Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 04 Januari 2022

Darurat Literasi Bencana Iklim

BNPB mencatat 3.092 bencana iklim sepanjang 2021 dengan korban jiwa bertambah dibanding tahun 2020. Paling banyak banjir dan cuaca ekstrem.

Banjir Sintang di Kalimantan Barat akibat deforestasi DAS Barito (Foto: Greenpeace Indonesia)

BENCANA hidrometeorologi mendominasi bencana iklim sepanjang 2021. Rangkaian bencana tersebut didominasi kejadian hidrometeorologi basah, seperti banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor, yang diperparah oleh adanya fenomena La Niña.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 3.092 kali bencana, yakni banjir dengan 1.298 kejadian, disusul cuaca ekstrem 804, tanah longsor 632, kebakaran hutan dan lahan 265, gelombang pasang dan abrasi 45, gempa bumi 32, kekeringan 15 dan sekali erupsi gunung api.

Konstruksi Kayu

Dari sejumlah bencana itu tercatat penduduk yang mengungsi mencapai 8.426.609 jiwa, luka-luka 14.116, meninggal 665, dan hilang 95. Sedangkan dampak kerusakan meliputi rumah sebanyak 142.179 unit, fasilitas umum 3.704, kantor 509 dan jembatan 438. Rincian kerusakan rumah yaitu rumah rusak berat 19.163 unit, rusak sedang 25.369 dan rusak ringan 97.647.

Jika dilihat dari jumlah bencana, tahun 2021 intensitasnya menurun 35,2%. Pada 2020 jumlah bencana alam mencapai 4.649. Namun, jumlah orang yang meninggal dunia akibat bencana iklim 2021 lebih tinggi 76,9%.

Kenaikan tidak hanya pada jumlah korban jiwa tetapi juga korban luka-luka, warga terdampak dan mengungsi serta rumah rusak.

Melihat data tersebut, Sekretaris Utama BNPB Lilik Kurniawan menyatakan pentingnya literasi bencana iklim bagi masyarakat. “Tidak cukup berhenti kepada pemerintah daerah saja. Masyarakat di wilayah rawan bencana juga harus mengetahui potensi bahaya di sekitar, seperti di NTT,” ujarnya dalam keterangan tertulis di situs BNPB pada Senin 3 Januari 2022.

Tahun lalu, Nusa Tenggara Timur dilanda siklon tropis Flores. Bencana ini mengulang peristiwa serupa pada 1973. Perlunya literasi kebencanaan, kata Lilik, agar masyarakat waspada terhadap bencana besar yang terjadi pada masa lalu yang berpotensi  terulang.

Pembelajaran berikutnya, kata dia, upaya mitigasi risiko gempa dengan penguatan bangunan dan kesiapan masyarakat. Penguatan struktur bangunan atau retrofitting menjadi salah satu pilihan, tentunya harus dengan biaya murah dan bisa dilakukan sendiri oleh masyarakat.

Lilik menambahkan perlu adanya mitigasi kultural, yakni masyarakat diajak mengetahui langkah-langkah penyelamatan apabila gempa bumi terjadi, misalnya cara evakuasi, titik kumpul hingga simulasi atau latihan menghadapi gempa bumi.

Bencana iklim 2021 tidak terlepas dari faktor alih fungsi peruntukan lahan. Menurut Lilik, permasalahan tata ruang, khususnya yang berbasis mitigasi risiko ini mudah diucapkan tetapi implementasinya sulit. Ia meminta peran dari masyarakat dalam kontrol sosial di lapangan.

Di samping itu, catatan mengenai pemulihan daya dukung lingkungan juga harus dilakukan secara optimal. Kejadian hidrometeorologi basah pada tahun ini diperparah oleh menurunnya daya dukung lingkungan.

Perubahan lanskap secara masif menyebabkan degradasi lingkungan pada sisi hulu dan sepanjang aliran sungai. Seperti penyebab banjir di Sintang.

Meningkatnya bencana hidrometeorologi akibat cuaca ekstrem. Cuaca ekstrem dipicu oleh perubahan suhu global yang terus menghangat sejak era praindustri pada 1850. Suhu bumi dalam beberapa tahun terakhir melebihi 1 derajat C.

Ilmuwan memprediksi tahun 2022 bakal menjadi tahun terpanas lagi, suhu bumi masih berada di atas 1 derajat C. Dampaknya cuaca tahun ini masih ekstrem ditambah fenomena La Niña yang masih berlangsung hingga Februari 2022.

Dengan data-data itu, bencana iklim kemungkinan terus berlanjut.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Penggerak @Sustainableathome

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain