Kabar Baru| 07 Januari 2022
Setelah Izin 192 HPH Dicabut
MENTERI Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mencabut izin 192 perusahaan hutan atau HPH dan mengevaluasi 106 izin perusahaan lain. Total lahan konsesi yang dicabut dan evaluasi seluas 4.496.006 hektare.
Artinya hampir seluruh perusahaan HPH bermasalah. Menurut Badan Pusat Statistik, hingga 2020 jumlah HPH yang aktif sebanyak 201 unit. Mereka memproduksi kayu bulat sebanyak 5,26 juta meter kubik yang melibatkan 20.343 pekerja.
Seperti kata Presiden Joko Widodo saat mengumumkan pencabutan itu pada 6 Januari 2021, alasan utamanya adalah perusahaan-perusahaan tersebut tak memenuhi komitmen berinvestasi. Mereka, kata Jokowi, tak membuat rencana kerja usaha, menelantarkan konsesi, ingkar dari kewajiban, atau dialihkan kepada pihak lain.
Alasan resmi pemerintah dalam surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 adalah dalih manajemen hutan lestari untuk memenuhi target FOLU net sink 2030. FOLU adalah forest and land use atau kehutanan dan pemanfaatan lahan yang berimplikasi pada pelepasan karbon. Apa itu FOLU net sink bisa dibaca di artikel ini.
Keputusan pencabutan izin ratusan konsesi perusahaan hutan ini melalui rapat kabinet pada 15 November 2021. Presiden Jokowi memerintahkan mengevaluasi dan mencabut izin-izin yang tak sesuai tujuan bisnis.
Di luar soal pelanggaran perusahaan HPH, industri kehutanan memang sudah bangkrut dan sumbangannya kian kecil terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut BPS, biaya pengeluaran seluruh HPH pada 2020, biaya produksi dan pengeluar lain sebesar Rp 5,6 triliun yang menghasilkan pendapatan Rp 9,4 triliiun.
Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil pernah mengatakan bahwa banyak perusahaan yang mengajukan konsesi pada akhirnya bertujuan menjadikan simpanan lahan. Izin tersebut dipakai untuk mengajukan pinjaman ke bank. Konsesinya sendiri tidak digarap.
Atas dasar itu pemerintah mendirikan Bank Tanah, meskipun melanggar putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang pemerintah membuat kebijakan strategis karena UU Cipta Kerja inkonstitusional. Jokowi sudah meneken Peraturan Presiden 113/2021 tentang struktur bank tanah. Sumber bank tanah, salah satunya, dari hak-hak guna usaha yang ditelantarkan atau lahan berisi semak dan alang-alang.
Menurut Presiden Jokowi pencabutan dan evaluasi izin konsesi ini bagian dari tata kelola kehutanan. Karena itu, lahan-lahan yang kembali ke negara itu akan didistribusikan untuk pemerataan aset bagi kelompok masyarakat dan organisasi sosial keagamaan yang bermitra dengan perusahaan.
Dalam tataran kebijakan, konsep distribusi aset itu diwadahi melalui tanah objek reforma agraria. Pemerintah menyediakan 4,7 juta hektare lahan untuk didistribusikan kepada masyarakat seperti yang disebut Jokowi.
Namun, seiring pernyataan itu, Jokowi juga menyebut bahwa pemerintah “… terbuka bagi para investor yang kredibel, yang memiliki rekam jejak dan reputasi yang baik, serta memiliki komitmen untuk ikut menyejahterakan rakyat dan menjaga kelestarian alam.”
Karena itu Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), LSM lingkungan, meminta pemerintah segera membuka informasi lokasi perusahaan yang izinnya dicabut. “Agar pencabutan izin menjadi resolusi konflik,” demikian pernyataan Walhi.
Menurut Walhi, rezim perizinan telah menjadi jalan legal bagi negara merebut hak hidup masyarakat sehingga melahirkan konflik dengan masyarakat. Karena itu, Walhi juga meminta pencabutan izin konsesi tak menghilangkan kewajiban perusahaan mengembalikan hak kelola kepada masyarakat serta memulihkan lingkungan yang rusak akibat kegiatannya.
Selain konsesi kehutanan, pemerintah mencabut 2.078 izin usaha pertambangan. Menurut Walhi jumlah itu tidak cukup karena pada 2018 ada 1.895 IUP di kawasan pesisir yang berdampak pada hidup 35.000 keluarga nelayan di 6.081 desa. Pada 2019, ada 164 IUP di 55 pulau kecil. “Operasi mereka akan mempercepat kerusakan ekologis,” kata Direktur Eksekutif Walhi Zenzi Suhadi.
Walhi mengapresiasi pencabutan konsesi kehutanan dan pertambangan serta perkebunan sehingga menjadi pintu masuk tata kelola dan resolusi konflik ruang hidup. “Karena itu Presiden harus memastikan menteri tidak melelang izin baru di atas dizin lama,” kata Zenzi.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :