Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 15 Februari 2022

Implementasi Ekonomi Sirkuler Sampah

Sampah menjadi momok mitigasi krisis iklim. Ekonomi sirkuler sampah bisa menjadi solusi awal.  

Sampah Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat (Foto: R. Eko Tjahjono)

DI masa krisis iklim sampah menjadi problem serius mitigasi menurunkan emisi. Sebab sampah menghasilkan gas metana, gas rumah kaca yang memiliki faktor penyebab pemanasan global 25-30 kali lipat dibanding gas karbon dioksida. Ekonomi sirkuler sampah bisa menjadi solusi awal mitigasi.

Kementerian Keuangan telah menghitung hingga 2030, pengurangan gas metana dan karbon sampah membutuhkan biaya Rp 192 triliun—dua kali lipat biaya yang dibutuhkan untuk mengurangi karbon dari penggunaan lahan dan hutan. Untuk bisa menguranginya, karena sampah dihasilkan tiap orang, mesti berangkat dari paradigma.

Konstruksi Kayu

Kini sedang tren apa yang disebut dengan ekonomi sirkuler sampah. Apa itu ekonomi sirkuler? Ekonomi sirkuler adalah model ekonomi yang mengusahakan daur ulang sisa konsumsi berupa sampah dengan memanfaatkannya kembali sehingga memiliki nilai ekonomis.

Berbeda dengan ekonomi linear yang tidak mengusahakan pendaurulangan, ekonomi sirkuler bisa menjadi contoh sederhana pembangunan rendah karbon. “Pendekatan ekonomi sirkuler memakai prinsip 5R,” kata Aristin Apriani dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 14 Februari 2022.

5R itu adalah kurangi (reduce), gunakan lagi (reuse), daur ulang (recycle), perbarui (refurbish), dan menjadi barang baru (renew). Dengan konsep menghasilkan dan mengelola sampah seperti ini, kata Aristin, ekonomi sirkuler lebih dari sekadar pengelolaan limbah.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kata Aristin, sudah membuat kebijakan dalam mengelola ekonomi sirkuler dalam Rencana Strategis Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun, dan Berbahaya 2020-2024. “Selain untuk ekonomi dan kelestarian sumber daya alam, sirkuler ekonomi ini harus bisa diimplementasikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata dia.

Menurut Aristin, KLHK membuat panduan pelaksanaan teknis ekonomi sirkuler di lapangan sebagai berikut:

  • Produsen mengurangi kemasan sebagai sumber sampah rumah tangga. KLHK telah mengatur melalui Peraturan Menteri LHK Nomor 75/2019 tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen.
  • Rumah tangga memilah sampah organik dan anorganik. Sampah itu nantinya harus dikumpulkan pada bank sampah
  • Bank sampah melakukan membeli sampah dan mengelompokkan sampah sesuai jenis. Dari kegiatan jual-beli ini, tercipta keuntungan bagi masyarakat dan menjadi ajang edukasi pengelolaan sampah.
  • Industri daur ulang melakukan kegiatan menerima dan membeli sampah dari bank sampah. Setelah itu, sampah digunakan sebagai bahan baku industri daur ulang yang nantinya akan digunakan sebagai bahan produksi kembali oleh produsen.

Menanggapi Aristin, Meti Ekayani, dosen Ekonomi Sumber Daya Lingkungan IPB, mengapresiasi usaha pemerintah meningkatkan dan memberi tempat pada ekonomi sirkuler. Menurut Meti, ekonomi sirkuler sampah bisa dilakukan dalam skala makro, tidak hanya skala mikro di rumah tangga. “Ekonomi sirkuler harus bisa dilakukan pada berbagai lini, rumah tangga, sekolah, kantor, sampai ke industri,” ujarnya.

Anak-anak muda, kata Meti, bisa mengambil bagian dalam pengembangan ekonomi sirkuler sebagai agen perubahan yang dapat dimulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat. “Peran ini bisa diambil beragam baik itu dari hulu atau hilir pengelolaan sampah, dari sekadar edukasi sampai pelaku bisnis, dari sekolah sampai perguruan tinggi, sehingga ekonomi sirkuler dapat terimplementasi dengan baik,” kata dia.

Setuju dengan Meti, Andy Bahari dari World Clean-up Day Indonesia, mengatakan bahwa capaian kampanye sampah kini sudah didominasi oleh para pemuda. Upaya kampanye ini, kata dia, dikelompokkan menjadi 3 kampanye utama yaitu on site clean-up, pilah sampah dari rumah, serta digital clean up.

On site clean-up berupa gotong royong membersihkan sampah saat kampanye. Selama pandemi Covid-19, kata Andy, relawan World Clean-up Day Indonesia membuat kampanye pilah sampah dari rumah lalu membuat digital clean up yang berpengaruh terhadap pemanasan global.

Dari 1 jutaan relawan, WCD telah membersihkan sampah sebanyak 5.375.805 juta kilogram sampah melalui agenda gotong royong terbesar di dunia pada 18 September 2021.

Menurut Andy, anak muda bisa menjadi solusi pengurangan sampah secara sederhana dengan menyadari bahwa mereka bagian dari masalah sampah. Setelah kesadaran terbentuk mereka harus mengimplementasikan mengurangi sampah dengan cegah, pilah, dan olah.

Setelah itu, kata Andy, hal paling penting adalah mengenali empat jenis sampah agar para pemuda bisa mengimplementasikan “3 Ah” tadi: “Organik, anorganik, residual, dan digital,” katanya. Dengan pengenalan ini para pemuda bisa melakukan ekonomi sirkuler sejak dari rumah.

Sebetulnya, ekonomi sirkuler masih belum radikal dalam mengatasi problem sampah. Jika mitigasi masih mengandalkan pada kurangi sampah dari tempatnya, ia akan berhasil jika paradigmanya lebih dalam lagi: tak membuat sampah sejak dalam pikiran.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain