Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 20 Februari 2022

4 Alasan Proyek Bendungan Bener Layak Dibatalkan. Bisakah?

Bendungan Bener Purworejo salah satu proyek strategis nasional. Bisakah dibatalkan? 

Proyek bendungan Bener yang mengambil batu andesit dari Desa Wadas di Purworejo, Jawa Tengah (Foto: Fransisca Christy/Tempo)

BENDUNGAN Bener di Purworerjo, Jawa Tengah, menjadi salah satu proyek strategis nasional (PSN) pemerintahan Joko Widodo. Dimulai sejak 2018, proyek ini menelan anggaran Rp 2,06 triliun yang diproyeksikan mengairi sawah lama dan baru seluas 15.069 hektare.

Bendungan Bener menuai kontroversi karena batu andesit untuk fondasinya akan ditambang dari Desa Wadas. Masyarakat menolak karena, menurut Badan Vulkanologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tanah di sekitar Wadas sangat labil.

Konstruksi Kayu

Tanpa penambangan sekali pun, pada 1988 perbukitan Desa Wadas longsor menewaskan lima penduduk. Kendati begitu, penambangan batu andesit hendak terus dilanjutkan hingga memicu bentrok antara polisi dan masyarakat yang menolak rencana penambangan tersebut.

Para akademisi menguatkan kekhawatiran masyarakat dengan menganalisis dampak penambangan batu andesit Wadas terhadap lingkungan. Tim akademisi yang terdiri dari Pusat Studi Agraria IPB, Universitas Negeri Semarang, Universitas Sebelas Maret, dan Universitas Gadjah Mada meninjau dokumen analisis dampak lingkungan (Andal).

Setelah mendapatkan data dari lapangan, tim akademisi yang berkolaborasi bersama beberapa lembaga swadaya masyarakat dan warga Wadas menyelenggarakan diskusi. Berikut ini beberapa temuan tim akademisi.

Pertama, pelaksana proyek menyatukan ANDAL bendungan dan penambangan. Menurut para akademisi, analisis dampak lingkungan keduanya tidak bisa disatukan karena dampaknya berbeda. Dokumen ANDAL pada proyek strategis nasional bendungan Bener juga hanya fokus menganalisis dampak lingkungan pembangunan bendunga, bukan penambangan batu andesit.

Kedua, pengabaian dalam merencanakan potensi dampak yang ditimbulkan di dalam dokumen rencana kelola lingkungan (RKL). Sebagai contoh, RKL hanya menyebutkan penyelesaian potensi masalah akibat kerawanan sosial proyek bendungan dengan koordinasi bersama aparat kepolisian. “Penyusunnya cenderung menyepelekan soal ini,” ujar Beni Setiano, ahli hukum lingkungan Universitas Katolik Soegijopranoto.

Ketiga, metode penyusunan dokumen ANDAL tidak valid. Soeryo Adiwibowo, pakar ekologi politik dan ahli analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) IPB, mengatakan bahwa dokumen ANDAL dibuat dengan metode purposive sampling (sampel yang diukur atas kriteria peneliti) dengan memakai skala ordinal. Model ini, kata dia, akan menghasilkan penjumlahan yang tidak valid dan tidak logis. 

Soeryo memerinci bahwa dampak terhadap kualitas air disebutkan minus 2, lalu dampak terhadap kerusakan jalan minus 3, dan dampak terhadap peluang berusaha positif 5. Jika dijumlahkan seluruh kriteria itu nilainya akan nol. “Ini kekeliruan yang sangat fundamental karena seolah-olah pembangunan bendungan dan penambangan dampaknya nol,” kata Soeryo

Menurut Soeryo, dengan melihat ilustrasi proyek itu, izin lingkungan tidak valid secara akademik.

Keempat, terjadi dugaan manipulasi legislasi dan partisipasi masyarakat dalam membuat kebijakan. Masyarkat Desa Wadas mengaku pernah datang saat ada sosialisasi dari pemerintah dan mengisi daftar hadir. 

Rupanya daftar hadir itu diklaim oleh panitia sebagai dokumen persetujuan masyarakat terkait penambangan batu andesit di Desa Wadas. “Ini akan menyebabkan rusaknya sistem sosial di wilayah desa dan objek pembangunan,” kata Abdil Mughis, Sosiolog, Universitas Negeri Jakarta. 

Empat alasan itu seharusnya cukup untuk menyetop bahkan membatalkan proyek bendungan Bener. Masalahnya, bisakah proyek strategis nasional dibatalkan?

Rina Mardiana, dosen sains, komunikasi, dan pengembangan masyarakat IPB, yang menjadi juru bicara koalisi akademikus menganalisis dokumen Andal mengatakan bahwa belum ada dasar hukum untuk menolak atau membatalkan PSN. “Ada selentingan untuk proyek strategis nasional peluang peninjauan kembali ke Mahkamah Agung dibatasi,” kata dia kepada Forest Digest, 18 Februari 2022. 

Menurut Rina, koleganya para ahli hukum juga belum menemukan surat atau dasar hukum yang bisa menjadi basis memohon pembatalan sebuha proyek strategis nasional. “Seharusnya itikad baik negara memakmurkan rakyat,” kata dia. “Jika terjadi sebaliknya akan memicu konflik.” 

Ahli lain menyebutkan bahwa dasar aturan penambangan batu andesit di Desa Wadas maupun proyek bendungan Bener dalam penetapan lokasi proyek juga melanggar aturan di atasnya, yakni peraturan presiden yang tak sesuai dengan konstitusi.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain