SALAH satu alih fungsi hutan untuk pembangunan di luar sektor kehutanan yang cukup mencemaskan adalah mekanisme pelepasan kawasan hutan. Mekanisme ini bisa jadi pintu masuk hilangnya kawasan hutan tetap secara legal.
Alih fungsi lahan hutan tidak akan mungkin dihentikan bahkan sampai luas hutan produksi yang dikonversi (HPK) 12,8 juta hektare yang ada sekarang habis. Regulasi sejak 1960 menjadi HPK sebagai cadangan lahan untuk pembangunan.
Dalam UU Nomor 5/1967, HPK dikenal sebagai hutan cadangan yang belum ditetapkan dan tidak dibebani hak milik. UU itu berubah menjadi UU Nomor 41/1999 yang tak mengatur secara khusus hutan cadangan tapi disebutkan secara spesifik peruntukannya, seperti transmigrasi, permukiman, pertanian, perkebunan. UU Cipta Kerja menambangkan peruntukannya proyek startegis nasional, pemulihan ekonomi, ketahanan pangan dan energi, dan tanah objek reforma agraria.
Aturan pelepasan kawasan hutan mengacu pada peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor P.96/2018 dan P.50/2019. Pelepasannya tidak sekaligus sesuai permintaan tetapi secara bertahap. Untuk perkebunan paling banyak 60.000 hektare untuk satu grup perusahaan yang diberikan bertahap 20.000 hektare. Untuk tebu paling luas 100.000 hektare untuk satu grup perusahaan yang diberikan bertahap 25.000 hektare.
Menurut Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), selama 1984-2020 terdapat pelepasan kawasan hutan seluas 7,3 juta hektare, perinciannya:
- 1985-1989 849.678 hektare
- 1990-1994 1.542.219 hektare
- 1995-1997 1.086.156 hektare
- 1998-1999 678.373 hektare
- 2000-2001 163.566 hektare
- 2002-2004 0 hektare
- 2005-2009 589.273 hektare
- 201-2014 1.623.062 hektare
Di era Presiden Joko Widodo hingga tahun 2020 ada izin 113 unit seluas lebih dari 600 ribu hektare, di mana 22 lokasi tersebut dengan luas lebih dari 218 ribu hektare telah memperoleh persetujuan prinsip pelepasan di antara tahun 2012-2014.
Dengan demikian, lebih dari 91% pelepasan kawasan hutan, atau seluas lebih dari 6,7 juta hektare, selama 36 tahun terakhir, berasal dari era sebelum pemerintahan Jokowi.
Masalahnya sekarang adalah adakah luas 7,3 juta hektare yang telah dilepaskan kawasannya yang kemungkinan sebagian besar telah berubah menjadi HGU. Apakah luas ini sudah dihitung dan masuk dalam neraca hutan produksi konversi?
Jika sudah diperhitungkan seharusnya luas data HPK sekarang sudah dikurangi dari 12,8 juta hektare tersebut. Demikian juga dengan luas hutan Indonesia secara keseluruhan yang mencapai 120,3 juta hektare.
Bulan lalu ada pencabutan 1,8 juta hektare izin perkebunan kelapa sawit yang tersebar 19 provinsi milik 137 perusahaan. Apakah luas ini dikembalikan lagi menjadi kawasan hutan produksi yang bisa dikonversi?
Neraca hutan produksi konversi yang penting ini agaknya masih menjadi pekerjaan rumah KLHK. Belum ada data tentang luas kawasan hutan yang telah beralih fungsi menjadi hak guna usaha dan pengurangannya terhadap HPK yang ada sekarang.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :