Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 20 Januari 2022

Badak Adalah Hewan Allee. Apa Itu Allee Effect?

Para ilmuwan acap mengategorikan badak, panda, gajah, dan hewan langka tergolong satwa Allee effect atau efek Allee. Apa itu?

Monyet di gunung Salak (Foto: FD)

BEBERAPA spesies satwa semakin langka. Perburuan, kehilangan habitat akibat penggundulan hutan, atau pembangunan yang tak berwawasan lingkungan acap dituding sebagai penyebab hewan langka lalu punah. Sebenarnya kepunahan mahluk hidup juga bisa karena sebab alamiah. Para ilmuwan menyebutnya sebagai efek Allee atau Allee effect.

Efek Allee atau Allee effect adalah istilah ekologi untuk menyebut risiko kepunahan karena menghubungkan antara tingkat kepadatan sebuah spesies dengan kebugarannya. Dalam teori evolusi kita mengenal survival of the fittest atau hanya mereka yang sehat dan kuat yang bisa bertahan.

Konstruksi Kayu

Teori ini acap disalahartikan sebagai teori Darwin. Padahal, konsep ini dikenalkan Herbert Spencer dalam Principal of Biology (1864), sesama ilmuwan Inggris, setelah membaca Origin of Species Charles Darwin tentang seleksi alam. Teori Darwin lebih sering disalahpahami lagi dengan mengaitkan bahwa manusia berasal dari evolusi kera dengan gambar populer di era modern perubahan dari kera menjadi manusia.

Warder Clyde Allee (1885-1955), seorang ahli zoologi dan ekologi hewan dari Universitas Chicago, yang minat khususnya adalah perilaku kelompok pada hewan, mengembangkan konsep survival of the fittest dengan mengamati hidup ikan dalam sebuah tangki pada 1930.

Dalam jumlah tertentu, ikan tersebut bisa bertahan hidup lebih lama dibanding ikan dalam jumlah lebih sedikit atau lebih banyak. Allee menyimpulkan bahwa hewan bisa bekerja sama dan bertahan hidup jika ruang hidupnya cukup. Dengan kata lain penentu survival adalah demografi. Sebab, tingkat kepadatan hewan dalam sebuah populasi menjadi penyebab mereka punah atau bertahan.

Sebuah spesies dengan populasi yang tinggi, sementara ruang hidupnya terbatas, juga akan punah karena mereka bersaing mendapatkan ruang hidup dan makanan. Sebaliknya, populasi yang kepadatan spesiesnya rendah juga akan punah karena mereka mengalami kesulitan reproduksi.

Pada populasi dengan kepadatan rendah, perkawinan sedarah lebih mungkin sehingga kebugaran mereka terganggu. Perkawinan sedarah lebih memungkinkan pelbagai penyakit dan daya tahan yang rendah. 

Kepadatan yang rendah juga membuat depresi perkawinan di dalam spesies sehingga menghasilkan keturunan yang tidak gesit untuk bertahan hidup. Keadaan ini kemudian dikenal sebagai Allee effect atau efek Alle. Maka badak dan panda, yang secara alamiah lambat dalam reproduksi tergolong ke dalam hewan dalam definisi Allee effect

Badak hanya melahirkan dalam rentang 2,5-5 tahun dengan usia matang reproduksi 5-46 tahun. Sekali hamil dalam waktu 18 bulan, badak hanya melahirkan satu ekor, meski ada juga kasus bayi kembar. 

Dengan waktu kehamilan yang lama, rentang reproduksi yang jauh, populasi badak sulit berkembang biak. Efek Alle atau Alle effect badak sangat kuat jika habitatnya makin mengecil. Badak pemakan rumput dan penyebar biji-bijian dengan daya jelajah hingga radius 2-10 kilometer.

Jika habitatnya mengecil karena hutan menghilang, badak akan stres sehingga mengurangi kemampuannya bertahan hidup. Karena itu badak masuk kategori Alle effect. Menurut Sunarto, peneliti Institute for Sustainable Earth and Resources Universitas Indonesia, populasi badak Sumatera pada 1991 mencapai 536-960 spesies. Pada 2020 tinggal 70. 

Sumatera adalah wilayah paling masif dalam konversi hutan menjadi perkebunan dan pertanian. Akibatnya habitat badak menyusut. Elizabeth Kolbert, penulis Sixth Extintion, menyebut badak Sumatera masuk dalam gelombang kepunahan massal keenam yang terjadi akibat krisis iklim.

Badak, gajah, dan harimau juga acap disebut hewan payung. Istilah ini mengacu pada rantai makanan dalam tingkatan pemangsa. Jika kita melindungi badak, gajah, harimau yang membutuhkan hutan luas, kita akan sekaligus melindungi spesies lain karena menyediakan rumah bagi mereka. Sebaliknya, jika merusaknya, keragaman hayati juga akan punah.

Keragaman hayati adalah penopang hukum alam planet ini. Hutan tak akan sempurna memproduksi oksigen untuk mahluk hidup tanpa proses fotosintesis yang melibatkan sistem kompleks reaksi kimia di atas maupun dalam tanah.

Kehilangan harimau berarti kehilangan predator. Satwa di bawahnya, misalnya babi, akan melimpah sehingga menjadi hama bagi komoditas pertanian atau perkebunan. Jika manusia memburunya dan babi punah membuat alang-alang akan melimpah dan memperburuk siklus hukum alam bumi. 

Dengan memahami Allee effect atau efek Allee kita akan tahu bahwa ekosistem bumi saling membutuhkan satu sama lain. Planet bumi akan sempurna dan terhindar dari bencana jika mahluk hidup saling mendukung.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain