Kabar Baru| 01 Januari 2022
Di Balik Larangan Ekspor Batu Bara
KEMENTERIAN Energi dan Sumber Daya Mineral melarang pengusaha mengekspor batu bara hingga 31 Januari 2022. Alasannya karena pengusaha tak patuh memenuhi komitmen memasok batu bara ke PLN. Akibatnya, sekitar 20 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) PLN terancam tak mendapatkan bahan bakar untuk mengalirkan listrik.
Daya yang dihasilkan 20 PLTU itu sebanyak 10.850 megawatt, separuh kebutuhan listrik Jawa selama sebulan sebelum pandemi Covid-19. PLTU sebanyak itu membutuhkan 5,1 juta ton batu bara. Hingga 1 Januari 2022, pengusaha batu bara hanya memasok 35.000 ton atau kurang dari 1% dari yang dibutuhkan PLN. Akibatnya, ketersediaan batu bara PLN hanya cukup untuk 20 hari kerja operasi.
Mengapa pengusaha tak memasok batu bara mereka ke PLN? Harga. Sejak Januari 2021, harga batu bara melonjak akibat permintaan yang melonjak setelah Amerika Serikat menghentikan pasokan gas. Pada 11 Oktober 2021, harga batu bara tembus US$ 241,35 per ton. Bandingkan jika harus menjual ke PLN yang dibatasi US$ 70 per ton.
Sebetulnya harga batu bara mulai turun kembali begitu Cina, konsumen terbesar energi fosil ini, menaikkan produksi dalam negeri mereka. Pemerintah Indonesia menetapkan harga batu bara acuan pada Desember 2021 sebesar US$ 159,79 per ton, turun 25,7% dibanding bulan sebelumnya, US$ 2150,1 per ton—tertinggi sepanjang 2021.
Harga batu bara acuan adalah harga rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6.322 kilo kalori per kilogram, total moisture 8%, total sulfur 0,8%, dan abu (ash) 15%.
Meski turun, harga batu bara yang masih di atas harga beli PLN masih terlalu menggiurkan bagi pengusaha menjualnya ke luar negeri. Ekspor batu bara ini yang membuat neraca perdagangan Indonesia untuk pertama kalinya setelah puluhan tahun menjadi positif. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan mengklaim untuk pertama kali pendapatan pajak sesuai target—meski targetnya terus diturunkan.
Dalam rilis 1 Januari 2021, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi Ridwan Jamaludin mengatakan bahwa larangan ekspor batu bara ini terpaksa dilakukan pemerintah untuk mencegah pemadaman listrik. “Jika pasokan batu bara pembangkit sudah terpenuhi, akan kembali bisa ekspor,” kata Ridwan. “Kami akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022.”
Sebetulnya pemerintah sudah mengatur agar pemilik konsesi pertambangan batu bara memenuhi kewajiban mereka memasok 25% batu bara mereka untuk penyediaan listrik PLN dengan harga US$ 70 per ton. Keputusan pada 4 Agustus 2021 melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 tetap saja PLN tak mendapatkan pasokan bahan bakar.
Dalam rencana produksi para pemegang izin usaha pertambangan batu bara, produksi batu bara 2021 mencapai 610 juta ton. Jika mereka bersedia menyisihkan 25% berarti pasokan ke PLN sebesar 152,5 juta ton.
Menurut Ridwan, para pengusaha mendukung kebijakan menyisakan pasokan batu bara dalam skema pemenuhan pasar domestik atau DMO, domestic market obligation, ini. Meski begitu, mereka meminta agar PLN memperbaiki mekanisme pengadaan batu baranya.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Arsjad Rasjid menilai larangan ekspor itu mencederai niat pemerintah menarik minat investasi di bidang pertambangan batu bara karena membuat ketidakpastian bisnis energi fosil.
Dari larangan ekspor batu bara ini menunjukkan komoditas energi fosil kian rentan: tak hanya akan habis suatu saat, bisnisnya juga tak berkelanjutan. Batu bara sangat tergantung pada harga sehingga pengusaha bisa mengabaikan kewajiban kepada pemerintah. Situasi ini kian menunjukkan PLN mesti mendiversifikasi sumber listrik mereka dengan lebih beragam.
Hanya menggantungkan pada batu bara membuat pasokan listrik mereka terancam dan tergantung pada pengusaha yang akan mengikuti arah keuntungan besar mengeksploitasinya. Salah satu cara memenuhi diversifikasi energi adalah menyegerakan sumber energi terbarukan sehingga ketika batu bara kian susut karena tak lagi diminati, PLN punya cadangan sumber bahan bakar lain yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :