AIR adalah kebutuhan pokok mahluk hidup. Kita bisa tahan tidak makan, tapi tanpa air mahluk hidup tak akan bisa langgeng. Masalahnya, kerusakan lingkungan membuat pencemaran air tetap mengancam mahluk hidup.
Teknologi lalu mengolah air untuk konsumsi. Industrialisasi air kini menjadi jamak. Air sebagai barang publik pun menjadi mahal.
Infrastruktur air juga ternyata menjadi penyebab pencemaran air. Menurut Ratih Dewanti, peneliti senior Southeast Asian Food and Agriculture and Technology (SEAFAST) IPB University, 10 dari 34 provinsi di Indonesia memiliki indeks kualitas air yang buruk. “Air sudah terkontaminasi,” kata dia.
Kementerian Kesehatan memiliki data yang lebih mencemaskan. Tahun lalu, 7 dari 10 rumah tangga di Indonesia mengonsumsi air minum yang terkontaminasi bakteri E-coli, bakteri yang menghuni kotoran manusia.
Menurut Ratih, pencemaran air akibat infrastruktur penyedia air minum yang kurang memperhatikan standar untuk produksi air minum yang aman secara mikrobiologis. Aman secara mikrobiologis, kata dia, akan memastikan air dalam kemasan menjadi layak konsumsi.
Selain problem infrastruktur penyedia air minum, pencemaran air juga terjadi akibat semrawutnya pembangunan perumahan. Kepadatan penduduk jadi problem di perkotaan akibat komersialisasi lahan.
Permukiman yang rapat membuat resapan air berkurang. Sumur dan penampung kotoran (septic tank) pun menjadi berdekatan yang membuat air tercemar bakteri E-coli.
Jakarta punya problem kepadatan penduduk. Dinas Kependudukan Jakarta mencatat pada 2020 kepadatan penduduk ibu kota mencapai 16.704 jiwa per kilometer persegi atau 118 kali lebih besar dari rata-rata kepadatan penduduk Indonesia.
Menurut Ratih Anggraeni, Head of Climate and Water Stewardship Danone Indonesia, di Pulau Jawa hanya tersedia 5,9% ketersediaan air layak konsumsi. Jumlah air ini dikonsumsi oleh 56,5% populasi. “Indonesia akan deficit air layak minum pada 2040 akibat pencemaran,” kata Ratih.
Angka yang disebut Ratih Anggraeni mengacu pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengan Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang dibuat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
KLHS menyebut Pulau Jawa akan menghadapi kelangkaan air absolut pada 2040. Kelangkaan absolut adalah jumlah sumber daya air tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kelangkaan air absolut tidak menghitung tambahan sumber air. Kelangkaan air absolut sudah terjadi sejak 2000.
Cara terbaik mencegah kelangkaan absolut air adalah dengan menjaga dan menumbuhkan kembali sumber air. Sumber air muncul jika daya dukung lingkungan terjadi jika hutannya terjaga. Secara alamiah, ada banyak jenis pohon yang bisa menjadi pelindung mata air.
Pembangunan yang tak terelakkan yang menjadi ancaman keseimbangan daya dukung lingkungan. UU Cipta Kerja mengubah UU Kehutanan yang mewajibkan satu pulau atau satu daerah aliran sungai memiliki tutupan hutan sebanyak 30%.
Tanpa daya dukung lingkungan yang cukup, air yang melimpah juga menjadi berbahaya karena pencemaran air akan timbul dan mahluk hidup terpaksa mengonsumsinya. Kerusakan lingkungan menghadapkan kita pada dua pilihan: kelangkaan atau ketidaklayakan air.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :