Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 10 Februari 2022

Gen Z Indonesia Belum Advokasi Kebijakan Iklim

Gen Z Indonesia masih menjadi penyemangat dan penghibur dalam gerakan mencegah krisis iklim Belum masuk ke dalam advokasi kebijakan.

Gen Z dan krisis iklim (Foto: Derks/Pixabay)

SURVEI Indikator Politik Indonesia tahun lalu menyebutkan 82% kelompok usia 18-35 tahun paham bahaya krisis iklim. Studi Pew Research Center juga menyatakan Generasi Z (gen Z) menjadi kelompok masyarakat paling aktif dalam menyuarakan kedaruratan iklim.

"Isu lingkungan dan perubahan iklim paling dekat dengan pemuda," kata Mohammad Syaban, dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina pada webinar “Politik Hijau Indonesia: COP26 dan Presidensi G20” dalam siaran pers, Rabu 9 Februari 2022.

Konstruksi Kayu

Menurut Syaban meski dekat dan paham dengan krisis iklim, para pemuda masih menjadi “penyemangat dan penghibur” dalam kebijakan terkait lingkungan di Indonesia. Seharusnya, menurut dia, pemuda aktif mendorong komitmen pengurangan emisi karbon di Indonesia dari berbagai forum multilateral.

Apalagi, kata Syaban, isu lingkungan menjadi salah satu agenda G20 Leaders Summit pada November 2022 di Bali. Meneruskan hasil dari COP-26 di Glasgow, Indonesia menjadikan transisi energi bersih sebagai isu prioritas dalam pembahasan G20 sebagai upaya menekan laju kenaikan suhu bumi.

Syaban mengatakan kebijakan publik terkait mitigasi krisis iklim dan transisi energi tidak akan terimplementasi dengan baik tanpa kelompok yang mendesak dan memaksa. "Peran pemuda Indonesia sangat krusial untuk mengambil bagian ini,” tambah Syaban.

Rektor Universitas Paramadina, Profesor Didik J. Rachbini menambahkan bahwa transisi energi bersih menjadi dilematis bagi Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik terbaru, pertumbuhan ekonomi 5,02 persen di kuartal IV-2021 salah satunya berkat harga komoditas batu bara yang tinggi.

"Pemuda, harus terus mendengungkan isu ini hingga sampai pada tingkat aksi dan pemenuhan komitmen negara dalam transisi ke energi bersih,” kata Didik.

Ananda Muhammad Akbar, mahasiswa hubungan internasional Universitas Paramadina dan salah satu delegasi pemuda untuk COP 26 di Glasgow, menekankan bahwa Pakta Iklim Glasgow sudah memberikan ruang bagi pemuda berperan aktif dalam aksi melawan krisis iklim.

Tantangan utamanya adalah bagaimana membuat peran aktif tersebut tidak hanya sebagai aksesori dari agenda pemangku kepentingan lain. Generasi muda punya peran yang lebih luas, meliputi tahap perencanaan, penyusunan, implementasi dan evaluasi. "Karena generasi pemuda termasuk dalam stakeholders yang bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan,” kata  Akbar

Dalam gelaran COP 26, Nanda mengatakan bahwa sudah banyak yang bisa dilakukan oleh pemuda di berbagai tingkatan dan sektor untuk membawa isu pengurangan emisi karbon menjadi lebih membumi dan diterima masyarakat.

Gracia Paramitha, dosen LSPR yang mengamati G20 menyayangkan bahwa keterlibatan pemuda dalam komitmen pengurangan emisi karbon baik di tingkat global dan Indonesia masih berada di level “penyemangat” dan formalitas saja. Mereka tidak terlibat mempengaruhi kebijakan di bidang lingkungan.

Saat ini sudah makin banyak literatur dan publikasi ilmiah yang membahas keterlibatan pemuda dalam isu iklim dan politik hijau, dan konsep ekonomi hijau. Hanya saja, kata Gracia, peran yang bisa dilakukan oleh pemuda di berbagai forum lingkungan global masih bersifat dekorasi tanpa ada kontribusi lebih dan menjadi preferensi bagi pembuat kebijakan.

Dunia tengah berpacu melawan waktu untuk menahan laju kenaikan suhu bumi. Dalam perjanjian Paris, dunia bersepakat untuk menahan suhu tak lebih dari 1,5 derajat Celcius.

Dalam COP26 di Glasgow tahun lalu, negara-negara juga berkomitmen melakukan transisi energi dari fosil ke energi terbarukan, juga mengurangi bertahap penggunaan batu bara dan nol emisi pada 2050. Gen Z memiliki peran penting untuk mengawal mitigasi ini untuk bumi yang lestari. 

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Penggerak @Sustainableathome

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain