ONSLOW kota kecil di Australia Barat mencatat rekor suhu terpanas: 50,70 Celsius. Suhu terpanas tersebut terjadi pada Kamis 13 Januari 2022 pukul 14:26, adapun suhu terendah tercatat 30,2C pada pagi hari, pukul 6:32. Sehari kemudian Roebourne mencatat suhu terpanas 50,5C.
Menurut WA Today, media lokal, temperatur Onslow selama beberapa hari terakhir rata-rata 36,5C. Selain Onslow dan Roeburne, kota Mardie juga mencapai suhu 50C.
"Suhu terpanas di Onslow ini menyamai suhu 62 tahun lalu di Oodnadatta, Australia Barat," tulis Badan Meteorologi Australia via Twitter. "Rekor ini juga menyamai rekor temperatur nasional."
Luke Huntington dari Biro Meteorologi mengatakan suhu panas ekstrem terjadi karena wilayah Australia Barat minim hujan lebat dalam beberapa waktu terakhir. Dia menyarankan agar warga Australia Barat tetap berada dalam rumah.
Warga Roeburn, Mark Barratt mengatakan cuaca sangat panas hingga pendingin udara di kantornya tak sanggup menurunkan suhu yang lembap dan menyengat. "Kami merasa stres," katanya kepada ABC News.
Menurut Direktur Penelitian Dewan Iklim, Dr Martin Rice, kenaikan suhu ekstrem ini terjadi akibat penggunaan batu bara, minyak bumi, dan gas yang terus menerus. Australia menjadi produsen dan eksportir terbesar di dunia.
Selain itu, cuaca ekstrem juga kerap melanda Australia. "Gelombang panas adalah pembunuh di Australia, gelombang panas menyebabkan kematian lebih banyak dibandingkan bencana iklim lainnya," kata Rice seperti dikutip Channel News Asia, Jumat 14 Januari 2022.
Rice mengingatkan bila emisi gas rumah kaca tidak bisa dipangkas, suhu panas akan menjadi hal biasa di Australia. "Sydney dan Melbourne bisa mencatat suhu 50C pada 2030," ujarnya.
Suhu panas yang ekstrem adalah dampak utama krisis iklim. Krisis iklim terjadi akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Kenaikan gas rumah kaca akibat naiknya produksi emisi karbon di bumi.
Emisi karbon paling banyak berasal dari pembakaran energi fosil, terutama batu bara. Rata-rata produksi emisi global tahunan sebanyak 52 miliar ton setara CO2. Untuk mencegah krisis iklim meluas, yakni tak naik melewati 1,5C, dunia harus mengurangi separuh produksi emisi karbon.
Caranya dengan memangkas pemakaian batu bara. Tapi dalam Konferensi Iklim Glasgow November tahun lalu, Cina dan India yang menjadi pemakai batu bara terbesar menolak menghentikan pemakaian batu bara dan hanya berjanji menurunkannya perlahan-lahan.
Akibat kenaikan emisi karbon, suhu global naik 1,1C pada tahun lalu dibandingkan suhu masa praindustri 1800-1850. Dalam studi terbaru, kenaikan suhu tak hanya terjadi di darat. Suhu naik lebih tinggi di lautan, sebagai ekosistem penyerap emisi karbon terbesar.
Perjanjian Iklim di Paris pada 2015 menyepakati perlunya menahan laju kenaikan suhu global tak lebih dari 1,5C pada 2030. Suhu ekstrem di Australia menambah alarm, krisis iklim akan datang lebih cepat—seperti prediksi para ahli di PBB.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Penggerak @Sustainableathome
Topik :