatu yang lembek, cengeng, dan melempem membuat kita jadi mengabaikan temuan makanan ini. Hingga berpuluh tahun kemudian, seorang guru besar IPB merasa perlu Indonesia menengok kembali tempe sebagai makanan lokal yang unik ini.
Profesor Made Astawan, guru besar teknologi pangan IPB, mengingatkan bahwa penting ada rebranding tempe kepada generasi muda. “Saat ini sebagian besar anak muda tidak peduli dengan produk asli bangsanya,” ujar Made yang dilansir laman IPB University tanpa menyebut hasil survei.
Menurut Astawan, anak muda sekarang kurang peduli pada tempe karena menganggap tempe makanan ketinggalan zaman dan murahan. Padahal, menurut dia, tempe masuk ke dalam kategori super food karena memiliki gizi tinggi.
Dalam 100 gram tempe terdapat 196 kalori, 11 gram lemak, 3 gram lemak jenuh, 9 gram karbohidrat, 18 gram protein, 0,4 miligram riboflavin/vitamin B2, 2,1 miligram niacin, 0,2 miligram vitamin B, 21 microgram folat, 0,5 miligram asam pantotenat, 0,1 miligram tiamin, 0,1 mikrogram vitamin, 1,3 mikrogram vitamin b12, 1,3 miligram mangan, 0,5 miligram tembaga, 253 miligram fosfor, 77 miligram magnesium, 2 miligram besi, 401 miligrams potassium, 96 miligram kalsium, 1,6 miligram seng, 14 miligram sodium.
Untuk menaikkan harkat dan martabat tempe, Astawan mengajak organisasi nirlaba seperti Forum Tempe Indonesia meningkatkan pemahaman kepada masyarakat akan manfaat tempe. Menurut dia, tempe bisa menjadi komoditas andalan terutama dalam perspektif budaya, bisnis, dan kesehatan.
“Edukasi tempe sebagai warisan budaya indonesia kepada masyarakat cukup penting agar tempe dapat dihargai sebagai produk kesehatan dan dapat diapresiasi dengan harga yang pantas,” kata Astawan.
Dengan kesadaran itu, pengembangan produk tempe di Indonesia bisa lebih mudah. Sehingga untuk bisa memproduksi tempe, Indonesia tak lagi perlu mengimpor kedelai sebagai bahan bakunya.
Menurut Astawan, Indonesia yang kaya akan produk pelbagai jenis kacang-kacangan tak harus mengandalkan sepenuhnya membuat tempe pada kedelai. Pada dasarnya, kata dia, setiap kacang bisa diolah menjadi tempe. “Jangan sampai kita mengimpor tempe,” kata dia.
Dengan melirik bahan baku selain kedelai dengan bahan tempe, perlu ada inovasi diverfisikasinya. Dengan teknologi pangan yang kian maju, tempe selain kedelai bisa sama nilai gizinya dengan kedelai.
Tempe yang enak juga bisa menjadi sumber protein selain daging. Karena itu tempe cocok sebagai makanan vegetarian. Di masa krisis iklim, mengandalkan protein pada daging bisa berdampak terhadap lingkungan lebih besar dibanding perkebunan kedelai.
Peternakan dan perkebunan memerlukan hutan yang melepaskan karbon. Namun, peternakan jauh lebih masif karena melepaskan metana lebih banyak, gas rumah kaca yang memicu pemanasan global 28 kali lebih kuat dibanding karbon dioksida.
Jika tempe tak lagi dipandang sebagai makanan murahan atau ketinggalan zaman, kata Astawan, pengembangannya bisa sekaligus mendukung mitigasi krisis iklim. Tempe, kata dia, sudah jadi makanan fungsional masyarakat dunia.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :