Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 21 Desember 2021

Temuan 14 Jenis Baru Curut Sulawesi

Para peneliti Amerika menemukan 14 jenis baru curut Sulawesi. Mencegah krisis iklim.

Curut Sulawesi (Crocidura nigripes) (Foto: Creative Commons)

CURUT atau cucurut atau celurut merupakan hewan pengerat yang biasanya dianggap hama. Petani mengejarnya dan memusnahkannya. Padahal keragaman hayati curut amat penting menopang sebuah eksosistem.

Untuk menelusuri peran curut bagi lingkungan, sejumlah peneliti Amerika Serikat menghabiskan waktu puluhan tahun mengamati jenis-jenis curut di Sulawesi. Hasilnya, ia menemukan 14jenis curut baru dari total 21 spesies yang diperkirakan ada di pulau sulawesi. Namun hanya tujuh jenis yang bisa ia identifikasi.

Para ahli menyebut temuan ini sebagai kajian penting dalam dunia taksonomi mamalia. Seperti ditulis Buletin Museum Sejarah Alam Amerika volume 454 edisi 15 Desember 2021, Jacob A. Esselstyn dkk. memaparkan hasil temuan penting mereka.

Jacob menghabiskan hampir sepuluh tahun menginventarisasi lapangan untuk mengumpulkan dan mengawetkan spesimen mamalia darat kecil Sulawesi. “Kami memeriksa 1.368 spesimen,” katanya.

Dari 851 spesimen mereka mendapatkan data molekuler ekstensif termasuk sekuens DNA mitokondria. Sebanyak 657 spesimen menghasilkan lima ekson nuklir dan ribuan elemen ultrakonservasi dari 90 spesimen.

Dengan menguji batas spesies secara berulang memakai kumpulan data karakter yang berbeda dan pengambilan sampel takson yang tepat, mereka menemukan bukti yang jelas bahwa dari 21 spesies curut di Sulawesi, hanya tujuh yang baru dikenali.

Dari 21 spesies curut dikelompokkan menjadi 5 morfologi grup untuk memudahkan identifikasi: 

  • Kelompok ekor panjang meliputi Crocidura caudipilosa, C. memanjang, microelongata, spesies baru, dan C. quasielongata;
  • Kelompok Rhoditis meliputi rhoditis, C. pseudorhoditis, spesies baru, C. australis, spesies baru, dan C. pallida;
  • Kelompok bertubuh cecil meliputi lea, C. levicula, C. baletei, C. mediocris, C. parva, dan C. tenebrosa;
  • Kelompok ekor tebal meliputi brevicauda, spesies baru dan C. Caudicrassa;
  • Kelompok biasa meliputi C. musseri, C. nigripes, C. normalis, spesies baru, C. Ordinaria, dan C. solita.

Menurut Jacob penelitian ini cukup membuat ia dan timnya frustrasi lantaran lamanya waktu temuan. Biasanya dalam sebuah penelitian, di tahun pertama peneliti sudah mendapatkan informasi spesies. “Dalam penelitian ini, di tahun pertama kami tidak mengetahui sebarapa banyak spesies yang ada,” ujarnya.

Dari temuan ini, para peneliti menyimpulkan keanekaragaman curut (Crocidura) di Sulawesi hampir tiga kali lipat dari keragaman hayati curut di pulau lain. “Jika kita bisa menemukan banyak spesies baru, bisa kita bayangkan seperti apa keragaman yang tidak terdokumentasikan pada organisme yang tidak terlalu mencolok,” kata dia.

Jenis

Lokasi

Crocidura microelongata Enrekang, Sulawesi Selatan
Crocidura quasielongata Tolitoli, Sulawesi Tengah
Crocidura pseudorhoditis Bolaang Mondgondow, Sulawesi Utara
Crocidura australis Sinjai, Sulawesi Selatan
Crocidura pallida Luwu Utara, Sulawesi Selatan
Crocidura baletei Tolitoli, Sulawesi Tengah
Crocdura mediocris Luwu Utara, Sulawesi Selatan
Crocidura parva Luwu Utara, Sulawesi Selatan
Crocidura tenebrosa Bolaang Mondgondow, Sulawesi Utara
Crocidura brevicauda Luwu, Sulawesi Selatan
Crocidura caudicrassa Mamasa, Sulawesi Barat
Crocidura normalis Poso, Sulawesi Tengah
Crocidura ordinaria Mamasa, Sulawesi Barat
Crocidura solita Enrengkang, Sulawesi Selatan

Keragaman hayati satwa amat penting menopang siklus alamiah planet bumi. Dalam rantai makanan, curut adalah pemangsa serangga, sementara curut makanan ular. Naiknya keragaman jenis curut membuat keragaman jenis serangga dan ular pun bisa bertahan.

Keragaman hewan tanah juga berperan membuat tanah tetap subur karena ada berbagai jenis satwa yang hidup di atas maupun di dalamnya. Tanah yang subur memungkinkan penyimpanan karbon dalam waktu yang lama. Karbon yang tersimpan di dalam tanah menghindarkan planet bumi dari krisis iklim akibat terlepasnya gas rumah kaca ke atmosfer.

Studi Jacob atas jenis-jenis curut di Sulawesi ini juga penting dalam memahami planet bumi. Para ilmuwan memperkirakan ada 8,7 juta jenis satwa yang ada di dunia ini, namun baru 1,2 juta jenis yang sudah teridentifikasi—sebagian besar serangga.

Planet bumi masih misterius untuk dikenali para penghuninya. Tanpa penelitian pelbagai jenis satwa, manusia akan kehilangan alat identifikasi untuk memahami perilaku mahluk hidup yang menopang planet ini. Penelitian curut Sulawesi menjadi salah satu pintu gerbang ke sana.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain