UNDANG-undang adalah konstitusi. Ia menjadi kontrak sosial antara pemerintah dan warga negara. Karena ia akan mengikat tiap orang, pembuatannya mesti mendengarkan, mengakomodasi, melibatkan suara publik. Tak heran jika pembuatan sebuah undang-undang memakan waktu lama. Apalagi jika beleid itu penting seperti Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang peraturan pembentukan perundang-undangan mengatur ada lima tahap pembentukan sebuah undang-undang. Dari perencanaan (bisa oleh pemerintah atau inisiatif DPR), penyusunan, pembahasan, pengesahan, hingga pemberlakuannya.
Menurut Bivitri Susanti, ahli hukum tata negara Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, tahap pembahasan menjadi poin terpenting dalam pembuatan undang-undang. “Proses pembahasan tidak boleh dipendekkan, harus ada partisipasi dari mereka yang terkena dampak aturan tersebut,” katanya dalam webinar “IKN: Mengapa Dipaksakan?” pada 21 Januari 2022.
Dampak aturan tentu saja publik, masyarakat Indonesia. Dalam beberapa pembuatan undang-undang, kata Bivitri, ada tren mereka yang diajak berpartisipasi terseleksi beberapa pihak saja, bukan publik yang mewakili suara beragam. Padahal, demokrasi adalah sistem politik yang dirancang menampung suara yang pro dan kontra terhadap sebuah gagasan.
Bivitri menyebut akhir-akhir ini ada kecenderungan pembahasan beberapa undang-undang berlangsung cepat. Terutama beleid penting seperti UU Cipta Kerja yang tak sampai setahun, UU Komisi Pemberantasan Korupsi, UU Mineral dan Batu Bara, dan terakhir UU Ibu Kota Negara yang selesai hanya dalam tempo 43 hari.
Membahas sebuah undang-undang dalam waktu singkat tidak keliru jika menempuh prosedur yang konstitusional. Pada 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional karena pembahasannya merevisi 82 undang-undang itu tak menampung suara publik secara korek sesuai amanat UU 12/2011.
Agaknya pemerintah dan DPR mengabaikan putusan tertinggi dalam demokrasi konstitusional ini dengan mengesahkan RUU IKN yang pembuatannya mirip dengan proses pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja. Menurut Bivitri, aturan sebuah undang-undang tak hanya menyangkut soal prosedur hukum, juga dampaknya secara sosial dan ekonomi.
Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur adalah sebuah program besar karena tak hanya memindahkan kantor pemerintahan. Selain ada pegawai sebanyak 2.350 yang akan pindah, juga perhitungan kebutuhan sumber daya alam yang akan berimbas pada dampak lingkungan.
Apalagi, lokasi ibu kota baru bukan ruang kosong. Di sini ada ratusan konsesi kehutanan dan pertambangan, juga masyarakat adat. Di ring 1 lokasi ibu kota bermukim 150 keluarga suku Balik yang menjadi penduduk asli Penajem Utara, kata Ahmad Ashov Birry, koordinator Bersihkan Indonesia.
Selain itu, menurut catatan koalisi LSM Bersihkan Indonesia, ada 162 konsesi tambang, kehutanan, perkebunan kelapa sawit, dan PLTU batu bara; 146 konsesi tambang batu bara; dan tujuh proyek properti di Balik Papan. Bahkan ada 94 lubang bekas pertambangan. Bagi pemilik konsesi, pembangunan ibu kota bisa menjadi peluang mendapatkan ganti rugi.
Industri ekstraktif yang sudah menjadi beban bagi lingkungan ini, karena mengakibatkan pelbagai bencana, akan menambah beban lingkungan Kalimantan Timur. Apalagi, alasan pemindahan ibu kota, seperti tertuang dalam naskah akademik RUU IKN yang dibuat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, adalah beban Jakarta yang hampir tenggelam, macet, dan rawan gempa.
Alasan-alasan problem Jakarta ini mengingatkan pada janji kampanye Presiden Joko Widodo sejak masih menjadi Wali Kota Solo. Ketika ia hendak menjadi Gubernur Jakarta pada 2012, Jokowi berjanji membereskan Jakarta yang langganan banjir dan jalanan macet. Lalu ia jadi calon presiden pada Pemilu 2014 karena banjir dan macet "lebih mudah diatasi jika menjadi presiden”. Kini, setelah jadi Presiden dua periode, Jokowi hendak memindahkan ibu kota ke luar Jakarta.
Pengelolaan ibu kota negara terlihat makin rumit ketika Kementerian Keuangan mengalokasikan pembangunannya memakai dana pemulihan ekonomi nasional (PEN). Di depan DPR pada 19 Januari 2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pembangunan ibu kota akan memakai satu dari tiga pos PEN.
Dana PEN sebesar Rp 455,62 triliun. Salah satu alokasinya untuk penguatan ekonomi nasional yang anggarannya sebesar Rp 178 triliun. Jika pembangunannya akan dimulai tahun ini, kata Sri Mulyani, anggaran penguatan ekonomi nasional itu yang bisa dipakai. Ibu kota baru direncanakan mulai rampung tahun 2024.
Badrul Hadi, dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, mengatakan bahwa pemakaian PEN untuk membangun ibu kota mencederai fleksibilitas pengelolaan anggaran di masa pandemi Covid-19. Menurut dia, akan sangat berisiko mengalokasikan dana untuk penanganan darurat bagi pendirian ibu kota baru.
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri setuju dengan Badrul. Menurut dia, dana PEN seharusnya ditabung oleh pemerintah yang penggunaannya untuk masa darurat menyelamatkan penduduk Indonesia saat ada krisis. “Daripada memindahkan ibu kota, lebih baik energinya ditabung untuk pertumbuhan ekonomi mendatang,” kata Faisal.
Soalnya, setelah pandemi berakhir, seluruh negara punya pekerjaan rumah besar menjaga dan memulihkan ekonomi yang mandek selama pandemi. Tanpa anggaran cukup, kata Faisal, pemulihan ekonomi akan tertatih-tatih. Apalagi jika anggarannya terpakai membangun ibu kota baru.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :