SALAH satu taman paling terkenal di dunia, Central Park New York, punya banyak fungsi. Mulai dari tempat olah raga, tempat bermain, habitat flora dan fauna, tempat piknik hingga tempat syuting film. Tahun ini, fungsi Central Park bertambah lagi, yakni laboratorium iklim.
The Central Park Conservancy, the Yale School of the Environment dan Natural Areas Conservancy berkolaborasi menjadikan Central Park pusat studi adaptasi dan mitigasi krisis iklim. Laboratorium Iklim Central Park diumumkan pada 12 Januari, program serupa akan diperluas ke taman lain di New York dan kota lain di Amerika Serikat.
"Lebih dari 55% populasi dunia hidup di area urban, sehingga bagaimana kita melakukan mitigasi perubahan iklim di area urban menjadi sangat penting," kata Profesor Karen Seto, dosen Geografi dan Urbanisasi di Yale School of the Enviroment dalam siaran pers.
Menurut Karen, kolaborasi menjadikan Central Park sebagai laboratorium iklim juga memetakan masalah dan dampak perubahan iklim bagi taman atau hutan kota. Tujuannya mengetahui intervensi seperti apa yang dibutuhkan untuk melindungi taman dari dampak krisis iklim.
"Taman adalah hal esensial bagi penduduk New York, namun beberapa tahun terakhir taman terancam oleh banjir, angin kencang, suhu esktrem," kata Wali Kota New York Eric Adams. Dengan menjadi laboratorium iklim, kata Adams, Central Park menjadi model taman era krisis iklim bagi taman kota di penjuru negeri.
Central Park terdampak krisis iklim, di antaranya ketika Badai Ida menerjang pada 1 September 2021, taman seluas lebih dari 300 hektare itu diguyur hujan super deras.
Pada Juli 2021, Central Park mencatat ada empat gelobang panas dan Agustus dua kali. Gelombang panas menjadi nomor satu penyebab kematian di Amerika Serikat terkait bencana iklim.
Central Park juga krisis air, yakni berkembang biaknya ganggang dengan sangat pesat akibat suhu yang terus menghangat dan polusi air akibat aktivitas manusia.
Sepanjang 2021, manajemen Central Park membuang 36 pohon yang rusak, memangkas 86 pohon dan melakukan inspeksi terhadap 357 pohon. Central Park yang dikunjungi 40 juta orang tiap tahun memiliki lebih dari 18 ribu pohon, termasuk salah satu pohon tertua dan terbesar American elms.
"Sekarang kita tahu bagaimana perubahan iklim berdampak signifikan bagi taman kota," kata Clara Pregitzer, Deputi Direktur Conservation Science di Natural Areas Conservancy seperti dikutip Bloomberg. Saatnya kita, kata Clara, melakukan intervensi dan mencari solusi bagi adaptasi iklim taman kota.
Laboratorium ini juga ingin menciptakan platform agar semua taman di dunia bisa saling terhubung dan berbagi informasi, bagaimana mengelola dan melindungi aset hijau dalam krisis iklim. Termasuk merekomendasikan menanam jenis pohon yang bisa maksimal menyerap karbon.
Taman kota seperti Central Park New York memiliki peran penting bagi solusi krisis iklim. Area hutan kota ini menyerap 69% karbon ibu kota dagang Amerika ini, terutama dari emisi sekitar 4.500 mobil.
Fakta ini membuat taman kota tak kalah penting dibandingkan hutan di desa atau daerah terpencil sebagai mitigasi krisis iklim dan penyerap karbon. Sudahkah kita memikirkan sama ke sana?
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Penggerak @Sustainableathome
Topik :