Untuk bumi yang lestari

Pojok Restorasi| 04 Februari 2022

Rock Pile: Restorasi Terumbu Karang Partisipatif

Metode rock pile bisa menjadi pilihan restorasi terumbu karang. Ancaman dan tekanan oleh manusia.

Terumbu karang di laut Togean, Sulawesi Tengah (Foto: Dok. FD)

EKOSISTEM terumbu karang kian rentan rusak akibat pelbagai tekanan lingkungan. Perubahan iklim, penangkapan ikan yang masif, serta penumpukan sampah di lautan adalah faktor-faktor penyebab rusaknya terumbu karang. Cara memulihkannya melalui teknik rock pile

Tanpa pemulihan, laut akan kehilangan ikan. Beberapa daerah di Indonesia yang terumbu karangnya rusak lautnya makin merana. Wilayah terumbu karena yang rusak umumnya wilayah yang terkenal memiliki kelimpahan terumbu karang yang eksotik, seperti laut di Indonesia timur.

Konstruksi Kayu

M. Barmawi, pengelola ekosistem laut dan pesisir Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, mengatakan terumbu karang di wilayah kerjanya telah rusak akibat aktivitas manusia. “Dari Jawa Timur hingga Pulau Alor sangat terancam,” kata Barwi dalam School of Coral Reef Restoration (SCORES) yang diadakan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. “Lombok menunjukkan kondisi jelek untuk ekosistem terumbu karang.”

Pernyataan Barmawi juga terkonfirmasi oleh studi-studi di jurnal Nature Sustainability. Menurut salah satu studi, terumbu karang di barat Samudera Hindia bisa punah dalam waktu 50 tahun mendatang. Salah satu cara mencegahnya dengan restorasi ekosistem terumbu karang.

Salah satu teknik restorasi terumbu karang menggunakan teknik transplantasi rock pile. Metode rock pile merupakan teknik yang memanfaatkan batuan atau karang yang mati sebagai media merekatkan potongan karang.

Teknik ini sebetulnya sama dengan teknik pemasangan rangka besi maupun PVC. Namun kelebihan dari teknik rock pile adalah lebih mudah dan memanfaatkan barang yang sudah tersedia di alam.

“Metode ini merupakan metode alternatif dengan cara menstabilkan area patahan karang untuk menciptakan struktur alami rekrutmen karang dengan menggunakan material alami,” kata Erdi Lazuardi, marine and fisheries Program WWF Indonesia.

Rock pile, kata Erdi, telah dikembangkan di pulau Kangge pada 2013, namun belum pernah dicek ulang lagi. Pengecekan terakhir pada 2018 menunjukkan kondisi karang yang disambung cukup baik yang terlihat dari kualitas tutupan karang, kelimpahan ikan, biomassa ikan karang serta makrozoobenthos (biota yang hidup dalam substrat).

Hal terpenting dalam restorasi ekosistem selain urusan teknis adalah mengajak masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan langkah yang jitu untuk menyukseskan restorasi ekosistem terumbu karang. “Ketika masyarakat sudah sadar, bisa dikatakan kita sudah melakukan usaha restorasi sebesar 50%,” kata Barmawi.

Dari pengalaman Barmawi, perlu usaha keras untuk menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya merestorasi ekosistem terumbu karang. Biasanya, kata dia, masyarakat tak sadar jika mereka belum merasa rugi.

Karena itu edukasi pentingnya restorasi ekosistem terumbu karang penting, terutama mengajarkan teknik-teknik restorasi seperi metode rock pile. “Usaha partisipatif tidak akan berjalan jika masyarakat belum sepenuhnya sadar,” kata Hawais Madduppa, Ketua Departemen ITK, IPB University

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain