KEMENTERIAN Energi dan Sumber Daya Mineral telah selesai uji coba perdagangan karbon di pembangkit listrik pada Maret-Agustus 2021. Ada 32 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang turut serta dalam uji coba ini, 14 sebagai pembeli dan 18 sebagai penjual emisi.
Ada dua skenario perdagangan karbon pembangkit listrik batu bara: cap and trade dan off set. Cap and trade adalah penetapan batas emisi yang diizinkan, lalu sisanya diperdagangkan. Maka jika ada pembangkit yang produksi emisinya lebih tinggi dari batas itu, mereka wajib membeli hak mengemisi kepada pembangkit yang produksi emisinya lebih rendah dari batas yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan off set adalah kredit karbon berupa kegiatan mitigasi emisi di luar perdagangan karbon.
Maka sebelum memulai uji coba, Kementerian Energi menetapkan batas emisi pembangkit batu bara. Ada tiga jenis PLTU berdasarkan kapasitas terpasangnya. PLTU dengan kapasitas lebih dari 400 megawatt, batas emisinya 0,918 ton CO2 per megawatt jam. PLTU antara 100-400 MW, batasnya 1,013 ton CO2 per MWh, dan PLTU mulut tambang kapasitas 100-400 MW, sebesar 1,094 ton.
Kementerian membatasi hanya 70% emisi yang bisa diperdagangkan dalam skema untuk cap and trade dan hanya 30% untuk off set. Mengapa tidak seluruhnya? Kementerian beralasan untuk mendorong percepatan PLTU beralih ke energi terbarukan dan tidak melebihi batas emisi yang ditetapkan.
Ada 28 transaksi transfer karbon dalam uji coba itu sebesar 42.455,42 ton CO2 dengan harga karbon rata-rata US$ 2 per ton. Sementara kredit karbon memakai penilaian voluntary carbon standar—salah satu standar penilaian karbon internasional—sebanyak 4.500 ton CO2 dengan harga 3 euro per ton. Dan kredit karbon skema pembukuan penurunan emisi (PPE) sebanyak 22.248,1 ton CO2 dengan harga Rp 4.000 per ton.
Walhasil dalam uji coba perdagangan pembangkit kategori C memberikan insentif Rp 1,3 miliar kepada perusahaan yang memproduksi emisi di bawah batas dan Rp 236 juta untuk pembangkit energi terbarukan.
Kementerian Energi menganggap uji coba itu berhasil. Wanhar, Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenaga Listrikan Kementerian ESDM, mengatakan perdagangan karbon melalui cap and trade dan carbon off set di sektor energi akan dimulai pada 1 April 2022. “Sebelum itu kami akan memastikan Persetujuan Teknis Emisi (PTE) telah selesai,” kata dia dalam webinar Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon dalam Rangka Pemenuhan Target NDC Indonesia, 27 Januari 2022.
Saat ini Kementerian Energi sedang meminta semua perusahaan menghitung produksi listrik bruto pada periode tertentu sebagai basis perdagangan karbon. Pada Maret Kementerian memberikan persetujuan teknis emisi secara gratis. Lalu perdagangan karbon dimulai April hingga Desember. Siklus ini akan terjadi sepanjang tahun.
Dalam perdagangan karbon sektor energi, pemerintah juga akan memberlakukan pajak karbon. Pajak karbon adalah pungutan produksi emisi yang tak masuk dalam skema perdagangan karbon. Misalnya, sebuah pembangkit A hanya mampu membeli hak mengemisi setengah dari kelebihan emisi yang diproduksinya. Sisa atau kelebihan emisi yang belum ditebus dengan membayar pajak.
Besar pajak karbon sebesar Rp 30.000 per ton CO2. Misalnya pembangkit B memproduksi 1 juta ton emisi CO2. Namun pada tahun ini mereka hanya mampu membeli hak mengemisi 500.000 ton. Sisanya membayar pajak sebesar 500.000 x Rp 30.000 = Rp 15 miliar.
Pajak karbon akan dibayarkan pada April tahun berikutnya setelah pemerintah memverifikasi jumlah emisi yang diperdagangkan oleh tiap unit usaha. “Harga Rp 30.000 berlaku 1 April 2022 dan tarif akan naik hingga sama dengan harga karbon di pasar karbon,” kata Febri Pangestu dari Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.
Tiap pengenaan pajak karbon sebesar US$ 1 per ton di sektor energi pendapatan negara sebanyak Rp 76,5 miliar, tapi dan tambahan beban dari subsidi dan kompensasi sebesar Rp 5,35 miliar.
Dalam dokumen penurunan emisi atau nationally determined contribution (NDC), sektor energi akan menghasilkan 1,7 miliar ton emisi setara CO2 pada 2030. Hingga tahun tersebut emisi yang akan ditekan menjadi 1,34 miliar ton.
Kementerian Energi menetapkan emisi yang bisa masuk dalam skema perdagangan karbon dari PLTU batu bara hingga 2030 sebesar 504 juta ton, pembangkit listrik 81 juta ton, dan industri serta transportasi 617 juta ton.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :