Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 17 Februari 2022

Kerancuan-Kerancuan Manajemen Hutan

Aturan mengelola hutan tumpang tindih antar lembaga negara. Undang-undang belum menyesuaikan dengan perubahan nomenklatur lembaga pemerintah.

Nelayan Wakatobi panen gurita (Foto: Dok. PSKL)

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tak hanya mengurus 64% daratan berupa hutan seluas 120,5 juta hektare. Kementerian ini juga mengelola kawasan perairan seluas 5,3 juta hektare, seperti tertuang dalam buku The State of Indonesia’s Forest (SOFO) 2020.

Penguasaan wilayah KLHK semakin besar dengan Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang pemerintahan daerah. UU ini menarik kebijakan pemberian izin berusaha dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.

Konstruksi Kayu

Masalahnya, secara kebijakan masih banyak tumpang tindih antara pengelolaan kawasan dengan kenyataannya sehingga menimbulkan kerancuan dan tarik-menarik kepentingan. Misalnya, konservasi laut. Konservasi berada dalam taman nasional, tapi bentuknya bukan lagi hutan daratan.

Seperti Taman Nasional Wakatobi di Sulawesi Tenggara atau Taman Nasional Teluk Cenderawasih di Papua Barat. Dua taman nasional ini memiliki wilayah dengan 80% perairan. Ini membuat kerancuan dengan tugas Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Hal ini terjadi akibat UU Nomor 5/1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya tak kunjung disesuaikan. Hal ini berakibat pada pengelolaan hutan mangrove di pesisir. Tak hanya tumpang tindih antara KLHK dan KKP, kini ada lembaga baru yakni Badan Restorasi Gambut dan Mangrove.

Dengan kewenangan konstitusi, KLHK punya kewajiban juga merehabilitasi mangrove. Pada 2020, rehabilitasi mangrove KLHK seluas 15.000 hektare menghabiskan biaya Rp 406,1 miliar di 34 provinsi. Di masa pandemi, pemerintah merencana rehabilitasi mangrove 600.000 hektare memakai dana pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Sementara KKP juga punya program rehabilitasi mangrove. KKP merehabilitasi mangrove 65,65 hektare di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. BRGM lain lagi. Mereka hendak merehabilitasi mangrove 600.000 hektare selama lima tahun di enam provinsi: Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Utara dan Papua Barat.

Siapa yang memimpin (leading sector) rehabilitasi mangrove? Bagaimana pembagiannya? Siapa yang menjadi penanggung jawab utama?

Pada 2019, luas tutupan mangrove Indonesia 3,56 juta hektare, terdiri dari 2,37 juta hektare dalam kondisi baik dan 1,19 juta hektare rusak. Dari total luas mangrove itu, 2.261.921 hektare (79%) berada di dalam kawasan hutan.

Artinya, mangrove di kawasan hutan mestinya berada dalam tanggung jawab BRGM, sementara rehabilitasi mangrove di luar kawasan hutan di bawah KKP. Di mana posisi KLHK? Mungkin bisa menjadi pengawas rehabilitasi oleh BRGM lalu fokus merehabilitasi hutan di luar mangrove.

Soal pengawetan jenis satwa yang dilindungi, khususnya jenis ikan yang hidup dan berkembang di perairan darat (sungai, danau). Dalam UU Nomor 5/1990 ada pengaturan bahwa pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka alam.

Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar kawasan suaka alam dengan menjaga dan mengembangbiakkannya. Selama ini pengawasan ikan darat ini oleh unit pelaksana teknis KLHK. Misalnya, penangkaran arwana dari sungai Kapuas, Kalimantan Barat, di kolam-kolam buatan. Bagaimana dengan UPT Kementerian Perikanan? 

@ForestDigest

Masih banyak soal lain yang tumpang tindih antara satu institusi sehingga manajemennya menjadi bertabrakan. Jika tugas-tugas itu mulai disebar, beban berlebih KLHK dalam mengawasi dan mengurus keragaman hayati Indonesia menjadi lebih ringan, efektif, dan lincah.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain