SUARA burung memekakkan telinga ketika matahari terbit di Gayini. Lahan basah seluas 88.000 hektare di New South Wales, Australia timur, adalah habitat 50 spesies burung air.
Gayini, seperti lahan basah di penjuru Australia, mengalami kenaikan jumlah burung setelah hujan deras dan banjir dua tahun belakangan. Sebelumnya, pada 2017-2019 banyak lahan basah di Australia yang kekeringan akibat La Niña dan krisis iklim.
Meski lahan basah mulai pulih dan burung terlihat banyak lagi, secara konsisten populasi burung air terus menurun dalam 40 tahun terakhir. Survei burung air Australia 2021 yang dirilis oleh Universitas New South Wales (UNSW) menunjukkan jumlah burung air terendah dalam empat dekade terakhir.
Survei tahunan via udara ini memonitor sekitar 95.306 ekor burung, turun dari survei 2020 yang memperkirakan ada 162.824 ekor.
Menurut Direktur Pusat Sains Ekosistem UNSW Profesor Richard Kingsford menurunnya populasi burung air, antara lain, akibat pembangunan infrastruktur seperti bendungan, pertambangan, dan manajemen lingkungan dan air yang buruk.
"Selama 30 tahun, jumlah burung air di Australia bagian timur turun 70%, terutama di daerah Murray Darling Basin," kata Kingsford seperti dikutip Sydney Morning Herald, Jumat 17 Desember 2021.
Burung air adalah barometer kesehatan sungai, semakin banyaknya spesies yang hidup menjadi indikator tersedianya vegetasi, invertebrata, dan ikan.
Kingsford mengatakan air yang mengalir ke sistem lahan basah meningkatkan kualitasnya bagi manusia di hilir, juga mendukung kehidupan ikan dan katak. "Semuanya bergantung kepada air yang turun ke lahan basah," katanya kepada Guardian.
Selain memiliki fungsi sebagai sumber dan pemurni air, lahan basah juga pelindung pantai dan penyimpan karbon. Contoh lahan basah, antara lain rawa-rawa, sungai, danau, delta, hutan bakau dan lahan gambut.
Menurut Kingsford pengalihan lahan di Australia menjadi lahan pertanian kapas, kacang, dan komoditas lain membuat air sulit mengalir ke lahan basah. Akibatnya mengganggu ekosistem, burung air juga sulit berkembang biak.
Sejak era kolonisasi, sekitar 100 flora dan fauna di Australia telah punah, termasuk 34 mamalia. Rata-rata hilangnya keragaman hayati juga terjadi di belahan bumi lain, melambat dalam 200 tahun terakhir.
Ahli Ekologi Australian National University Sarah Legge mengatakan kehidupan liar di Australia makin terancam akibat krisis iklim, kebakaran, hilangnya habitat dan penggembalaan yang berlebihan.
Menurut Legge, Australia memiliki kemampuan melakukan program radikal dalam konservasi burung air. Alam yang lestari dibutuhkan bukan hanya untuk flora dan fauna, juga kehidupan manusia.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Penggerak @Sustainableathome
Topik :